Umrah Digital Dinilai Harus Didasari UU Nomor 8 Tahun 2019
A
A
A
JAKARTA - Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melibatkan dua unicorn Traveloka dan Tokopedia dalam bisnis umrah menuai polemik. Pasalnya, rencana ini dikhawatirkan mengancam keberadaan travel umrah yang telah dirintis puluhan tahun.
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi menilai rencana pemerintah memfasilitasi dua unicorn Traveloka dan Tokopedia harus mendasari pada aturan terkait penyelenggaraan ibadah umrah yang tertuang di UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Pemerintah harus belajar dari sejumlah peristiwa atas gesekan dan ekses negatif yang muncul akibat keberadaan digital dan teknologi seperti yang terjadi di transportasi daring (dalam jaringan) maupun di teknologi finanasial (tekfin)," ujarnya kepada SINDOnews, Sabtu (20/7/2019).
Menurutnya, kunci dari berbagai persoalan yang muncul dari digital dan teknologi ini adalah persoalan di regulasi. Pemerintah dan DPR tampak gagap dalam merespons perubahan di sektor publik.
"Padahal, tugas pemerintah dan badan negara pembuat UU (DPR) semestinya sigap dan cekatan dalam menangkap gejala sosial ini," ucap dia.
Dalam konteks rencana fasilitasi umrah berbasis digital ini, kata Ferdian, pemerintah harus menjelaskan secara detail terkait rencana tersebut. Bisnis digital seperti apa yang hendak dimasuki oleh dua unicorn tersebut?
"Karena UU Nomor 8 Tahun 2019 telah rigid mengatur dari hulu hingga hilir penyelenggaraan perjalanan ibadah haji dan umrah," tandasnya.
Prinsip dasar dalam hukum administrasi negara, tambah dia, tindakan pemerintah dalam hal ini administratur negara harus terhindar dari kesalahan, paksaan, dan dipastikan taat pada undang-undang. Dia berpandangan kampanye diskursus revolusi 4.0 selama lima tahun terakhir ini tak berbanding lurus dengan ketersediaan regulasi dan aturan yang benar-benar memiliki visi berbasiskan digital dan teknologi.
"Kekisruhan yang muncul di lapangan ekses dari digital dan teknologi disebabkan ketiadaan regulasi yang berkarakter disruptif," tutupnya.
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi menilai rencana pemerintah memfasilitasi dua unicorn Traveloka dan Tokopedia harus mendasari pada aturan terkait penyelenggaraan ibadah umrah yang tertuang di UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Pemerintah harus belajar dari sejumlah peristiwa atas gesekan dan ekses negatif yang muncul akibat keberadaan digital dan teknologi seperti yang terjadi di transportasi daring (dalam jaringan) maupun di teknologi finanasial (tekfin)," ujarnya kepada SINDOnews, Sabtu (20/7/2019).
Menurutnya, kunci dari berbagai persoalan yang muncul dari digital dan teknologi ini adalah persoalan di regulasi. Pemerintah dan DPR tampak gagap dalam merespons perubahan di sektor publik.
"Padahal, tugas pemerintah dan badan negara pembuat UU (DPR) semestinya sigap dan cekatan dalam menangkap gejala sosial ini," ucap dia.
Dalam konteks rencana fasilitasi umrah berbasis digital ini, kata Ferdian, pemerintah harus menjelaskan secara detail terkait rencana tersebut. Bisnis digital seperti apa yang hendak dimasuki oleh dua unicorn tersebut?
"Karena UU Nomor 8 Tahun 2019 telah rigid mengatur dari hulu hingga hilir penyelenggaraan perjalanan ibadah haji dan umrah," tandasnya.
Prinsip dasar dalam hukum administrasi negara, tambah dia, tindakan pemerintah dalam hal ini administratur negara harus terhindar dari kesalahan, paksaan, dan dipastikan taat pada undang-undang. Dia berpandangan kampanye diskursus revolusi 4.0 selama lima tahun terakhir ini tak berbanding lurus dengan ketersediaan regulasi dan aturan yang benar-benar memiliki visi berbasiskan digital dan teknologi.
"Kekisruhan yang muncul di lapangan ekses dari digital dan teknologi disebabkan ketiadaan regulasi yang berkarakter disruptif," tutupnya.
(kri)