Patroli Siber Grup WA Dinilai Berlebihan
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Polri yang akan melakukan patrol siber di grup WhatsApp (WA) sebagai langkah menanggulangi penyebaran berita bohong (hoaks) dinilai sebagai sebuah langkah yang berlebihan.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai bahwa pengawasan grup WA oleh Polri sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak sesuai dengan semangat ketika pembuatan Undang-Undang Informasi dan Transasksi Elektronika (ITE). ”Pertama saya melihat ini sebuah langkah yang tidak bijak karena grup WA itu sifatnya kan tertutup, bukan publik. Artinya (anggotanya) diundang. Kalau tidak sepakat ya keluar,” katanya.
Kharis khawatir pengawasan grup WA justru akan mengekang orang untuk berpendapat. ”Bagaimana kalau misalnya polisi yang patroli, misalnya lagi pandangannya dengan orang yang tidak disukai, itu jadi bahaya sekali, bisa abuse of power,” tutur politikus PKS ini, Selasa (18/6/2019).
Dia mengatakan bahwa adanya kebijakan ini memungkinkan orang saling melaporkan, saling mengintai sehingga tidak ada kenyamanan dalam hidup bermasyarakat.
”Kami saat membuat Undang-Undang ITE itu (disebutkan) grup WA itu tertutup, bukan publik. Kalau ada satu anggota grup yang tidak sepakat dengan tulisan di grup itu ya dia keluar atau admin group mengingatkan. Kebayang kalau orang salah kirim. Contoh saya lagi bercanda dengan teman akrab, ’ah dasar item lho’, kemudian kekirim di grup WA, kemudian orang tidak terima kemudian melaporkan. Saya melihat saya tidak sepakat dengan grup WA dipatroli walaupun alasannya kalau ada yang melakukan criminal,” tuturnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai bahwa pengawasan grup WA oleh Polri sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak sesuai dengan semangat ketika pembuatan Undang-Undang Informasi dan Transasksi Elektronika (ITE). ”Pertama saya melihat ini sebuah langkah yang tidak bijak karena grup WA itu sifatnya kan tertutup, bukan publik. Artinya (anggotanya) diundang. Kalau tidak sepakat ya keluar,” katanya.
Kharis khawatir pengawasan grup WA justru akan mengekang orang untuk berpendapat. ”Bagaimana kalau misalnya polisi yang patroli, misalnya lagi pandangannya dengan orang yang tidak disukai, itu jadi bahaya sekali, bisa abuse of power,” tutur politikus PKS ini, Selasa (18/6/2019).
Dia mengatakan bahwa adanya kebijakan ini memungkinkan orang saling melaporkan, saling mengintai sehingga tidak ada kenyamanan dalam hidup bermasyarakat.
”Kami saat membuat Undang-Undang ITE itu (disebutkan) grup WA itu tertutup, bukan publik. Kalau ada satu anggota grup yang tidak sepakat dengan tulisan di grup itu ya dia keluar atau admin group mengingatkan. Kebayang kalau orang salah kirim. Contoh saya lagi bercanda dengan teman akrab, ’ah dasar item lho’, kemudian kekirim di grup WA, kemudian orang tidak terima kemudian melaporkan. Saya melihat saya tidak sepakat dengan grup WA dipatroli walaupun alasannya kalau ada yang melakukan criminal,” tuturnya.
(pur)