Wafat di Mekkah, Berikut Riwayat Hidup Mbah Moen
A
A
A
JAKARTA - Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, bangsa Indonesia kembali berduka atas kabar wafatnya Ulama Kharismatik, Kiai NU, dan tokoh terpandang di PPP, KH Maimoen Zubair atau akrab disapa Mbah Moen. Mbah Moen wafat di Mekkah saat menunaikan Rukun kelima yakni Ibadah Haji, pada Selasa (6/8/2019) waktu setempat.
"Ya betul. Kami dapat info duka dari yang dampingi beliau selama di mekkah. Kami sangat kehilangan beliau. Dua hari lalu saya masih sempat sowan beliau dan masih sehat wal afiat. Kami sangat kehilangan. Sekarang kami lagi perjalanan ke RS," kata Wakil Sekjen DPP PPP, Achmad Baidowi.
Dari penelusuran SINDOnews, Mbah Moen dilahirkan di Karang Mangu, Sarang, Kamis Legi Bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928. Mbah Moen putra pertama dari Kiai Zubair Dahlan. Diriwayatkan Kiai Zubair murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky.
Mbah Moen adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.
Beliau membuktikan, ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Mbah moen memulai pendidikan langsung dari ayahnya. Sejak kecil, beliau sudah belajar banyak tentang ilmu yang biasa dikenalkan dalam pesantren seperti Nahwu, Shorof, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan ilmu Syara lainnya.
Tidak mengherankan, pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl.
Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Tak puas dengan berbagai bidang ilmu agama yang dikuasainya, saat menginjak usia 21 tahun, Mbah Moen menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH Ahmad bin Syu’aib.
Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:
- Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
- Syekh Al-Imam Hasan Al-Masysyath
- Sayyid Amin Al-Quthbi
- Syekh Yasin bin Isa Al- Fadani
- Syekh Abdul Qodir Almandily
Kiprah beliau dalam mengembangkan dakwah dan agama berlanjut dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.
Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil 'jadi orang' karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren Beliau.
Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH Ubab Maimun PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH Maimoen Zubair pada tahun 1967.
Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla.
Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C. Komplek B dikembangkan oleh KH Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma'hadul Ulumis Syar'iyah.
Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh Mbah Maimoen, putra KH Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan.
Perkembangan jumlah santri PP Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik. Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina.
Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain.
Terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.
"Ya betul. Kami dapat info duka dari yang dampingi beliau selama di mekkah. Kami sangat kehilangan beliau. Dua hari lalu saya masih sempat sowan beliau dan masih sehat wal afiat. Kami sangat kehilangan. Sekarang kami lagi perjalanan ke RS," kata Wakil Sekjen DPP PPP, Achmad Baidowi.
Dari penelusuran SINDOnews, Mbah Moen dilahirkan di Karang Mangu, Sarang, Kamis Legi Bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928. Mbah Moen putra pertama dari Kiai Zubair Dahlan. Diriwayatkan Kiai Zubair murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky.
Mbah Moen adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.
Beliau membuktikan, ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Mbah moen memulai pendidikan langsung dari ayahnya. Sejak kecil, beliau sudah belajar banyak tentang ilmu yang biasa dikenalkan dalam pesantren seperti Nahwu, Shorof, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan ilmu Syara lainnya.
Tidak mengherankan, pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl.
Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Tak puas dengan berbagai bidang ilmu agama yang dikuasainya, saat menginjak usia 21 tahun, Mbah Moen menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH Ahmad bin Syu’aib.
Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:
- Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
- Syekh Al-Imam Hasan Al-Masysyath
- Sayyid Amin Al-Quthbi
- Syekh Yasin bin Isa Al- Fadani
- Syekh Abdul Qodir Almandily
Kiprah beliau dalam mengembangkan dakwah dan agama berlanjut dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.
Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil 'jadi orang' karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren Beliau.
Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH Ubab Maimun PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH Maimoen Zubair pada tahun 1967.
Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla.
Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C. Komplek B dikembangkan oleh KH Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma'hadul Ulumis Syar'iyah.
Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh Mbah Maimoen, putra KH Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan.
Perkembangan jumlah santri PP Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik. Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina.
Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain.
Terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.
(maf)