Sikapi Putusan MK, Perludem Nilai Pidato Prabowo Tak Tulus
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai bahwa pidato Calon Presiden (Capres) 02, Prabowo Subianto setelah putusan Mahkamah Kostitusi (MK) pada Kamis (27/6/2019) malam tidak tulus karena masih menggunakan catatan kaki terhadap penerimaan putusan MK tersebut. Bagaimanapun, apa yang disampaikan Prabowo akan berdampak pada pemikiran para pendukungnya.
“Pesan dari bubarnya Koalisi Adil Makmur adalah bahwa ada partai yang akan masuk ke koalisi pemerintah. Ini seharusnya jadi pelajaran bagi para pemilih yang terbelah sedemikian rupa, padahal realita politik seperti ini, elite akan biasa-biasa saja pasca pemilu,” ujar Titi dalam Polemik Trijaya FM yang bertajuk “Endgame: Peta Politik Pasca Putusan MK” di d’Consulate Resto Menteng, Jakarta, Sabtu (29/6/2019).
Menurut Titi, yang sebenarnya harus dipulihkan adalah masyarakat pemilih karena faktanya polarisasi terjadi di masyarakat dan itu sangat dalam. Sehingga, tidak cukup kemudian hanya rekonsiliasi politik yang dimaknai dengan ambil bagian di koalisi pemeritah tapi rekonsiliasi sosial di masyarakat Indonesia.
“Karena, yang betul-betul terdampak oleh koalisi yang tidak alamiah (karena adanya ambang batas pencalonan presiden) itu dan terbelahnya masyarakat,” jelas Titi.
Karena itu, Titi menyayangkan bahwa pidato Prabowo terdengar belum tulus dalam menerima putusan MK. Karena, dalam pidato tersebut masih terdapat catatan kaki terhadap pengakuan putusan MK di awal. Padahal, apa yang dikatakan Prabowo sangat memengaruhi masyarakat untuk berekonsiliasi.
“Itu belum tulus terlihat dalam pidato Pak Prabowo kemarin. Pidato Pak Prabowo kemarin masih pakai disclaimer, atau catatan kaki lah. Meskipun di belakang publik bisa menelepon langsung (Prabowo telepon Jokowi), mungkin bisa saja, teknologi itu yang membuat pengakuan bisa terpublikasi, privat pun enggak, itu yang diperlukan itu Pak Prabowo mau menerima Pemilu 2019,” tandasnya.
“Pesan dari bubarnya Koalisi Adil Makmur adalah bahwa ada partai yang akan masuk ke koalisi pemerintah. Ini seharusnya jadi pelajaran bagi para pemilih yang terbelah sedemikian rupa, padahal realita politik seperti ini, elite akan biasa-biasa saja pasca pemilu,” ujar Titi dalam Polemik Trijaya FM yang bertajuk “Endgame: Peta Politik Pasca Putusan MK” di d’Consulate Resto Menteng, Jakarta, Sabtu (29/6/2019).
Menurut Titi, yang sebenarnya harus dipulihkan adalah masyarakat pemilih karena faktanya polarisasi terjadi di masyarakat dan itu sangat dalam. Sehingga, tidak cukup kemudian hanya rekonsiliasi politik yang dimaknai dengan ambil bagian di koalisi pemeritah tapi rekonsiliasi sosial di masyarakat Indonesia.
“Karena, yang betul-betul terdampak oleh koalisi yang tidak alamiah (karena adanya ambang batas pencalonan presiden) itu dan terbelahnya masyarakat,” jelas Titi.
Karena itu, Titi menyayangkan bahwa pidato Prabowo terdengar belum tulus dalam menerima putusan MK. Karena, dalam pidato tersebut masih terdapat catatan kaki terhadap pengakuan putusan MK di awal. Padahal, apa yang dikatakan Prabowo sangat memengaruhi masyarakat untuk berekonsiliasi.
“Itu belum tulus terlihat dalam pidato Pak Prabowo kemarin. Pidato Pak Prabowo kemarin masih pakai disclaimer, atau catatan kaki lah. Meskipun di belakang publik bisa menelepon langsung (Prabowo telepon Jokowi), mungkin bisa saja, teknologi itu yang membuat pengakuan bisa terpublikasi, privat pun enggak, itu yang diperlukan itu Pak Prabowo mau menerima Pemilu 2019,” tandasnya.
(kri)