Diperiksa KPK, Rektor UIN Sunan Ampel Bantah Suap Romahurmuziy
A
A
A
JAKARTA - Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy membantah pernah memberikan uang untuk tersangka Muchammad Romahurmuziy (Rommy), dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan atau Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi pada Kementerian Agama 2018/2019.
Masdar Hilmy terlihat merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 15.00 WIB, Senin (17/6/2019). Masdar mengakui penyidik memeriksanya sebagai saksi untuk tersangka Romahurmuziy dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan pada Kementerian Agama.
Masdar menyatakan, dirinya mengikuti proses seleksi calon rektor UIN Sunan Ampel Surabaya periode 2018-2023 pada 2018 lalu sesuai prosedur. Dia menggariskan, proses seleksi tahap akhir termasuk uji kepatutan dan kelayakan serta hasilnya merupakan kewenangan Komisi Seleksi.
"Yang jelas semua (proses seleksi) melalui komsel (Komite Seleksi). Sesuai aturan seleksi (untuk dijadikan sebagai acuan). Saya nggak tahu sejauh mana peran Rommy dalam pemilihan rektor," ujar Masdar di lobi depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Dia mengklaim tidak pernah memberikan uang untuk mantan Ketum DPP PPP guna memuluskan Masdar menduduki jabatan rektor. Sekali lagi Masdar mengatakan, proses seleksi diikuti Masdar sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
"Nggak ada. Tidak ada sama sekali. Saya tidak sama sekali. Saya tidak ditarget sama sekali. Ada Komsel-nya. Sesuai aturan seleksi," ucapnya.
Berikut salinan Keputusan Menteri Agama Nomor 228/2018 tentang Ketua dan Anggota Komisi Seleksi Calon Rektor/ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri pada Kementerian Agama Tahun 2018. Keputusan ini diteken Menag Lukman Hakim Saifuddin pada 18 April 2018
Komisi Seleksi diketuai Kamarudin Amin (Dirjen Pendidikan Islam Kemenag). Enam anggota yakni Nur Syam (Sekretaris Jenderal Kemenag saat itu), Mohamad Nur Kholis Setiawan (Inspektur Jenderal Kemenag saat itu) Nasaruddin Umar (mantan Wakil Menteri Agama), Aflatun Muchtar (mantan Rektor UIN Raden Fatah Palembang), Syafiq A Mughni (mantan Rektor Univerostas Muhammadiyah Sidoarjo yang kini Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban), dan Mohammad Atho Mudzhar (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Masdar Hilmy terlihat merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 15.00 WIB, Senin (17/6/2019). Masdar mengakui penyidik memeriksanya sebagai saksi untuk tersangka Romahurmuziy dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan pada Kementerian Agama.
Masdar menyatakan, dirinya mengikuti proses seleksi calon rektor UIN Sunan Ampel Surabaya periode 2018-2023 pada 2018 lalu sesuai prosedur. Dia menggariskan, proses seleksi tahap akhir termasuk uji kepatutan dan kelayakan serta hasilnya merupakan kewenangan Komisi Seleksi.
"Yang jelas semua (proses seleksi) melalui komsel (Komite Seleksi). Sesuai aturan seleksi (untuk dijadikan sebagai acuan). Saya nggak tahu sejauh mana peran Rommy dalam pemilihan rektor," ujar Masdar di lobi depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Dia mengklaim tidak pernah memberikan uang untuk mantan Ketum DPP PPP guna memuluskan Masdar menduduki jabatan rektor. Sekali lagi Masdar mengatakan, proses seleksi diikuti Masdar sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
"Nggak ada. Tidak ada sama sekali. Saya tidak sama sekali. Saya tidak ditarget sama sekali. Ada Komsel-nya. Sesuai aturan seleksi," ucapnya.
Berikut salinan Keputusan Menteri Agama Nomor 228/2018 tentang Ketua dan Anggota Komisi Seleksi Calon Rektor/ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri pada Kementerian Agama Tahun 2018. Keputusan ini diteken Menag Lukman Hakim Saifuddin pada 18 April 2018
Komisi Seleksi diketuai Kamarudin Amin (Dirjen Pendidikan Islam Kemenag). Enam anggota yakni Nur Syam (Sekretaris Jenderal Kemenag saat itu), Mohamad Nur Kholis Setiawan (Inspektur Jenderal Kemenag saat itu) Nasaruddin Umar (mantan Wakil Menteri Agama), Aflatun Muchtar (mantan Rektor UIN Raden Fatah Palembang), Syafiq A Mughni (mantan Rektor Univerostas Muhammadiyah Sidoarjo yang kini Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban), dan Mohammad Atho Mudzhar (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
(pur)