IHSG dan Rupiah Kompak Menguat

Selasa, 16 Juli 2019 - 06:15 WIB
IHSG dan Rupiah Kompak...
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat
A A A
JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kompak menguat. Indeks yang terus bertengger di zona hijau sepanjang perdagangan naik 44,8 poin atau 0,7% ke level 6.418 pada penutupan perdagangan sesi kedua.

Begitu pula dengan kurs rupiah, yang meninggalkan level Rp14.000 per dolar AS ke level Rp13.905 per dolar AS ketika perdagangan berakhir sesi sore. Mengawali perdagangan, IHSG langsung melaju 36 poin ke level 6.409 dan terus menanjak 52,8 poin atau 0,82% ke level 6.426 hingga penutupan perdagangan sesi pertama.

Sebanyak 575.575 kali transaksi senilai Rp8,8 triliun. Tercatat 227 saham menguat, sekitar 183 saham melemah, dan 152 saham stagnan. Pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hingga meninggalkan level Rp14.000 per dolar AS memang sudah diprediksi oleh kalangan analis ekonomi.

Bila mencermati kinerja rupiah lima hari terakhir maka penguatan rupiah ke level Rp13.905 per dolar AS tercatat paling tinggi, sedangkan level terendah pada posisi Rp14.250 per dolar AS. Penguatan rupiah kali ini termasuk tertinggi sejak Februari 2019, yang sempat bertengger di level Rp13.920-an. Rupiah menjadi penekan paling kuat terhadap mata uang Paman Sam.

Penguatan IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang sudah diprediksi sejumlah pengamat ekonomi. Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sabtu pekan lalu, mengembuskan sentimen positif pada pasar saham dan pasar uang.

Meski demikian, sentimen positif pertemuan Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT, Lebak Bulus dan diakhiri makan siang bersama di Senayan yang membuat perdagangan saham menghijau dan rupiah menguat terhadap dolar AS, dinilai para ekonom bersifat hanya temporer.

Selain faktor politik, penguatan indeks dan rupiah juga tidak lepas dari kinerja Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) yang mencatat surplus pada Juni lalu, serta kepastian kebijakan pemerintah menurunkan tarif pajak terhadap dunia usaha.

Publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik membeberkan NPI kembali mencetak surplus sebesar USD200 juta, yang terbentuk dari selisih kinerja ekspor sebesar USD11,78 miliar dan impor sebesar USD11,58 miliar.

Walau demikian, kinerja ekspor mencatat penurunan sekitar 8,98%, sebaliknya kinerja impor meningkat 2,80% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja ekspor sepanjang Juni lalu dipengaruhi harga minyak mentah dunia yang anjlok dari sebelumnya rata-rata USD68,7 per barel menjadi USD61 per barel.

Begitu pula harga batu bara yang menjadi salah satu komoditas andalan mengalami tekanan. Tercatat, penurunan harga batu bara, kelapa sawit, dan minyak kernel berkontribusi 15% dari total ekspor. Sebaliknya, komoditas karet, cokelat, emas, dan perak mencatat kenaikan harga.

Selain penurunan sejumlah harga komoditas, ternyata cuti bersama sepanjang Juni lalu juga berdampak pada kinerja ekspor. Cuti bersama selama sembilan hari berpengaruh signifikan terhadap aktivitas ekspor yang termonitor dari pergerakan dokumen ekspor yang melambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara itu, kinerja impor menurun USD2,95 miliar sepanjang Juni dibandingkan Mei 2019 disebabkan hampir semua impor komoditas melemah. Namun, penurun impor paling dalam terjadi pada sektor minyak dan gas. Tercatat impor dari China anjlok USD1,04 miliar, diikuti Malaysia yang turun USD190 juta, dan Brasil yang menipis USD177 juta.

Sebaliknya, impor dari Jepang naik USD82,8 juta, Australia bertambah USD67,9 juta, dan Singapura meningkat USD36,5 juta. Sebelum NPI Juni 2019 diumumkan BPS, Presiden Jokowi sudah meminta seluruh kementerian/lembaga untuk bekerja optimal dalam meningkatkan ekspor agar NPI tidak jeblok.

Faktor lain yang memberi sentimen positif atas kenaikan IHSG dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah kepastian dari pemerintah dalam memenuhi janji menurunkan tarif pajak kepada dunia usaha.

Mengawali pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membocorkan bahwa Rancangan Undang-Undang untuk penurunan tarif pajak badan usaha sedang difinalisasi dan diharapkan sudah bisa disampaikan kepada Presiden bulan depan.

Wacana penurunan tarif pajak untuk dunia usaha sudah lama bergulir, tetapi belum ada kepastian kapan terwujudnya. Kita berharap sentimen positif selalu berembus tiada henti, tentu puncaknya nanti pada susunan kabinet untuk masa periode kedua pemerintahan Jokowi.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8161 seconds (0.1#10.140)