Waspadai Perdagangan Orang Melalui Industri Pariwisata
A
A
A
JAKARTA - Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin berkembang seiring dengan majunya teknologi komunikasi dan industri pariwisata nasional.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengimbau kedua hal tersebut patut diwaspadai. Pasalnya, bisa menjadi peluang bagi oknum untuk menjadikan perempuan dan anak sebagai korban TPPO. Oleh karenanya, diperlukan inovasi dan kreativitas dalam melakukan literasi terkait perdagangan orang dan literasi digital, utamanya kepada kaum milenial.
“TPPO adalah kejahatan serius. Di era modern ini, modus dan cara TPPO sangat beragam dan terus berkembang. Berdasarkan pengalaman kami dalam menangani kasus TPPO, selama ini industri pariwisata seringkali memanfaatkan perempuan dan anak sebagai pekerja dan daya tarik,” ungkap Yohana pada Diskusi Publik Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Yohana menjelaskan, banyak modus yang digunakan pelaku TPPO di antaranya turis yang mengajarkan bahasa asing kepada anak - anak. Para orang tua merasa bangga jika anak-anaknya bergaul dengan para turis. Padahal, jika tidak diawasi dengan baik hal tersebut bisa saja berakhir kepada pelecehan seksual bahkan TPPO.
"Dirinya berkunjung ke luar negeri dan seringkali mengunjungi shelter-shelter korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal. Sebagian besar korban tersebut berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat," katanya.
Dia selalu mengingatkan agar para orang tua terus mengawasi anak - anak mereka, terutama bagi kaum milenial dari dampak negatif teknologi. “Generasi milenial cenderung melihat dunia dengan cara yang berbeda, borderless, semua kini serba digital dan online. Kita semua harus bersinergi dalam upaya melindungi generasi milenial dengan ide kreatif dan inovatif,” jelasnya.
Ketua KPAI, Susanto mengatakan ada beberapa kasus yang menjadikan target TPPO mulai bergeser, yang semula berada di kota, saat ini pindah ke desa. Para pelaku berpikir bahwa di desa relatif lebih aman untuk melakukan aktivitas TPPO. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. “Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. Pertama, literasi terkait pencegahan perdagangan orang bagi anak. Menurutnya di era komunikasi sangat diperlukan literasi digital,” katanya.
“Berdasarkan laporan yang diterima pihak KPAI, kebanyakan kasus terkait perdagangan orang yang berawal dari komunikasi cyber, seperti media sosial. Maka literasi merupakan hal yang mendasar. Kedua, penanganan terkait kasus berbasis TPPO. Ketiga, rehabilitasi korban TPPO. Keempat, proses hukum. Negara harus tegas. Tidak ada toleransi bagi pelaku aktivitas TPPO,” tambah Susanto.
Sementara dalam hal penanganan kasus-kasus TPPO, di tingkat nasional dan daerah telah dilakukan sinergis antara anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO). Pada 2018 hingga pertengahan tahun 2019 GT PP TPPO telah menangani kasus 11 perempuan yang jadi korban trafficking ke Tiongkok dengan modus pengantin pesanan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengimbau kedua hal tersebut patut diwaspadai. Pasalnya, bisa menjadi peluang bagi oknum untuk menjadikan perempuan dan anak sebagai korban TPPO. Oleh karenanya, diperlukan inovasi dan kreativitas dalam melakukan literasi terkait perdagangan orang dan literasi digital, utamanya kepada kaum milenial.
“TPPO adalah kejahatan serius. Di era modern ini, modus dan cara TPPO sangat beragam dan terus berkembang. Berdasarkan pengalaman kami dalam menangani kasus TPPO, selama ini industri pariwisata seringkali memanfaatkan perempuan dan anak sebagai pekerja dan daya tarik,” ungkap Yohana pada Diskusi Publik Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Yohana menjelaskan, banyak modus yang digunakan pelaku TPPO di antaranya turis yang mengajarkan bahasa asing kepada anak - anak. Para orang tua merasa bangga jika anak-anaknya bergaul dengan para turis. Padahal, jika tidak diawasi dengan baik hal tersebut bisa saja berakhir kepada pelecehan seksual bahkan TPPO.
"Dirinya berkunjung ke luar negeri dan seringkali mengunjungi shelter-shelter korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal. Sebagian besar korban tersebut berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat," katanya.
Dia selalu mengingatkan agar para orang tua terus mengawasi anak - anak mereka, terutama bagi kaum milenial dari dampak negatif teknologi. “Generasi milenial cenderung melihat dunia dengan cara yang berbeda, borderless, semua kini serba digital dan online. Kita semua harus bersinergi dalam upaya melindungi generasi milenial dengan ide kreatif dan inovatif,” jelasnya.
Ketua KPAI, Susanto mengatakan ada beberapa kasus yang menjadikan target TPPO mulai bergeser, yang semula berada di kota, saat ini pindah ke desa. Para pelaku berpikir bahwa di desa relatif lebih aman untuk melakukan aktivitas TPPO. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. “Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. Pertama, literasi terkait pencegahan perdagangan orang bagi anak. Menurutnya di era komunikasi sangat diperlukan literasi digital,” katanya.
“Berdasarkan laporan yang diterima pihak KPAI, kebanyakan kasus terkait perdagangan orang yang berawal dari komunikasi cyber, seperti media sosial. Maka literasi merupakan hal yang mendasar. Kedua, penanganan terkait kasus berbasis TPPO. Ketiga, rehabilitasi korban TPPO. Keempat, proses hukum. Negara harus tegas. Tidak ada toleransi bagi pelaku aktivitas TPPO,” tambah Susanto.
Sementara dalam hal penanganan kasus-kasus TPPO, di tingkat nasional dan daerah telah dilakukan sinergis antara anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO). Pada 2018 hingga pertengahan tahun 2019 GT PP TPPO telah menangani kasus 11 perempuan yang jadi korban trafficking ke Tiongkok dengan modus pengantin pesanan.
(cip)