Pemda Didorong Laksanakan Permenaker untuk Pekerja Migran Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) akan memanfaatkan peluang di era globalisasi. Terkait hal itu, Organisasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) pada Rapat Kerja Nasional 7-8 Agustus, membedah Strategi P3MI dalam mencari peluang kerja setelah Undang-Undang (UU) Nomor 18/2017 dilaksanakan.
Ketua Umum DPP Aspataki Saiful Mashud mengatakan, Permenaker No 09/2019 dan Permenaker No 10/2019 menjadi topik hangat yang didiskusikan Pengurus DPP dan Pengurus Aspataki DPD serta sebagian anggota yang hadir pada Rakernas Aspataki 2019 di Yogyakarta.
Filius, Sekretaris Jenderal Aspataki yang memimpin Sidang pertama menyimpulkan ketidaksiapan pemerintah dalam melaksanakan amanat UU 18/2017, khususnya terkait biaya pelatihan yang diamanatkan pasal 40 dan 41 UU Nomor 18/2017 dilaksanakan oleh pemerintah daerah (Pemda).
"Kami telah melakukan wawancara bahwa mayoritas (atau sebagian besar) Pemda belum siap membiayai pelatihan meski Pemda bisa bekerjasama dengan BLK/LPK swasta terakreditasi," demikian kata Filius dalam keterangan tertulis, Minggu (11/8/2019).
Pada masa transisi seperti ini sangat dibutuhkan adanya surat edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menjadi pedoman bagi Pemda dan lebih-lebih kepada pekerja migran Indonesia (PMI) dan P3MI.
Memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) TKI sebagai pembiayaan resmi bagi PMI dengan skema KUR dimaksudkan ketika PMI berproses tidak ada lagi kata hutang biaya proses, hutang biaya pelatihan, dengan demikian Pemda yang belum siap melatih proses penempatan PMI sebagai program nasional tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut Saiful, korporasi proses penyiapan sampai penempatan tidak bisa dipisah di tengah proses, pra penempatan mulai penyiapan dokumen jati diri termasuk pelatihan sulit dipertanggungjawabkan baik mutu atau ketepatan waktu mengingat P3MI yang dalam UU Nomor 18/2017 ditugaskan mencarikan job dan menempatkan PMI kompeten, kerja sesuai perjanjian kerja.
"P3MI ketika mencarikan job order selalu dikaitkan dengan kesiapan dan kesanggupan kapan P3MI siap menempatkan PMI-nya, sementara P3MI tidak diberi tugas menyiapkan pra penempatan, inilah yang dimaksudkan kgiatan korporasi proses PMI menjadi satu kesatuan yang tidak bisa diabaikan," demikian kata Saiful.
Hal ini menjadi aneh jika Pemda yang melatih kemudian P3MI yang menempatkan dan sesampai di negara penempatan PMI bermasalah karena tidak siap kerja atau karena kompetensinya standar pelatihan yang berbeda ketika P3MI yang melatih siang dan malam demi suksesnya PMI. Belum tersedianya anggaran pelatihan bagi PMI menyulitkan warga yang mau kerja ke Luar Negeri.
Pekerja ladang kebon sawit ke Malaysia yang diwajibkan memiliki kompetensi sama dengan melarang warga untuk tidak kerja di luar negeri. "Kemana para PMI berlatih menjadi pekerja ladang sawit? Harus ke BLK atau juga dimana harus sertifikasi?," tanya Saiful kepada peserta rakernas.
Pemerintah yang belum siap tidak bisa diartikan kami suka- suka menempatkan PMI seperti yang dilakukan saat ini maka masa transisi edaran Kemenaker untuk semua kabupaten/kota diharapkan bisa menjadi pedoman semua pihak.
Sementara itu menjelang penutupan Rakernas di Yogya, Ketua Umum DPP Aspataki memberi mandat kepada Wakil Ketua Umum Letsman Tendy untuk melakukan pendekatan kepada Kemenaker baik permasalahan Permenaker Nomor 09/2019 atau Permenaker Nomor 10/2019.
