991 ASN Langgar Netralitas, 299 Disanksi dan 692 Masih Diproses
A
A
A
JAKARTA - Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas yang dilakukan aparatur sipil negara (ASN) pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Dari hasil sinkronisasi tersebut sebanyak 991 ASN terlibat pelanggaran netralitas.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN, Mohammad Ridwan mengatakan bahwa jumlah tersebut meruapakan data pelanggaran netralitas ASN dari Januari 2018 hingga Juni 2019. Dia menyebut 99,5% pelanggaran netralitas dilakukan oleh ASN instansi pemerintah daerah (pemda).
“Dari total tersebut, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing,” ujar Ridwan dalam siaran persnya, Selasa 23/7/2019.
Ridwan mengungkapkan terdapat dua jenis pelanggaran dan hukuman bagi ASN yang melanggar netralitas. Pertama, jenis pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang.
Pelanggaran jenis ini misalnya ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye, mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon, memberi dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau calon kepala daerah/wakil kepala daerah, dan terlibat kampanye untuk mendukung calon kepala daerah/wakil kepala daerah. Lalu mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
“Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun,” ungkapnya.
Sementara jenis pelanggaran netralitas kedua adalah yang berkategori hukuman disiplin berat. Pelanggaran ini meliputi peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, dan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
“Sanksi yang diterapkan dapat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Pembebasan dari jabatan hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,” pungkasnya.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN, Mohammad Ridwan mengatakan bahwa jumlah tersebut meruapakan data pelanggaran netralitas ASN dari Januari 2018 hingga Juni 2019. Dia menyebut 99,5% pelanggaran netralitas dilakukan oleh ASN instansi pemerintah daerah (pemda).
“Dari total tersebut, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing,” ujar Ridwan dalam siaran persnya, Selasa 23/7/2019.
Ridwan mengungkapkan terdapat dua jenis pelanggaran dan hukuman bagi ASN yang melanggar netralitas. Pertama, jenis pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang.
Pelanggaran jenis ini misalnya ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye, mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon, memberi dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau calon kepala daerah/wakil kepala daerah, dan terlibat kampanye untuk mendukung calon kepala daerah/wakil kepala daerah. Lalu mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
“Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun,” ungkapnya.
Sementara jenis pelanggaran netralitas kedua adalah yang berkategori hukuman disiplin berat. Pelanggaran ini meliputi peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, dan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
“Sanksi yang diterapkan dapat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Pembebasan dari jabatan hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,” pungkasnya.
(kri)