Fadli Zon: Tantangan Perdamaian Dunia Semakin Kompleks

Selasa, 02 Juli 2019 - 17:20 WIB
Fadli Zon: Tantangan...
Fadli Zon: Tantangan Perdamaian Dunia Semakin Kompleks
A A A
JAKARTA - Tantangan perdamaian dunia semakin kompleks. Untuk itu, parlemen memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan mendorong lahirnya produk legislasi yang mendukung budaya dan praktik perdamaian.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam acara Second International Forum “Development of Parliamentarism”, yang diselenggarakan di World Trade Center (WTC), Moskow, Rusia, Senin, 1 Juli 2019. Kegiatan tahunan yang diinisiasi Parlemen Rusia, Duma ini dihadiri delegasi dari 132 negara dengan 800 anggota parlemen.

Pada pertemuan tersebut, ada tiga topik penting yang dibahas yakni, isu keamanan internasional, proses penyusunan undang-undang di era digital, serta kerja sama parlemen. Sebagai Ketua Tim Diplomasi Parlemen yang membidangi politik, hukum dan keamanan, dalam kesempatan itu Fadli Zon membahas isu keamanan.

Menurut Fadli Zon, Indonesia adalah negara maritim. Keamanan maritim (maritime security) merupakan isu penting yang perlu diperhatikan. Sejak zaman dulu, kata Fadli, laut telah menjadi elemen penting dalam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Di era digital sekarang ini, 90% perdagangan dunia masih dilakukan melalui jalur laut.

"Itu sebabnya semua negara harus berkepentingan agar keamanan maritim tetap terjaga. Bagaimanapun, pembajakan, perampokan bersenjata, penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), penyelundupan manusia, juga terorisme, masih menjadi isu keamanan maritim," katanya, Selasa (2/7/2019).

Didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Fadli juga menekankan agar maritim tidak boleh dijadikan arena konflik dan adu supremasi. Menurut dia, maritim adalah arena perdamaian yang harus dijaga bersama. Itu sebabnya prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal harus terus dijaga. "Parlemen bisa memainkan peranan penting, terutama dalam mendorong konsultasi dan negosiasi yang lebih cair dan bersahabat terkait sejumlah sengketa, seperti yang terjadi di Laut Cina Selatan," katanya.

Sebagai negara yang sering disebut sebagai ‘Benua Maritim’, sambung Fadli, Indonesia tentu saja ikut berupaya menjaga ketertiban dan perdamaian di laut melalui berbagai forum bilateral, regional dan multilateral. Salah satunya dengan memainkan peran penting meningkatkan kerja sama maritim melalui IORA (The Indian Ocean Rim Association). "Di luar ancaman yang bersifat tradisional, ancaman lain yang membayangi stabilitas global adalah terkait keamanan dunia maya. Dunia kita saat ini memang dibentuk oleh kemajuan teknologi dan inovasi digital serta cyber," ujarnya.
Fadli Zon: Tantangan Perdamaian Dunia Semakin Kompleks

Teknologi digital dan cyber telah mendorong banyak sekali inovasi. Namun, jika tak dikelola, dunia maya dapat menjadi tempat berkembang biaknya teror, kebencian, dan juga berita palsu. Di tengah dunia yang saling terkoneksi, ancaman di satu belahan dunia bisa segera tereskalasi menjadi ancaman global.

"Saya menggaris bawahi bahwa untuk menghadapi tantangan yang timbul dari penggunaan dan penyalahgunaan infrastruktur digital, masyarakat internasional perlu mengembangkan serta menyepakati prinsip-prinsip etika bersama yang menghormati prinsip kedaulatan negara," ujarnya.

Karenanya, dunia maya juga harus dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan serta mempromosikan demokrasi dan toleransi. Itu sebabnya kesenjangan digital antara negara maju dengan berkembang harus segera dijembatani. "Saya juga terus menyuarakan pentingnya solidaritas dan pembelaan terhadap kemerdekaan Palestina. Dukungan kita kepada rakyat Palestina merupakan amanat konstitusi sekaligus amanat para founding fathers, yang sejak dulu menegaskan jika setiap penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," kata Fadli.

Dalam konstitusi Indonesia, kata dia, menghapus kata penjajahan disebut lebih dulu sebelum kata perdamaian. Jadi, mustahil bisa menciptakan perdamaian dunia jika masih menoleransi penjajahan satu bangsa atas bangsa lainnya. Fadli menegaskan, keadilan adalah kata kunci untuk menciptakan keamanan dan perdamaian. "Inilah yang terus mendorong saya sebagai Ketua Tim Diplomasi Parlemen untuk terus-menerus mengangkat misalnya, isu Rohingya dan juga Uighur di dalam berbagai forum internasional," katanya.

Diskriminasi, penganiayaan, serta ketidakadilan seperti yang dialami kelompok minoritas Rohingya di Myanmar, serta kaum muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, tidak boleh dibiarkan terjadi. Untuk membangun arsitektur keamanan dan perdamaian, institusi parlemen memegang kunci penting.

"Anggota parlemen dari seluruh dunia harus berkomitmen dalam mendorong lahirnya produk legislasi yang mendukung budaya dan praktik perdamaian, meratifikasi konvensi-konvensi perdamaian internasional, serta mendorong rekonsiliasi antara pihak-pihak yang terlibat konflik," katanya.

Tidak hanya itu, anggota parlemen juga harus memanfaatkan keanggotaan di organisasi-organisasi antar-parlemen untuk mendiskusikan solusi terbaik bagi keamanan dan perdamaian, termasuk melalui forum yang difasilitasi Duma ini. "Dengan kata lain, anggota parlemen harus bertindak sebagai agen perdamaian dan keamanan. Mereka harus bisa menerjemahkan komitmen internasional ke dalam undang-undang nasional negaranya dan mengawasi pelaksanaannya oleh pihak pemerintah," katanya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6580 seconds (0.1#10.140)