Bertemu Jokowi, Ridwan Kamil: Ibu Kota Jangan Terlalu Luas
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan langsung masukannya terkait desain ibu kota negara. Sebelumnya pria yang akrab disapa Emil ini sempat melontarkan kritiknya terkait terlalu luasnya desain ibu kota negara yang baru.
“Pengalaman saya sebagai dosen perkotaan, asumsinya terlalu luas. Harus dikaji ulang. jangan sampai menghasilkan kota yang terlalu luas,” katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019.
Dia mengatakan jika terlalu luas maka ibu kota baru hanya akan berorientasi pada mobil. Padahal di masa yang akan datang sebuah harus berorientasi pada pejalan kaki.
“Kantor, rumah, sekolah harus berdekatan, jalan kaki. Kalau kepepet baru public transport. Terakhir baru mobil. Jangan dibalik. Jangan mendesain ibu kota baru yang mayoritas untuk mobil, untuk bangunan, tapi kemanusiaan, humaniatiknya tidak maksimal,” tuturnya.
Dia mengaku belum melihat detail rancangan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). Namun, pemerintah dapat berkaca dari pemindahan ibu kota Amerika Serika ke Washinton DC yang dinilai paling baik.
“Orang bisa jalan kaki. Jam 17.00 kantor tutup masih ramai. Jangan sampai kejadian dengan ibu kota baru lain, malam hari sepi. Karena apa? Tidak ada tempat retail, orang juga rumahnya jauh-jauh. Hidup di kota bukan hanya urusan kerja, tetapi percampuran kegiatan kemanusiaan harus ada," katanya.
Ridwan menyebut jika pakai teori Washington DC, maka hana perlu sekitar 17.000 hektare. "Maksimal 30.000 hektare. Itu sudah cukup. Enggak usah 180.000 hektare,” paparnya.
Menurutnya Presiden Jokowi merespon baik masukan yang disampaikannya. Dia juga mengingatkan jangan sampai seperti ibu kota Brasil, Brasilia yang dicap sebagai ibu kota gagal.
“Presiden sangat senang mendapatkan input. Karena ini kan jadi semua orang berkepentingan. Saya datang sebagai anak bangsa, bukan sebagai gubernur dalam konteks itu, ingin agar cita-cita yang luar biasa ini berhasil,” pungkasnya.
“Pengalaman saya sebagai dosen perkotaan, asumsinya terlalu luas. Harus dikaji ulang. jangan sampai menghasilkan kota yang terlalu luas,” katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019.
Dia mengatakan jika terlalu luas maka ibu kota baru hanya akan berorientasi pada mobil. Padahal di masa yang akan datang sebuah harus berorientasi pada pejalan kaki.
“Kantor, rumah, sekolah harus berdekatan, jalan kaki. Kalau kepepet baru public transport. Terakhir baru mobil. Jangan dibalik. Jangan mendesain ibu kota baru yang mayoritas untuk mobil, untuk bangunan, tapi kemanusiaan, humaniatiknya tidak maksimal,” tuturnya.
Dia mengaku belum melihat detail rancangan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). Namun, pemerintah dapat berkaca dari pemindahan ibu kota Amerika Serika ke Washinton DC yang dinilai paling baik.
“Orang bisa jalan kaki. Jam 17.00 kantor tutup masih ramai. Jangan sampai kejadian dengan ibu kota baru lain, malam hari sepi. Karena apa? Tidak ada tempat retail, orang juga rumahnya jauh-jauh. Hidup di kota bukan hanya urusan kerja, tetapi percampuran kegiatan kemanusiaan harus ada," katanya.
Ridwan menyebut jika pakai teori Washington DC, maka hana perlu sekitar 17.000 hektare. "Maksimal 30.000 hektare. Itu sudah cukup. Enggak usah 180.000 hektare,” paparnya.
Menurutnya Presiden Jokowi merespon baik masukan yang disampaikannya. Dia juga mengingatkan jangan sampai seperti ibu kota Brasil, Brasilia yang dicap sebagai ibu kota gagal.
“Presiden sangat senang mendapatkan input. Karena ini kan jadi semua orang berkepentingan. Saya datang sebagai anak bangsa, bukan sebagai gubernur dalam konteks itu, ingin agar cita-cita yang luar biasa ini berhasil,” pungkasnya.
(shf)