KPK Tetapkan Gubernur Kepri Tersangka Suap dan Gratifikasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun dan tiga orang lainnya sebagai tersangka suap pengurusan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi di Provinsi Kepri. Selain itu Nurdin juga ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, beberapa waktu lalu KPK menerima dari laporan masyarakat tentang adanya indikasi transaksional terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Setelah melakukan proses penyelidikan secara tertutup, kemudian tim KPK diturunkan lapangan.
Tim KPK juga telah menerima informasi akan terjadi serah-terima uang di Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri pada Rabu, 10 Juli 2019 kemarin. Tim kemudian bergerak cepat menangkap tujuh orang. Mereka yakni Gubernur Kepri periode 2016-2021 Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikananan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri Budi Hartono, pengusaha Abu Bakar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Kepri berinisial NWN, dan dua staf Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri.
Saat operasi tangkap tangan (OTT), tim KPK menyita uang SGD6.000 dari tangan Budi Hartono saat Hartono keluar Pelabuhan Sri Bintan Pura sekitar pukul 13.30 WIB. Berikutnya, tim menyita uang dalam bentuk enam mata uang saat menangkap Nurdin di Rumah Dinas Gubernur pukul 19.30 WIB. Uang dalam bentuk mata uang berada dalam sebuah tas. Masing-masing SGD43.942, USD5.303, 5 Euro, 407 Ringgit Malaysia, 500 Riyal Arab Saudi, dan Rp132.610.000.
Setelah melakukan pemeriksaan di Polres Tanjungpinang dan pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, kemudian diputuskan penyelidikan dinaikkan ke penyidikan atas pengurusan pengajuan izin reklamasi di Tanjung Piayu, Kota Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Bersamaan dengan itu KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka suap. Mereka yakni Nurdin Basirun, Edy Sofyan, dan Budi Hartono sebagai penerima suap dari Abu Bakar.
"NBA (Nurdin Basirun) diduga menerima uang dari ABK (Abu Bakar) baik secara langsung maupun melalui EDS (Edy Sofyan) dalam beberapa kali kesempatan. Rinciannya tanggal 30 Mei 2019 sebesar SGD5.000 dan Rp45 juta kemudian tanggal 10 Juli 2019 tambahan uang sebesar SGD6.000 kepada NBA melalui BUH (Budi Hartono)," tegas Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/7/2019) malam.
Setelah penerimaan suap termin pertama terjadi, kemudian pada 31 Mei 2019 Pemprov Kepri menerbitkan izin reklamasi untuk Abu Bakar seluas 10,2 hektare. Basaria melanjutkan, dalam proses pemeriksaan juga ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) lain yang dilakukan Nurdin yakni dalam delik penerimaan gratifikasi.
"Uang-uang dalam tas yang kami sita dari rumah dinas gubernur saat tim mengamankan NBA (Nurdin) itu merupakan uang gratifikasi yang diterimanya. Karena tidak hanya ABK yang mengajukan izin reklamasi," tegas Basaria.
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua ini mengungkapkan, Nurdin sebagai penerima suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B (gratifikasi) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. Terhadap Edy dan Hartono dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. Untuk Abu Bakar disangkakan dengan Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, beberapa waktu lalu KPK menerima dari laporan masyarakat tentang adanya indikasi transaksional terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Setelah melakukan proses penyelidikan secara tertutup, kemudian tim KPK diturunkan lapangan.
Tim KPK juga telah menerima informasi akan terjadi serah-terima uang di Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri pada Rabu, 10 Juli 2019 kemarin. Tim kemudian bergerak cepat menangkap tujuh orang. Mereka yakni Gubernur Kepri periode 2016-2021 Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikananan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri Budi Hartono, pengusaha Abu Bakar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Kepri berinisial NWN, dan dua staf Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri.
Saat operasi tangkap tangan (OTT), tim KPK menyita uang SGD6.000 dari tangan Budi Hartono saat Hartono keluar Pelabuhan Sri Bintan Pura sekitar pukul 13.30 WIB. Berikutnya, tim menyita uang dalam bentuk enam mata uang saat menangkap Nurdin di Rumah Dinas Gubernur pukul 19.30 WIB. Uang dalam bentuk mata uang berada dalam sebuah tas. Masing-masing SGD43.942, USD5.303, 5 Euro, 407 Ringgit Malaysia, 500 Riyal Arab Saudi, dan Rp132.610.000.
Setelah melakukan pemeriksaan di Polres Tanjungpinang dan pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, kemudian diputuskan penyelidikan dinaikkan ke penyidikan atas pengurusan pengajuan izin reklamasi di Tanjung Piayu, Kota Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Bersamaan dengan itu KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka suap. Mereka yakni Nurdin Basirun, Edy Sofyan, dan Budi Hartono sebagai penerima suap dari Abu Bakar.
"NBA (Nurdin Basirun) diduga menerima uang dari ABK (Abu Bakar) baik secara langsung maupun melalui EDS (Edy Sofyan) dalam beberapa kali kesempatan. Rinciannya tanggal 30 Mei 2019 sebesar SGD5.000 dan Rp45 juta kemudian tanggal 10 Juli 2019 tambahan uang sebesar SGD6.000 kepada NBA melalui BUH (Budi Hartono)," tegas Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/7/2019) malam.
Setelah penerimaan suap termin pertama terjadi, kemudian pada 31 Mei 2019 Pemprov Kepri menerbitkan izin reklamasi untuk Abu Bakar seluas 10,2 hektare. Basaria melanjutkan, dalam proses pemeriksaan juga ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) lain yang dilakukan Nurdin yakni dalam delik penerimaan gratifikasi.
"Uang-uang dalam tas yang kami sita dari rumah dinas gubernur saat tim mengamankan NBA (Nurdin) itu merupakan uang gratifikasi yang diterimanya. Karena tidak hanya ABK yang mengajukan izin reklamasi," tegas Basaria.
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua ini mengungkapkan, Nurdin sebagai penerima suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B (gratifikasi) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. Terhadap Edy dan Hartono dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. Untuk Abu Bakar disangkakan dengan Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
(whb)