Kemenkominfo Terapkan 5 Langkah Strategis Bendung Hoaks
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menerapkan lima langkah strategis baik untuk membendung hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian guna menjaga keutuhan serta persatuan dan kesatuan bangsa, negara, dan masyarakat Indonesia.
Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenkominfo, Ferdinandus Setu menegaskan persoalan hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Pria yang karib disapa Nando ini memaparkan, pemerintah melalui Kemenkominfo mendorong penggunaan unsur kearifan lokal, nilai ajaran agama, dan kesalehan sosial guna membendung hoaks.
"Kemenkominfo memandang sangatlah penting unsur kearifan lokal dan nilai ajaran agama dan kesalehan sosial yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia untuk dijadikan instrumen untuk melawan dan memerangi hoaks," ujar Nando saat dihubungi SINDOnews, Rabu (14/8/2019).
Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan, kata Nando, adalah pertunjukan rakyat sesuai dengan kesenian tradisional daerah setempat. Misalnya wayang kulit di Jawa digelar dan disisipkan pesan antihoaks.
Nando menegaskan, Kemenkominfo pun melakukan beberapa langkah strategis lain untuk melawan dan memerangi hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian berbasis SARA. Pertama, bekerja sama dengan organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) guna mengedukasi umat dan masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi setiap informasi yang berseliweran di internet.
"Melalui Direktorat Jenderal IKP (Informasi dan Komunikasi Publik) yang digawangi Plt Dirjen Ibu Rosarita Niken Widiastuti, Kemenkominfo sudah melakukan join program atau kegiatan bersama sejak tahun 2016 sampai dengan 2019 saat ini. Dalam satu tahun, lebih dari 300 forum pertemuan di ratusan kota di Tanah Air digelar untuk mengkampanyekan perlawanan bersama melawan hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian," jelasnya.
Kedua, Kemenkominfo terus melakukan verifikasi dan validasi informasi. Proses ini dilakukan oleh tim khusus dengan menggunakan mesin pelacak (crawling) yang diberi nama AIS. Jika ditemukenali adalah hoaks, maka langsung distempel hoaks lalu diumumkan oleh Kemenkominfo ke publik.
Ketiga, Kemenkominfo membuat acara Miss Lambe Hoaks berupa program dua kali dalam seminggu yang tayang di seluruh media sosial Kemenkominfo dan menampilkan laporan hoaks dalam sepekan. Nando menjelaskan, untuk acara Miss Lambe Hoaks memang sampai saat ini belum efektif. Tapi Kemenkominfo tetap berkomitmen akan terus meningkatkan performanya.
"Kementerian Kominfo juga mengirimkan data data akun penyebar hoaks ke Polri untuk proses penegakan hukum," tutup Nando.
Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenkominfo, Ferdinandus Setu menegaskan persoalan hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Pria yang karib disapa Nando ini memaparkan, pemerintah melalui Kemenkominfo mendorong penggunaan unsur kearifan lokal, nilai ajaran agama, dan kesalehan sosial guna membendung hoaks.
"Kemenkominfo memandang sangatlah penting unsur kearifan lokal dan nilai ajaran agama dan kesalehan sosial yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia untuk dijadikan instrumen untuk melawan dan memerangi hoaks," ujar Nando saat dihubungi SINDOnews, Rabu (14/8/2019).
Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan, kata Nando, adalah pertunjukan rakyat sesuai dengan kesenian tradisional daerah setempat. Misalnya wayang kulit di Jawa digelar dan disisipkan pesan antihoaks.
Nando menegaskan, Kemenkominfo pun melakukan beberapa langkah strategis lain untuk melawan dan memerangi hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian berbasis SARA. Pertama, bekerja sama dengan organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) guna mengedukasi umat dan masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi setiap informasi yang berseliweran di internet.
"Melalui Direktorat Jenderal IKP (Informasi dan Komunikasi Publik) yang digawangi Plt Dirjen Ibu Rosarita Niken Widiastuti, Kemenkominfo sudah melakukan join program atau kegiatan bersama sejak tahun 2016 sampai dengan 2019 saat ini. Dalam satu tahun, lebih dari 300 forum pertemuan di ratusan kota di Tanah Air digelar untuk mengkampanyekan perlawanan bersama melawan hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian," jelasnya.
Kedua, Kemenkominfo terus melakukan verifikasi dan validasi informasi. Proses ini dilakukan oleh tim khusus dengan menggunakan mesin pelacak (crawling) yang diberi nama AIS. Jika ditemukenali adalah hoaks, maka langsung distempel hoaks lalu diumumkan oleh Kemenkominfo ke publik.
Ketiga, Kemenkominfo membuat acara Miss Lambe Hoaks berupa program dua kali dalam seminggu yang tayang di seluruh media sosial Kemenkominfo dan menampilkan laporan hoaks dalam sepekan. Nando menjelaskan, untuk acara Miss Lambe Hoaks memang sampai saat ini belum efektif. Tapi Kemenkominfo tetap berkomitmen akan terus meningkatkan performanya.
"Kementerian Kominfo juga mengirimkan data data akun penyebar hoaks ke Polri untuk proses penegakan hukum," tutup Nando.
(kri)