Menebar Jurus Atasi Macet dan Polusi
A
A
A
Berbagai jurus dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta demi mengurangi kemacetan dan polusi udara Ibu Kota. Terbaru, Pemprov DKI resmi melakukan perluasan rute ganjil-genap. Jika sebelumnya ganjil-genap hanya berlaku pada sembilan ruas jalan, kini ada 16 ruas lagi yang ditambahkan.
Selain memperluas rute, juga dilakukan penambahan durasi ganjil-genap dari delapan jam menjadi sembilan jam. Penambahan jam ini berlaku pada malam hari. Sebelumnya, aturan ganjil-genap berlaku pada Senin-Jumat, kecuali hari libur nasional, pada pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-20.00 WIB.
Kini, berlaku mulai pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-21.00 WIB. Adapun pemotor batal ditindak dengan kebijakan ini. Pemotor tetap bebas melintas tanpa dipengaruhi nomor pelat kendaraannya. Sebelumnya pemotor juga diwacanakan terkena aturan ganjil-genap. Aturan ini pun tidak dikenakan untuk kendaraan listrik. Berdasarkan aturan ganjil-genap, kendaraan yang nomor pelatnya ganjil hanya boleh melintas di ruas tertentu pada tanggal ganjil, sedangkan pelat genap berlaku pada tanggal genap.
Perluasan ganjil-genap dan penambahan durasi masih dalam tahap uji coba, yang dimulai pada 12 Agustus-6 September. Setelah tahap uji coba selesai pada 8 September, aturan langsung berlaku esoknya, atau pada 9 September. Kebijakan baru ini langsung mendapat beragam respons masyarakat. Tidak sedikit yang memprotes karena menilai perluasan ganjil-genap makin menghambat mobilitas warga.
Pemprov DKI beberapa waktu belakangan ini memang makin sering membuat kebijakan soal lalu lintas yang mengundang polemik. Sebelum ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencetuskan ide melarang kendaraan berumur lebih 10 tahun memasuki wilayah Jakarta.
Aturan ini rencananyaberlaku pada 2025. Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga mengubah tarif parkir dengan membuatnya menjadi sangat mahal terutama pada siang hari. Kemungkinan masih banyak lagi jurus lain yang akan dimainkan Pemprov DKI. Semua kebijakan ini selain bertujuan mengurangi kemacetan, juga untuk mengurangi polusi udara. Kita tahu kualitas udara Kota Jakarta dalam beberapa pekan terakhir disoroti karena paling buruk dibandingkan negara lain di dunia. Penilaian dibuat oleh Air Visual, sebuah situs pengukur kualitas udara.
Khusus menyikapi pencemaran udara di Ibu Kota, Anies Baswedan menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Dalam Ingub yang berisi tujuh inisiatif tersebut, Anies menetapkan perluasan ganjil-genap di sejumlah wilayah Ibu Kota sebagai upaya menekan polusi dari gas buang kendaraan.
Kebijakan seperti ini wajar saja memicu pro-kontra. Setiap kebijakan yang dibuat memang tidak untuk memuaskan semua pihak. Ada saja yang merasa dirugikan atau kecewa. Tapi yang terpenting adalah Pemprov DKI membuat kebijakan berdasarkan pertimbangan yang matang serta didasari kajian mendalam.
Dalam konteks ganjil-genap, Pemprov DKI tentu melihat kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan umum. Jika ganjil-genap tidak diberlakukan maka bisa dibayangkan bagaimana masa depan lalu lintas Jakarta. Kemacetan akan bertambah parah dan kualitas udara akan makin buruk, meskipun sesungguhnya jumlah kendaraan yang makin banyak bukan faktor satu-satunya yang membuat udara memburuk. Saat ini ada sekitar 24.897.391 unit kendaraan bermotor di Jakarta, dan 75% di antaranya sepeda motor.
Ada pun pertambahan mobil baru di Jakarta sekitar 150.000-200.000 unit per tahun. Total mobil diperkirakan mencapai 3,5 juta unit. Nah , melihat pertambahan kendaraan yang sangat pesat dan pada saat yang sama tidak ditopang oleh penambahan ruas jalan, maka tidak ada pilihan lain Pemprov DKI selain menggunakan jurus demi jurus dalam mengendalikan kemacetan dan polusi udara.
