Kasus E-KTP, KPK Fokus Pengembalian Kerugian dan Pidana Korporasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sangat fokus melakukan pengembalian kerugian keuangan negara dan upaya penerapan pidana korporasi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, penetapan Paulus Tannos, Miryam S Haryani, Isnu Edhi Wijaya, dan Husni Fahmi sebagai tersangka bukanlah bagian akhir dari pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau e-KTP tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dia memaparkan, dalam kasus dugaan korupsi ini bukan hanya orang perorangan yang diperkaya tapi juga sejumlah perusahaan termasuk Manajemen Bersama Konsorsium Perum Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas beberapa perusahaan.
Para pihak yakni orang perorangan yang diperkaya bukan semata tersangka Tannos, Miryam, Isnu, dan Husni serta tujuh terpidana yang telah divonis maupun tersangka anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari yang akan disidangkan.
"KPK bertekad untuk terus mengusut kasus ini yaitu pihak-pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana. Kami berupaya melakukan pengembalian kerugian negara secara maksimal," kata Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Berdasarkan sangkaan KPK yang juga telah terungkap dalam fakta-fakta persidangan dan tertuang dalam pertimbangan putusan tujuh terpidana, perusahaan milik Paulus Tannos yakni PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar dan Miryam S Haryani selaku anggota Komisi II DPR diperkaya USD1,2 juta.
Berikutnya Manajemen Bersama Konsorsium PNRI yang terdiri atas beberapa perusahaan diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar. Sedangkan Husni Fahmi diperkaya USD20.000 dan Rp10 juta.
"KPK memperingatkan para tersangka, Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, dan pihak-pihak lain yang diperkaya dan telah menikmati aliran dana proyek e-KTP ini agar mengembalikan uang tersebut ke negara melalui KPK. Hal tersebut akan dipertimbangkan sebagai faktor
meringankan," tegas Saut.
Poin kedua, Saut melanjutkan, guna memaksimalkan pengembalian uang ke negara maka KPK juga terus berupaya melakukan penerapan pidana korporasi terhadap sejumlah korporasi yang diduga terlibat dan diperkaya. Tapi tutur dia, untuk penerapan tersebut maka semua bergantung pada bukti-bukti yang diperoleh penyidik.
"Nanti kita tunggu saja hasil kerja dari tim penyidik. Karena penyidik memiliki strategi. Mereka sangat independen, kami pimpinan tidak bisa mengintervensi. Sebagaimana yang kami sampaikan, bahwa KPK akan menindaklanjuti termasuk korporasi," ucapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, fokus utama pada penanganan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bukan semata pada penetapan orang perorangan sebagai tersangka. Pasalnya dari berbagai fakta persidangan maupun yang telah termuat dalam pertimbangan putusan tujuh orang terpidana terungkap ada peran korporasi.
"Selain memproses orang per orangan, tentu saja upaya mengembalikan keuangan negara juga menjadi konsen dari KPK. Dari fakta-fakta dan dalam pertimbangan putusan majelis hakim, ada jumlah uang yang cukup besar di mana para tersangka dan/atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan itu diduga diperkaya totalnya sekitar Rp400 miliar. Masing-masingnya tadi sudah dirinci oleh Pak Saut," ungkap Febri.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, penetapan Paulus Tannos, Miryam S Haryani, Isnu Edhi Wijaya, dan Husni Fahmi sebagai tersangka bukanlah bagian akhir dari pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau e-KTP tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dia memaparkan, dalam kasus dugaan korupsi ini bukan hanya orang perorangan yang diperkaya tapi juga sejumlah perusahaan termasuk Manajemen Bersama Konsorsium Perum Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas beberapa perusahaan.
Para pihak yakni orang perorangan yang diperkaya bukan semata tersangka Tannos, Miryam, Isnu, dan Husni serta tujuh terpidana yang telah divonis maupun tersangka anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari yang akan disidangkan.
"KPK bertekad untuk terus mengusut kasus ini yaitu pihak-pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana. Kami berupaya melakukan pengembalian kerugian negara secara maksimal," kata Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Berdasarkan sangkaan KPK yang juga telah terungkap dalam fakta-fakta persidangan dan tertuang dalam pertimbangan putusan tujuh terpidana, perusahaan milik Paulus Tannos yakni PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar dan Miryam S Haryani selaku anggota Komisi II DPR diperkaya USD1,2 juta.
Berikutnya Manajemen Bersama Konsorsium PNRI yang terdiri atas beberapa perusahaan diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar. Sedangkan Husni Fahmi diperkaya USD20.000 dan Rp10 juta.
"KPK memperingatkan para tersangka, Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, dan pihak-pihak lain yang diperkaya dan telah menikmati aliran dana proyek e-KTP ini agar mengembalikan uang tersebut ke negara melalui KPK. Hal tersebut akan dipertimbangkan sebagai faktor
meringankan," tegas Saut.
Poin kedua, Saut melanjutkan, guna memaksimalkan pengembalian uang ke negara maka KPK juga terus berupaya melakukan penerapan pidana korporasi terhadap sejumlah korporasi yang diduga terlibat dan diperkaya. Tapi tutur dia, untuk penerapan tersebut maka semua bergantung pada bukti-bukti yang diperoleh penyidik.
"Nanti kita tunggu saja hasil kerja dari tim penyidik. Karena penyidik memiliki strategi. Mereka sangat independen, kami pimpinan tidak bisa mengintervensi. Sebagaimana yang kami sampaikan, bahwa KPK akan menindaklanjuti termasuk korporasi," ucapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, fokus utama pada penanganan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bukan semata pada penetapan orang perorangan sebagai tersangka. Pasalnya dari berbagai fakta persidangan maupun yang telah termuat dalam pertimbangan putusan tujuh orang terpidana terungkap ada peran korporasi.
"Selain memproses orang per orangan, tentu saja upaya mengembalikan keuangan negara juga menjadi konsen dari KPK. Dari fakta-fakta dan dalam pertimbangan putusan majelis hakim, ada jumlah uang yang cukup besar di mana para tersangka dan/atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan itu diduga diperkaya totalnya sekitar Rp400 miliar. Masing-masingnya tadi sudah dirinci oleh Pak Saut," ungkap Febri.
(maf)