"Hasil pendekatan tersebut diharapkan memberikan kesejukan kepada seluruh PMI ataupun P3MI," demikian tandas Saiful.
Ketua Umum DPP Aspataki Saiful Mashud mengatakan, Permenaker No 09/2019 dan Permenaker No 10/2019 menjadi topik hangat yang didiskusikan Pengurus DPP dan Pengurus Aspataki DPD serta sebagian anggota yang hadir pada Rakernas Aspataki 2019 di Yogyakarta.
Filius, Sekretaris Jenderal Aspataki yang memimpin Sidang pertama menyimpulkan ketidaksiapan pemerintah dalam melaksanakan amanat UU 18/2017, khususnya terkait biaya pelatihan yang diamanatkan pasal 40 dan 41 UU Nomor 18/2017 dilaksanakan oleh pemerintah daerah (Pemda).
"Kami telah melakukan wawancara bahwa mayoritas (atau sebagian besar) Pemda belum siap membiayai pelatihan meski Pemda bisa bekerjasama dengan BLK/LPK swasta terakreditasi," demikian kata Filius dalam keterangan tertulis, Minggu (11/8/2019).
Pada masa transisi seperti ini sangat dibutuhkan adanya surat edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menjadi pedoman bagi Pemda dan lebih-lebih kepada pekerja migran Indonesia (PMI) dan P3MI.
Memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) TKI sebagai pembiayaan resmi bagi PMI dengan skema KUR dimaksudkan ketika PMI berproses tidak ada lagi kata hutang biaya proses, hutang biaya pelatihan, dengan demikian Pemda yang belum siap melatih proses penempatan PMI sebagai program nasional tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut Saiful, korporasi proses penyiapan sampai penempatan tidak bisa dipisah di tengah proses, pra penempatan mulai penyiapan dokumen jati diri termasuk pelatihan sulit dipertanggungjawabkan baik mutu atau ketepatan waktu mengingat P3MI yang dalam UU Nomor 18/2017 ditugaskan mencarikan job dan menempatkan PMI kompeten, kerja sesuai perjanjian kerja.
"P3MI ketika mencarikan job order selalu dikaitkan dengan kesiapan dan kesanggupan kapan P3MI siap menempatkan PMI-nya, sementara P3MI tidak diberi tugas menyiapkan pra penempatan, inilah yang dimaksudkan kgiatan korporasi proses PMI menjadi satu kesatuan yang tidak bisa diabaikan," demikian kata Saiful.
Hal ini menjadi aneh jika Pemda yang melatih kemudian P3MI yang menempatkan dan sesampai di negara penempatan PMI bermasalah karena tidak siap kerja atau karena kompetensinya standar pelatihan yang berbeda ketika P3MI yang melatih siang dan malam demi suksesnya PMI. Belum tersedianya anggaran pelatihan bagi PMI menyulitkan warga yang mau kerja ke Luar Negeri.
Pekerja ladang kebon sawit ke Malaysia yang diwajibkan memiliki kompetensi sama dengan melarang warga untuk tidak kerja di luar negeri. "Kemana para PMI berlatih menjadi pekerja ladang sawit? Harus ke BLK atau juga dimana harus sertifikasi?," tanya Saiful kepada peserta rakernas.
Pemerintah yang belum siap tidak bisa diartikan kami suka- suka menempatkan PMI seperti yang dilakukan saat ini maka masa transisi edaran Kemenaker untuk semua kabupaten/kota diharapkan bisa menjadi pedoman semua pihak.
Sementara itu menjelang penutupan Rakernas di Yogya, Ketua Umum DPP Aspataki memberi mandat kepada Wakil Ketua Umum Letsman Tendy untuk melakukan pendekatan kepada Kemenaker baik permasalahan Permenaker Nomor 09/2019 atau Permenaker Nomor 10/2019.
"Hasil pendekatan tersebut diharapkan memberikan kesejukan kepada seluruh PMI ataupun P3MI," demikian tandas Saiful.
(maf)