Inilah Simulasi Kursi Pimpinan DPR dan AKD versi Fahri Hamzah
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah melakukan simulasi komposisi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD) periode 2019-2024 mengacu pada hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Dalam hitungannya, semua partai yang lolos ke parlemen memunginkan untuk mendapatkan jabatan pimpinan di parlemen. PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu akan mendominasi kursi pimpinan di Senayan.
Berdasarkan hasil pleno KPU, PDIP memperoleh 128 kursi DPR (22,3%), disusul Partai Golkar dengan 85 kursi (14,8%), dan Partai Gerindra 78 kursi (13,6%). Perolehan kursi Partai Golkar lebih besar meskipun Partai Gerindra unggul jumlah suara. Kemudian, Partai NasDem 59 kursi (10,3%), PKB 58 kursi (10,1%), Partai Demokrat 54 kursi (9,4%), PKS 50 kursi (8,7%), PAN 44 kursi (7,7%), dan PPP 19 kursi (3,3%).
Menurut Fahri, sebagai pemenang pemilu, PDIP bakal mendapatkan jatah kursi ketua DPR. Partai banteng moncong putih diperkirakan akan menempatkan Puan Maharani, menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sebagai Ketua DPR. “Saya dengar Ibu Puan yang diutuskan,” ujar Fahri saat menjadi pembicara pada acara diskusi di Media Center, DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Sedangkan jabatan wakil ketua akan dijabat Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, dan PKB. Selain pimpinan parlemen, Fahri juga melakukan simulasi pengisian pimpinan AKD. Menurut dia, PDIP akan mendapatkan empat posisi ketua AKD, Partai Golkar, NasDem, PKB, dan Demokrat masing-masing dua kursi. Sedangkan PKS, PPP, dan PAN mendapatkan satu kursi. “Total Ada 17 jabatan ketua AKD,” terang politikus asal Sumbawa, NTB itu.
Sementara untuk posisi wakil ketua AKD, PDIP akan mendapatkan 15, Partai Golkar 10, Partai Gerindra 9, Partai NasDem 7, PKB 6, Partai Demokrat 6, PKS 6, PAN 5 dan PPP 2. Total posisi wakil ketua AKD sebanyak 66 kursi.
Fahri menjelaskan bahwa prinsip sistem presidensialisme harus ditegakkan. Menurutnya, jika partai politik, terutama pimpinannya kurang menghayati makna presidensialisme maka AKD tidak terlalu bebas dan leluasa. Dia khawatir parlemen hanya mengikuti apa kata pemerintah karena partai koalisi Jokowi mendominasi.
Mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu berharap anggota DPR periode 2019-2024 nanti "agak nakal" sehingga check and balances di parlemen bisa berjalan dengan baik. "Ini yang akan saya panasi,” ucapnya. Dia pun berencana meluncurkan buku putih. “Agar 575 anggota DPR baru merasa panas dan gampang dipanasi,” lanjutnya.
Fahri menambahkan, prinsip presidensialisme di parlemen harus terwujud. Menurut dia, DPR dalam desain legislatif dan sistem presidensialisme adalah bersifat oposisi. Karena itu, tuturnya, apa pun partainya pada dasarnya adalah oposisi terhadap pemerintah.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, dirinya sangat gembira jika Puan Maharani nanti menjadi ketua DPR. Itu merupakan sejarah baru bangsa Indonesia. Ia semakin bangga dengan PDIP yang ketua umumnya perempuan. ”Dulu Indonesia punya wapres perempuan, presiden perempuan, dan akan memiliki ketua DPR perempuan,” ucapnya.
Terkait dengan prinsip presidensialisme, Eva mengatakan, sistem itu harus disesuaikan dengan konstitusi negara yaitu demokrasi Pancasila. Menurut dia, dalam demokrasi Pancasila, oposisi tidak terlalu dikenal. “Karena kita maunya gotong-royong,” terang dia. Kelebihan sistem presidensialisme di Indonesia adalah adanya power sharing.
Berdasarkan hasil pleno KPU, PDIP memperoleh 128 kursi DPR (22,3%), disusul Partai Golkar dengan 85 kursi (14,8%), dan Partai Gerindra 78 kursi (13,6%). Perolehan kursi Partai Golkar lebih besar meskipun Partai Gerindra unggul jumlah suara. Kemudian, Partai NasDem 59 kursi (10,3%), PKB 58 kursi (10,1%), Partai Demokrat 54 kursi (9,4%), PKS 50 kursi (8,7%), PAN 44 kursi (7,7%), dan PPP 19 kursi (3,3%).
Menurut Fahri, sebagai pemenang pemilu, PDIP bakal mendapatkan jatah kursi ketua DPR. Partai banteng moncong putih diperkirakan akan menempatkan Puan Maharani, menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sebagai Ketua DPR. “Saya dengar Ibu Puan yang diutuskan,” ujar Fahri saat menjadi pembicara pada acara diskusi di Media Center, DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Sedangkan jabatan wakil ketua akan dijabat Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, dan PKB. Selain pimpinan parlemen, Fahri juga melakukan simulasi pengisian pimpinan AKD. Menurut dia, PDIP akan mendapatkan empat posisi ketua AKD, Partai Golkar, NasDem, PKB, dan Demokrat masing-masing dua kursi. Sedangkan PKS, PPP, dan PAN mendapatkan satu kursi. “Total Ada 17 jabatan ketua AKD,” terang politikus asal Sumbawa, NTB itu.
Sementara untuk posisi wakil ketua AKD, PDIP akan mendapatkan 15, Partai Golkar 10, Partai Gerindra 9, Partai NasDem 7, PKB 6, Partai Demokrat 6, PKS 6, PAN 5 dan PPP 2. Total posisi wakil ketua AKD sebanyak 66 kursi.
Fahri menjelaskan bahwa prinsip sistem presidensialisme harus ditegakkan. Menurutnya, jika partai politik, terutama pimpinannya kurang menghayati makna presidensialisme maka AKD tidak terlalu bebas dan leluasa. Dia khawatir parlemen hanya mengikuti apa kata pemerintah karena partai koalisi Jokowi mendominasi.
Mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu berharap anggota DPR periode 2019-2024 nanti "agak nakal" sehingga check and balances di parlemen bisa berjalan dengan baik. "Ini yang akan saya panasi,” ucapnya. Dia pun berencana meluncurkan buku putih. “Agar 575 anggota DPR baru merasa panas dan gampang dipanasi,” lanjutnya.
Fahri menambahkan, prinsip presidensialisme di parlemen harus terwujud. Menurut dia, DPR dalam desain legislatif dan sistem presidensialisme adalah bersifat oposisi. Karena itu, tuturnya, apa pun partainya pada dasarnya adalah oposisi terhadap pemerintah.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, dirinya sangat gembira jika Puan Maharani nanti menjadi ketua DPR. Itu merupakan sejarah baru bangsa Indonesia. Ia semakin bangga dengan PDIP yang ketua umumnya perempuan. ”Dulu Indonesia punya wapres perempuan, presiden perempuan, dan akan memiliki ketua DPR perempuan,” ucapnya.
Terkait dengan prinsip presidensialisme, Eva mengatakan, sistem itu harus disesuaikan dengan konstitusi negara yaitu demokrasi Pancasila. Menurut dia, dalam demokrasi Pancasila, oposisi tidak terlalu dikenal. “Karena kita maunya gotong-royong,” terang dia. Kelebihan sistem presidensialisme di Indonesia adalah adanya power sharing.
(pur)