KPK Sebut Ada Potensi Jerat Korporasi dalam Suap Meikarta
A
A
A
JAKARTA - KPK terus mengembangkan penyidikan kasus suap proyek Meikarta. Lembaga antirasuah itu menyatakan, kemungkinan adanya tersangka baru setelah penetapan tersangka Iwa Karniwa dan Bartholomeus Toto.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menegaskan, penetapan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka penerima suap dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Bartholomeus Toto sebagai tersangka pemberi suap bukan akhir dalam perjalanan kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perizinan proyek Pembangunan Meikarta milik Lippo Group di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dengan total luas lokasi proyek 438 hektar (ha).
Saut memaparkan, ada sejumlah nama baik korporasi maupun sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap ini. Keterlibatan tersebut telah tertuang dalam surat tuntutan dan pertimbangan tuntutan, tercantum dalam putusan dan pertimbangan putusan, serta fakta-fakta dalam persidangan empat terdakwa pemberi dan lima penerima suap.
Dia menggariskan, dari sisi pemberi suap telah terungkap yakni terdakwa suap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan tiga konsultan perizinan Lippo Group Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi bersama-sama dengan Bartholomeus Toto.
"Kapan yang belum itu mereka ditersangkakan, tentu itu strategi penyidik. KPK tentu bertahap. Jadi bukan tidak diproses. Kemudian mengenai perusahaannya itu juga sama. Kita akan lihat proses tahapan berikutnya. Untuk dinaikkan ke korporasinya kita akan lihat seperti apa, sejauh apa mereka mendapatkan sesuatu dan keuntungan dari tindak pidana yang dilakukan," tegas Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 29 Juli 2019 malam.
Mantan staf ahli kepala BIN ini mengungkapkan, dari sisi pejabat Pemkab Bekasi sebagai penerima suap memang tidak hanya lima terdakwa penerima suap. Saut menegaskan, untuk pengurusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi 2017 tidak hanya ada peran tersangka Iwa Karniwa dan terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
Saat pembahasan dan pengesahan Perda RDTR tersebut, tutur Saut, ada peran, keterlibatan, dan penerimaan uang oleh sejumlah anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi. Selain itu dia membenarkan, sebelum terjadi penerimaan uang oleh tersangka Iwa Karniwa lebih dulu ada pertemuan yang dihadiri Iwa, Neneng Rahmi, dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat sekaligus Bendahara DPD PDI Jawa Barat Waras Wasisto.
"Kita akan terus mengembangkan. Jadi ini hanya persoalan waktu saja. Penyidik pasti punya strategi untuk orang-orang itu ya. Intinya adalah kenapa dipisahkan (penetapan tersangka) tentu itu strategi penyidikan. Kadang-kadang pimpinan ingin cepat, tapi penyidik punya strategi," tandasnya.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menegaskan, penetapan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka penerima suap dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Bartholomeus Toto sebagai tersangka pemberi suap bukan akhir dalam perjalanan kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perizinan proyek Pembangunan Meikarta milik Lippo Group di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dengan total luas lokasi proyek 438 hektar (ha).
Saut memaparkan, ada sejumlah nama baik korporasi maupun sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap ini. Keterlibatan tersebut telah tertuang dalam surat tuntutan dan pertimbangan tuntutan, tercantum dalam putusan dan pertimbangan putusan, serta fakta-fakta dalam persidangan empat terdakwa pemberi dan lima penerima suap.
Dia menggariskan, dari sisi pemberi suap telah terungkap yakni terdakwa suap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan tiga konsultan perizinan Lippo Group Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi bersama-sama dengan Bartholomeus Toto.
"Kapan yang belum itu mereka ditersangkakan, tentu itu strategi penyidik. KPK tentu bertahap. Jadi bukan tidak diproses. Kemudian mengenai perusahaannya itu juga sama. Kita akan lihat proses tahapan berikutnya. Untuk dinaikkan ke korporasinya kita akan lihat seperti apa, sejauh apa mereka mendapatkan sesuatu dan keuntungan dari tindak pidana yang dilakukan," tegas Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 29 Juli 2019 malam.
Mantan staf ahli kepala BIN ini mengungkapkan, dari sisi pejabat Pemkab Bekasi sebagai penerima suap memang tidak hanya lima terdakwa penerima suap. Saut menegaskan, untuk pengurusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi 2017 tidak hanya ada peran tersangka Iwa Karniwa dan terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
Saat pembahasan dan pengesahan Perda RDTR tersebut, tutur Saut, ada peran, keterlibatan, dan penerimaan uang oleh sejumlah anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi. Selain itu dia membenarkan, sebelum terjadi penerimaan uang oleh tersangka Iwa Karniwa lebih dulu ada pertemuan yang dihadiri Iwa, Neneng Rahmi, dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat sekaligus Bendahara DPD PDI Jawa Barat Waras Wasisto.
"Kita akan terus mengembangkan. Jadi ini hanya persoalan waktu saja. Penyidik pasti punya strategi untuk orang-orang itu ya. Intinya adalah kenapa dipisahkan (penetapan tersangka) tentu itu strategi penyidikan. Kadang-kadang pimpinan ingin cepat, tapi penyidik punya strategi," tandasnya.
(cip)