Ikut Tren Dunia, Pemerintah Harus Terapkan No Tax for Knowledge
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah menyayangkan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang tak kunjung mengabulkan permintaan Serikat Perusahaan Pers (SPS) terkait Bebas Pajak bagi Pengetahuan atau No Tax for Knowledge.
Menurut Fahri, sudah seharusnya Indonesia mengikuti tren dunia yang membuat materi pendidikan, bahan baku dan alat-alat peraga pendidikan menjadi lebih murah, kertas merupakan salah satunya.
“Permintaan supaya pemerintah menghapus pajak penerbitan sudah lama, pajak kertas khususnya. Karena seluruh dunia, kalau kita mau agar materi pendidikan itu bahan baku dan alat-alat peraga pendidikan itu murah sehingga, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, maksudnya sekolah-sekolah,” kata Fahri saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Untuk mencapai itu, lanjut Fahri, salah satu caranya adalah membuat murah pajak kertas dan percetakan. Terlebih, di era digital ini kertas seakan tidak ada harganya lagi. Maka sudah seharusnya bahwa kertas dan pencetakan dibuat semakin murah agar penerbit-penerbit dalam negeri bisa bertahan untuk menghadirkan bahan bacaan yang mencerdaskan bangsa.
“Supaya para penerbit kita bertahan untuk menghadirkan bahan-bahan bacaan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi itu sudah wajar,” ujar Fahri.
Bahkan, di India saja harga buku sangat murah sehingga saat dirinya berkunjung ke India pernah memborong puluhan buku. Kondisi itu berbanding terbalik dengan Indonesia di mana buku-buku harganya cukup mahal. Apalagi buku impor yang harganya jauh lebih mahal. Dengan kondisi tersebut banyak orang harus mengkopi buku secara ilegal.
“Sekali lagi, ini kebijakan lama yang seharusnya sudah diambil oleh pemerintah kita untuk membuat harga pendidikan itu lebih terjangkau,” tandasnya.
Menurut Fahri, sudah seharusnya Indonesia mengikuti tren dunia yang membuat materi pendidikan, bahan baku dan alat-alat peraga pendidikan menjadi lebih murah, kertas merupakan salah satunya.
“Permintaan supaya pemerintah menghapus pajak penerbitan sudah lama, pajak kertas khususnya. Karena seluruh dunia, kalau kita mau agar materi pendidikan itu bahan baku dan alat-alat peraga pendidikan itu murah sehingga, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, maksudnya sekolah-sekolah,” kata Fahri saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Untuk mencapai itu, lanjut Fahri, salah satu caranya adalah membuat murah pajak kertas dan percetakan. Terlebih, di era digital ini kertas seakan tidak ada harganya lagi. Maka sudah seharusnya bahwa kertas dan pencetakan dibuat semakin murah agar penerbit-penerbit dalam negeri bisa bertahan untuk menghadirkan bahan bacaan yang mencerdaskan bangsa.
“Supaya para penerbit kita bertahan untuk menghadirkan bahan-bahan bacaan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi itu sudah wajar,” ujar Fahri.
Bahkan, di India saja harga buku sangat murah sehingga saat dirinya berkunjung ke India pernah memborong puluhan buku. Kondisi itu berbanding terbalik dengan Indonesia di mana buku-buku harganya cukup mahal. Apalagi buku impor yang harganya jauh lebih mahal. Dengan kondisi tersebut banyak orang harus mengkopi buku secara ilegal.
“Sekali lagi, ini kebijakan lama yang seharusnya sudah diambil oleh pemerintah kita untuk membuat harga pendidikan itu lebih terjangkau,” tandasnya.
(cip)