Menjaga Indonesia Tetap Damai

Kamis, 22 Agustus 2019 - 07:01 WIB
Menjaga Indonesia Tetap Damai
Menjaga Indonesia Tetap Damai
A A A
KERUSUHAN warga di Manokwari, Sorong, dan kota lain di Papua awal pekan ini kembali memberi pelajaran kepada kita sebagai bangsa yang majemuk. Di tengah kenyataan kita sebagai bangsa dengan kebudayaan yang beragam, rupanya persatuan kita masih cukup rentan. Isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih mudah mengoyak tenun kebangsaan kita hari ini.Beruntung, situasi di beberapa kota di Papua serta kota lain saat ini berangsur pulih. Harapan besar seluruh anak bangsa saat ini adalah konflik ini bisa segera berakhir. Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-74 yang baru-baru ini kita laksanakan seyogianya memberi spirit kepada kita untuk tetap menjaga semangat persaudaraan dan persatuan. Apresiasi tinggi perlu disampaikan kepada aparat keamanan yang terus bekerja keras meredakan situasi, terutama di wilayah Papua.Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (19/8) di Istana Negara Jakarta, juga sudah meminta kepada seluruh masyarakat untuk saling memaafkan. Pernyataan Kepala Negara ini juga layak diapresiasi dan diharapkan bisa makin menciptakan ketenangan di masyarakat.Namun, pemerintah juga perlu menyadari bahwa setiap perkara konflik warga, terutama yang dilatari isu SARA, perlu penanganan yang sangat serius. Tidak cukup hanya dengan saling memaafkan, maka masalah lantas dianggap sepenuhnya selesai. Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana menemukan akar permasalahan setiap konflik yang berdimensi rasial. Akar permasalahan penting diurai agar kejadian serupa tidak terulang lagi.Langkah pemerintah selama ini dalam menyikapi konflik yang berbau SARA cenderung masih reaktif. Dialog intensif melibatkan warga dilakukan hanya ketika terjadi konflik. Setelah situasi damai, upaya untuk memelihara dialog yang berkelanjutan tidak terlihat. Padahal, dialog antarbudaya seharusnya terus-menerus dilakukan. Caranya bisa dengan memperbanyak silaturahmi melalui acara yang bersifat informal. Ini tugas pemerintah daerah dengan melibatkan aparat keamanan di wilayah masing-masing. Tidak hanya untuk warga Papua, tetapi juga berlaku untuk semua etnik, terutama yang pada wilayah tertentu dicap sebagai "warga pendatang". Acara ngopi bareng seperti yang digagas Kapolda Jawa Timur di Surabaya dengan melibatkan pemerintah setempat, tokoh agama dan ormas, hal yang sangat baik. Hal seperti ini seharusnya sering dilakukan, tidak ketika sedang ada masalah saja.Dalam catatan Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 75% dari konflik besar yang terjadi di dunia saat ini berakar pada dimensi kultural. Atas dasar ini, PBB lalu mencanangkan dialog untuk menjembatani budaya antaretnik demi terciptanya perdamaian. PBB juga menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan Keberagaman sejak 2002. Keberagaman budaya bisa dirayakan antara lain dengan saling mendengarkan kesenian dari kebudayaan berbeda, mengundang tetangga berbeda agama atau suku untuk makan bersama.Jika ditarik ke konteks keindonesiaan, saran PBB ini tentu sangat relevan. Indonesia adalah negara pemilik keragaman budaya tiada duanya di dunia. Kita memiliki 1.128 suku dengan agama berbeda-beda. Juga ada ratusan bahasa daerah. Kekayaan budaya ini tentu bisa menjadi modal kita untuk mencapai kemajuan. Namun, jika itu tidak dikelola baik maka yang muncul adalah potensi konflik. Pemicunya bisa bermacam-macam. Bisa karena ditunggangi kepentingan politik para elite, kesenjangan ekonomi, ketimpangan pembangunan, atau karena sentimen rasial.Dalam konflik berlatar isu SARA, penyelesaian konflik harus menggunakan mekanisme hukum yang adil. Setiap orang yang terbukti melakukan pelanggaran pidana harus dikenai sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dalam konteks kerusuhan di Papua, ini dipicu oleh pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur oleh anggota ormas. Saat pengepungan, terlontar perkataan berbau SARA yang tidak semestinya kepada mahasiswa Papua.

Di sini aparat keamanan diuji untuk bekerja cepat dan transparan. Sumber permasalahan harus bisa diurai. Pertama , harus ditemukan pelaku yang membuat pernyataan rasial yang kemudian menyulut solidaritas di Manokwari, Sorong, dan daerah lain. Ini penting karena penegakan hukum yang adil sedikit banyak mampu meredam situasi di lapangan. Tindakan tegas aparat sangat penting untuk menunjukkan bahwa negara hadir dalam melindungi waraganya dari segala bentuk diskriminasi, tindakan rasis, dan ancaman kekerasan.

Kedua, yang juga harus diusut adalah pemicu insiden pengepungan asrama mahasiswa di Surabaya. Oknum yang ditengarai melakukan perusakan bendera Merah Putih di depan asrama tersebut harus ditemukan dan diproses hukum. Aparat harus bertindak tegas dan tidak boleh membiarkan ada pihak yang menghina lambang negara.

Tak kalah penting adalah masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh hoaks dan informasi yang menyesatkan. Di tengah situasi yang tidak kondusif, semua pihak harus bisa menahan diri. Kita berharap kedamaian di Bumi Papua dan Indonesia secara umum bisa tetap terjaga.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5221 seconds (0.1#10.140)