Periode Kedua, Jokowi Harus Lebih Tegas Pilih Menteri

Kamis, 15 Agustus 2019 - 20:25 WIB
Periode Kedua, Jokowi Harus Lebih Tegas Pilih Menteri
Periode Kedua, Jokowi Harus Lebih Tegas Pilih Menteri
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk lebih tegas dalam memilih nama-nama menteri untuk duduk di kabinet mendatang. Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Arie Djunaedi menilai, Jokowi seharusnya tidak boleh terbebani apakah komposisi kabinetnya mendatang harus sekian persen dari partai politik dan sekian persen dari profesional nonparpol.

“Pak Jokowi seharusnya di periode kedua lebih firm memilih menteri-menterinya, tidak terbebani dengan tuntutan profesional sekian persen, partai sekian persen gitu ya, tapi yang jelas kerja-kerja politik yang dilakukan partai-partai koalisi harus mendapat apresiasi yang tinggi,” tutur Arie Djunaidi dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Tebak-tebakan Isi Kabinet Jokowi, Parpol Nonparlemen Dilibatkan?” di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Dikatakan Arie, bagaimanapun kemenangan pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019 lebih ditentukan oleh mesin-mesin partai politik yang berjalan demikian dahsyat. ”Kalau kita bicara soal berapa komposisinya, saya rasa juga itu mejadi hak prerogatif presiden,” tuturnya. Namun, menurutnya, Jokowi juga harus mendengar masukan dari parpol karena terpilihnya Jokowi kembali menjadi presiden juga karena ”endorse” dari parpol, bukan oleh relawan.

Perjalanan kebinet sebelumnya harus dijadikan penilaian dalam membentuk kebinet berikutnya. ”Harapan pemilih maupun nonpemilih sangat besar. Jangan sampai espektasi yang berlebihan, ternyata ’memble’ di periode kedua. Oleh karena itu, siapapun personel kabinet, yang ada prestasi, dedikasi loyalitas dan tidak tercela. Siapakah sosok yang tepat? Tentu yang gagal jangan dipertahankan, yang punya prestasi dipertahankan,” tuturnya.

Terkait pernyataan Jokowi yang juga akan menunjuk menteri usia muda, Arie mengatakan bahwa kematangan seseorang sebetulnya tidak ditentukan dari berapa usianya, tapi lebih dilihat dari rekam jejaknya dan keahliannya di bidang yang digelutinya. ”Soal usia tidak menjadi pegangan atau patokan. Tua tapi berjiwa muda itu bagus. Muda tapi punya semangat tua yang tidak pernah mau kalah, juga bagus,” katanya.

Menurut Arie, penyusunan kabinet ke depan jauh lebih berat dibandingkan Kabinet Kerja I. Sebab, Jokowi akan menghadapi tantangan yang begitu besar, seperti menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing. ”Ke depan ini era-era disruption, era-era orang mulai kehilangan kerja digantikan oleh mekanisasi, itu jadi tantangan berat Pak Jokowi. Jangan sampai kita membanggakan unicorn, kalau orangnya ditaruh ke kabinet siapa yang megang,” katanya.

Apalagi, sejumlah partai politik juga secara terang-terangan menuntut kepada Jokowi soal jatah menteri. Diawali oleh PKB yang berharap dapat jatah 10 menteri, PDIP yang menjadi pemenang pemilu juga menuntut harus mendapatkan kursi menteri terbanyak. Termasuk parpol yang tidak masuk parlemen pun menginginkan jatah menteri. Ini juga menjadi tantangan bagi Jokowi.

“Yang jelas masyarakat masih menunggu terus siapa profil kabinet mendatang. Kita berharap ada kerterwakilan juga masyarakat di wilayah timur, Papua, NTT, Sumatera Utara, ini menjadi kabinet Bhineka Tunggal Ika,” katanya.

Menurutnya, hal yang jauh lebih penting dibanding memisahkan antara menteri profesional dan menteri dari parpol, atau tua dan muda yakni apakah Jokowi sanggup memenuhi harapan masyarakat yang begitu besar. ”Pak Jokowi ini kan sudah terakhir. Dia harus memberikan legacy, ada estafet yang jelas,” tuturnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7599 seconds (0.1#10.140)