Saatnya Melangkah Bersama

Minggu, 14 Juli 2019 - 07:58 WIB
Saatnya Melangkah Bersama
Saatnya Melangkah Bersama
A A A
JAKARTA - Ketegangan politik yang terjadi jauh hari sebelum Pemilu 2019 hingga kemarin seketika mencair saat presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan pesaingnya, Prabowo Subianto, bertemu di Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Lebak Bulus, Jakarta, kemarin.

Pertemuan monumental ini sekaligus menebarkan harapan bahwa semua pihak yang berseteru sebagai dampak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019—termasuk para pendukung pasangan nomor urut 01 Jokowi-KH Ma’ruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto- Sandiaga Uno—bisa kembali bersatu dan melangkah bersama untuk membangun bangsa ini ke depan.

Harapan ini bukan isapan jempol karena baik Jokowi maupun Prabowo menegaskan pentingnya persatuan demi masa depan bangsa. Keduanya bahkan mengajak para pendukung dan seluruh rakyat Indonesia untuk turut kembali bersatu sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

“Marilah kita rajut, kita gerakkan kembali, persatuan kita sebagai sebuah bangsa. Karena kompetisi global dan antarnegara sekarang ini semakin ketat sehingga memerlukan sebuah kebersamaan dalam membangun negara yang kita cintai,” ujar Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo tak menutupi rasa bahagianya bisa bersilaturahmi dengan Prabowo pascapilpres. Dia menyatakan terima kasihnya kepada pihak yang mengatur pertemuan tersebut. Jokowi pun meminta pertemuan tersebut bisa ditiru para pendukung sehingga mereka bisa bersatu kembali.

“Tidak ada lagi yang namanya 01 tidak ada lagi yang namanya 02. Tidak ada lagi yang namanya ‘cebong’. Tidak ada lagi yang namanya ‘kampret’. Yang ada adalah garuda. Garuda Pancasila,” ucapnya.

Prabowo Subianto pun mengungkapkan hal yang senada. Walaupun pertemuan seolah-olah tidak formal, menurut Prabowo pertemuan tersebut memiliki suatu dimensi dan arti yang sangat penting.

“Ada yang bertanya kenapa Pak Prabowo belum ucapkan selamat atas ditetapkannya Pak Jokowi sebagai presiden 2019-2024. Saya katakan saya ini bagaimana pun ada ewuh pakewuh, ada tata krama. Jadi, kalau ucapan selamat maunya langsung tatap muka,” ungkap Prabowo.

Mantan Danjen Kopassus TNI AD itu mengaku dirinya dan Presiden Jokowi adalah sahabat. Meski keduanya bersaing saat berkontes di Pilpres 2019, apa yang dilakukan tidak lebih sebagai tuntutan politik dan demokrasi.

“Jadi, kalau kita kadang-kadang bersaing, kadangkadang saling mengkritik itu tuntutan politik dan demokrasi. Tetapi sesudah berkompetisi dan bertarung dengan keras, kita tetap dalam kerangka keluarga besar Republik Indonesia.

Kita sama-sama anak bangsa, kita sama-sama patriot, dan sama-sama ingin berbuat terbaik untuk bangsa,” tuturnya. Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu lantas menuturkan bahwa dirinya memanfaatkan pertemuan dengan Jokowi untuk menyampaikan hal-hal demi kebaikan bersama.

Prabowo tak lupa juga mengucapkan selamat bekerja. “Menjadi presiden itu mengabdi. Masalah yang dipikul besar. Kami siap membantu kalau diperlukan. Mohon maaf kalau kita mengkritik Bapak sekali-sekali,” ujarnya.

Selama pertemuan, Jokowi tampak didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.

Tampak hadir juga Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Erick Thohir; dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo, dan Sufmi Dasco Ahmad.

Pertemuan yang terjadi sekitar pukul 10.05 WIB diawali dengan bersalaman di depan loket Stasiun MRT Lebak Bulus. Senyum terpancar dari wajah keduanya dalam pertemuan hangat tersebut. Momen itu langsung diabadikan oleh para jurnalis yang telah menunggunya sejak pagi hari.

Masyarakat yang sedang berada di stasiun MRT pun langsung riuh menyambut pertemuan keduanya. Kemudian keduanya berjalan bersama, menuju tap gate, lalu bergegas naik menuju peron stasiun.

Sesaat setelah keduanya naik di gerbong 2. Selama di perjalanan, keduanya terlihat tak henti mengobrol dengan akrab dan hangat. Tawa ringan keduanya sesekali menyelingi obrolan keduanya.

Mereka kemudian berhenti di Stasiun MRT Senayan dan bersamasama menuju Mal FX Senayan untuk makan bersama. Saat di restoran, Jokowi dan Prabowo kembali duduk semeja dan melanjutkan obrolan ringan dan hangat sambil menikmati sajian sate kambing, sate ayam, lontong, pecel madiun, ongol-ongol, hingga es kelapa batok.

Usai santap siang bersama, Prabowo berpamitan untuk pulang terlebih dulu dengan diantar Kepala BIN Budi Gunawan. Nama Budi Gunawan atau BG turut menjadi sorotan karena berperan di balik pertemuan bersejarah tersebut.

“(Yang menjembatani) Ada Pak Pram (Pramono Anung), ada Pak BG, Pak Edhy Prabowo. Itu orang baik semua, mereka memang bersahabat ya,” kata Budi Karya di FX Senayan Jakarta, kemarin. Sekretaris Kabinet Pramono Anung membenarkan hal tersebut.

