RUU Keamanan dan Siber untuk Perlindungan Informasi dan Data

Kamis, 04 Juli 2019 - 19:34 WIB
RUU Keamanan dan Siber untuk Perlindungan Informasi dan Data
RUU Keamanan dan Siber untuk Perlindungan Informasi dan Data
A A A
JAKARTA - Juru Bicara (Jubir) Fraksi Partai Gerindra untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber, Elnino M Husein Mohi menjelaskan, bahwa RUU itu dimaksudkan agar Indonesia memiliki kedaulatan informasi dan data.

Khususnya, melindungi situs-situs lembaga negara agar tidak mudah diretas oleh negara lain seperti situs Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ya itu kan yang pertama, kita harus sadar bahwa dunia sudah berubah bahwa yang tadinya kita anggap dunia maya ternyata lebih real dari pada dunia yang sebenarnya. Nah, jadi kalau dalam keadaan kaya gitu, maka di dunia maya itu di internet itu kita mesti punya kedaulatan informasi dan kedaulatan data," kata Elnino seusai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

"Misalnya kemarin nih, ini kasus-kasis aja ya, situs KPU bisa diretas oleh siapa saja di luar negeri, kita mesti memiliki pertahanan yang kuat di di situ. Situs TNI juga situs semua lembaga negara kita harus kuat. Jangan sampai, dengan mudahnya diretas, dihack oleh luar negeri," sambungnya.

Kemudian lanjut Elnino, Indonesia harus punya visi untuk menciptakan kedaulatan data. Faktanya saat ini, belanja bandwith Indonesia setiap tahunnya mencapai Rp43 triliun dan uang itu mengalir ke luar negeri.

Sementara, isi atau konten yang dibeli atau diakses dari aplikasi milik luar negeri itu bukanlah hal-hal yang mencerdaskan bagi anak bangsa. Karena itu, hal itu akan coba diatasi dalam RUU ini.

"Misalnya gini, youtube yang banyak orang akses sekarang adalah hal-hal yang tidak produktif. Itu di Indonesia lho. Sementara itu kan bandwithnya untuk mengakses itu besar. Belinya kemana? Kita beli ke Singapura, kita beli ke Hong Kong, kita beli ke Silicone Valley di Amerika," ungkapnya.

"Sementara, Rp 43 triliun setiap tahun dan data dari operator ternyata paling banyak digunakan untuk pornografi dan lain-lain. Ini juga harus kita perhatikan. Dalam UU ini harus jadi sesuatu yang dianggap penting," tambahnya.

Menurut Anggota Komisi I DPR ini, RUU ini memang belum menyentuh pada regulasi yang mengharuskan negara membuat search engine dan aplikasi media sosial (medsos) sendiri.

Namun, Indonesia bisa meniru China yang menciptakan itu dan memproteksi warga negaranya dari informasi-informasi k dari luar yang merusak. Sehingga diharapkan bahwa pada perkembangannya RUU ini bisa menyentul soal aplikasi over the top (OTT).

"Ya kalau sampai ke sana sih lebih bagus. Ini untuk menyempurnakan UU ITE dan juga UU Telko (telekomunikasi). Jadi, bicarakan over the top, aplikasi OTT itu jauh lebih bagus dibandingkan anak-anak bangsa ini kelamaan di aplikasi-aplikasi milik luar negeri," harapnya.

Soal penyelesaian RUU di sisa masa kerja DPR yang kurang dari 3 bulan, dia menegaskan bahwa DPR periode saat ini ingin menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting dari keamanan dan pertahanan siber dalam negeri.

"Yang mana itu harus ditangani dengan UU dan kalaupun belum selesai akan diajukan kembali di DPR selanjutnya," tuturnya.

Kata dia, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang akan mendapatkan amanat dari RUU ini untuk mengamankan siber negara. "Siber ini kan enggak ada batasnya, cuma concern-nya di BSSN. Yang sangat concern dengan siber itu ya BSSN," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6916 seconds (0.1#10.140)