Di tengah berbagai upaya mengendalikan pengguna kendaraan pribadi, Pemprov DKI juga harus berpacu membenahi sistem transportasi di Jakarta. Perluasan dan penambahan durasi ganjil-genap seharusnya hanya solusi sementara. Ke depan harus ada transportasi umum yang nyaman dan aman serta tepat waktu. Khusus dalam hal mengatasi polusi udara, penting untuk segera mewujudkan industri mobil listrik dengan pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Selain memperluas rute, juga dilakukan penambahan durasi ganjil-genap dari delapan jam menjadi sembilan jam. Penambahan jam ini berlaku pada malam hari. Sebelumnya, aturan ganjil-genap berlaku pada Senin-Jumat, kecuali hari libur nasional, pada pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-20.00 WIB.
Kini, berlaku mulai pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-21.00 WIB. Adapun pemotor batal ditindak dengan kebijakan ini. Pemotor tetap bebas melintas tanpa dipengaruhi nomor pelat kendaraannya. Sebelumnya pemotor juga diwacanakan terkena aturan ganjil-genap. Aturan ini pun tidak dikenakan untuk kendaraan listrik. Berdasarkan aturan ganjil-genap, kendaraan yang nomor pelatnya ganjil hanya boleh melintas di ruas tertentu pada tanggal ganjil, sedangkan pelat genap berlaku pada tanggal genap.
Perluasan ganjil-genap dan penambahan durasi masih dalam tahap uji coba, yang dimulai pada 12 Agustus-6 September. Setelah tahap uji coba selesai pada 8 September, aturan langsung berlaku esoknya, atau pada 9 September. Kebijakan baru ini langsung mendapat beragam respons masyarakat. Tidak sedikit yang memprotes karena menilai perluasan ganjil-genap makin menghambat mobilitas warga.
Pemprov DKI beberapa waktu belakangan ini memang makin sering membuat kebijakan soal lalu lintas yang mengundang polemik. Sebelum ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencetuskan ide melarang kendaraan berumur lebih 10 tahun memasuki wilayah Jakarta.
Aturan ini rencananyaberlaku pada 2025. Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga mengubah tarif parkir dengan membuatnya menjadi sangat mahal terutama pada siang hari. Kemungkinan masih banyak lagi jurus lain yang akan dimainkan Pemprov DKI. Semua kebijakan ini selain bertujuan mengurangi kemacetan, juga untuk mengurangi polusi udara. Kita tahu kualitas udara Kota Jakarta dalam beberapa pekan terakhir disoroti karena paling buruk dibandingkan negara lain di dunia. Penilaian dibuat oleh Air Visual, sebuah situs pengukur kualitas udara.
Khusus menyikapi pencemaran udara di Ibu Kota, Anies Baswedan menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Dalam Ingub yang berisi tujuh inisiatif tersebut, Anies menetapkan perluasan ganjil-genap di sejumlah wilayah Ibu Kota sebagai upaya menekan polusi dari gas buang kendaraan.
Kebijakan seperti ini wajar saja memicu pro-kontra. Setiap kebijakan yang dibuat memang tidak untuk memuaskan semua pihak. Ada saja yang merasa dirugikan atau kecewa. Tapi yang terpenting adalah Pemprov DKI membuat kebijakan berdasarkan pertimbangan yang matang serta didasari kajian mendalam.
Dalam konteks ganjil-genap, Pemprov DKI tentu melihat kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan umum. Jika ganjil-genap tidak diberlakukan maka bisa dibayangkan bagaimana masa depan lalu lintas Jakarta. Kemacetan akan bertambah parah dan kualitas udara akan makin buruk, meskipun sesungguhnya jumlah kendaraan yang makin banyak bukan faktor satu-satunya yang membuat udara memburuk. Saat ini ada sekitar 24.897.391 unit kendaraan bermotor di Jakarta, dan 75% di antaranya sepeda motor.
Ada pun pertambahan mobil baru di Jakarta sekitar 150.000-200.000 unit per tahun. Total mobil diperkirakan mencapai 3,5 juta unit. Nah , melihat pertambahan kendaraan yang sangat pesat dan pada saat yang sama tidak ditopang oleh penambahan ruas jalan, maka tidak ada pilihan lain Pemprov DKI selain menggunakan jurus demi jurus dalam mengendalikan kemacetan dan polusi udara.
Di tengah berbagai upaya mengendalikan pengguna kendaraan pribadi, Pemprov DKI juga harus berpacu membenahi sistem transportasi di Jakarta. Perluasan dan penambahan durasi ganjil-genap seharusnya hanya solusi sementara. Ke depan harus ada transportasi umum yang nyaman dan aman serta tepat waktu. Khusus dalam hal mengatasi polusi udara, penting untuk segera mewujudkan industri mobil listrik dengan pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan.
(nag)