Dia bersyukur upaya mempertemukan Jokowi-Prabowo bisa terwujud. Selain pertemuan Jokowi dan Prabowo, pertemuan penting juga terjadi kemarin, yakni antara cawapres nomor urut 2 Sandiaga Uno dengan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma’ruf Amin, Erick Thohir. Kedua dipertemukan dalam acara yang digelar Gerakan Milenial Indonesia (GMI) di Kemang Village, Jakarta Selatan.

Antusiasme Publik
Pertemuan Jokowi dan Prabowo di MRT memanen respons positif dari masyarakat. Mereka mengapresiasi pertemuan tersebut dan berharap tidak ada lagi permusuhan politik, dan sebaliknya semua pihak kembali bersatu pada membangun Indonesia.

Respons demikian di antaranya disampaikan Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas. Haedar menyebut pertemuan keduanya merupakan momentum yang sangat bagus dan elok dalam kehidupan politik kebangsaan.

“Pertemuan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas dan berbagai komponen bangsa,” ucapnya saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta kemarin.

Dengan adanya pertemuan itu, dia menilai Jokowi dan Prabowo telah memberikan contoh kenegarawanan yang sangat tinggi. Kontestasi politik ternyata tidak menyebabkan retaknya hubungan sesama tokoh bangsa. Di sisi lain, dia melihat pertemuan itu menguatkan kohesi sosial masyarakat atau rekonsiliasi.

“Yaitu ketika dalam pilpres yang lalu ada suasana pembelahan politik dan itu wajar, tetapi setelah pemilu selesai dan proses sengketa politik diselesaikan oleh MK, Pak Jokowi dan Pak Prabowo menutupnya dengan silaturahim sehingga rekonsiliasi nasional memperoleh legitimasi yang kuat dari kedua tokoh dan elite puncak yang berkontes dalam pilpres yang lalu,” katanya.

Tak kalah penting, Haedar menilai pertemuan Jokowi dan Prabowo telah menjadi energi bagi kehidupan kebangsaan. Dia pun mengajak masyarakat move on dan melangkah ke depan untuk membangun bangsa dan negara seperti diinginkan bersama.”

Jangan sampai suasana kehidupan politik yang cukup lama dalam bingkai pemilu kemudian energi kolektif menjadi melemah,” ujarnya. Robikin Emhas mengapresiasi pertemuan dan menilai pertemuan tersebut mengonfirmasi sikap kenegarawanan Jokowi dan Prabowo.

”Sebagai simbol kekuatan politik yang bersaing ketat dalam pilpres, bertemunya kedua tokoh tersebut juga merupakan harapan bagi semakin terkonsolidasinya demokrasi di Indonesia,” ucapnya.

Dia kemudian berharap dengan bertemunya Jokowi dan Prabowo, polarisasi dan perpecahan yang terjadi selama pilpres, baik di level elite politik maupun di kalangan masyarakat bisa betul-betul berakhir.”Semua kembali bersatu dan bahu membahu untuk Indonesia yang lebih baik,” harapnya.

Mantan ketua MK Mahfud MD mengatakan pertemuan Prabowo dan Jokowi sebagai pesan simbolik yang cukup bagus. Sebab, pertemuan itu bisa menghilangkah adanya spekulasi pihak-pihak yang ingin memecah belah kedua tokoh tersebut.

“Pertemuan itu memberi pesan, kita akan melihat. Kalau ada yang masih mempersoalkan biarin saja, misal kuasa hukum masih menuntut ke MA atau kuasa hukum masih menuntut pelanggaran di MA,” katanya.

Mahfud menjelaskan, pertemuan yang simbolik dihadapkan pada pertanyaan yang baru, apa yang dilakukan berikutnya. Dalam pandangannya, inti dari pertemuan itu rekonsiliasi, yakni kembali ke posisi masing-masing sesuai dengan konstitusi dan menghentikan pertikaian politik dalam isu Pilpres 2019.

”Pilihannya ada dua, satu berkoalisi atau bergabung dengan pemerintah bagi pihak yang kalah dan kedua menjadi pengontrol atau oposisi. Bergabung atau oposisi itu tidak dilarang. Itu tidak melanggar hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua dewan kehormatan PAN Amien Rais belum bisa memberikan keterangan soal pertemuan Prabowo-Jokowi di MRT Lebak Bulus, Jakarta, kemarin. Dia mengaku baru bisa memberikan komentar setelah mengetahui pasti apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu.

”Mengenai ini, saya harus hati-hati karena sangat dekat dengan Mas Prabowo sehingga tidak bisa memberikan komentar apa pun itu. Sebelum memberi komentar, saya akan tanya dulu, apa betul sudah membahas rekonsiliasi dan kursi dan lain-lain,” kata Amien di kediamannya kemarin.

Dia sendiri berharap pihak Prabowo tetap berada di luar pemerintah untuk lima tahun ke depan. Dalam pandangannya, posisi itu sangat terhormat demi melakukan pengawasan. “Kalau pada bergabung nanti tidak tahu apa lagi yang diawasi. Nanti kalau suara DPR sama dengan eksekutif, itu pertanda lonceng kematian demokrasi,” ucapnya.

Amien pun mengingatkan, kalau parlemen sudah dikooptasi eksekutif atau menjadi jubirnya eksekutif, maka demokrasi mengalami musibah yang paling berat dan tidak bisa bangkit kembali. “Jadi saya kira begitu dulu. Saya akan kasih agak tuntas di Kantor DPP PAN, Senin (15/7/2019) pukul 2 siang,” ujarnya. (Dita Angga/Neneng Zubaidah/Priyo Setyawan/Sindonews)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1112 seconds (0.1#10.140)