Indonesia dan Gastronomi

Kamis, 13 Juni 2019 - 08:01 WIB
Indonesia dan Gastronomi
Indonesia dan Gastronomi
A A A
Kita tentu bangga dengan segera ditetapkannya kawasan Ubud di Kabupaten Gianyar, Bali sebagai destinasi wisata gastronomi internasional sesuai standar dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pariwisata Dunia atau United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Namun, apa itu gastronomi? Masyarakat umum mungkin belum banyak yang tahu tentang gastronomi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa gastronomi adalah seni menyiapkan hidangan yang lezat-lezat; tata boga. Sekilas memang mirip dengan kuliner. KBBI mendefinisikan kuliner sebagai yang berhubungan dengan masak-memasak.

Presiden Indonesian Gastronomy Association (IGA) Indra Ketaren pernah menyederhanakan dengan kuliner itu masak-masak, sedangkan gastronomi itu lebih ke makan-makan. Persamaan keduanya pada makanan. Sementara itu, yang lain menyebutkan bahwa gastronomi adalah sebuah ilmu mengenai hubungan makanan dan seni budaya. Ilmu tersebut secara holistis menjadi satu kesatuan proses yang dimulai dari mencari sejarah, memilih bahan baku, persiapan sebelum memasak, proses memasak, penyajian dengan memperhatikan kandungan gizi. Secara singkat, gastronomi dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang makanan dan budaya.

Kata kunci dari gastronomi adalah makanan dan budaya atau bagaimana makanan itu tercipta. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menjelaskan, selama ini diketahui ada sertifikasi untuk restoran, sedangkan gastronomi yang disertifikasi satu kawasan (Ubud), makanya sifatnya holistis. Tentu penilaian sebuah wilayah untuk mendapat sertifikat gastronomi lebih komprehensif. Bahkan, pemerintah melakukan inventarisasi aset dan atraksi gastronomi termasuk memetakan kesiapan industri dan pelaku usaha yang kemudian dibukukan dalam sebuah laporan dan diajukan ke UNWTO. Penilaian UNWTO dari proses verifikasi dan analisis melalui metode yang cukup detail, termasuk 600 wawancara dengan kuesioner kepada semua stakeholders gastronomi, produsen, hotel, restoran, chefs , inisiator festival makanan, pemerintah daerah, penyedia transportasi, akademisi, dan wisatawan.

Untuk dapat dinyatakan sebagai prototipe, terdapat lima kriteria standar untuk Destinasi Gastronomi UNWTO yaitu gaya hidup, produk lokal, budaya dan sejarah, cerita di balik makanan, serta nutrisi dan kesehatan. Nah , melihat kriteria di atas, tentu Indonesia mempunyai semua. Hampir semua makanan lokal asli Indonesia mempunyai cerita. Hadirnya sebuah makanan lokal tidak terlepas dari kondisi geografis daerah, sosiologi masyarakat, atau budaya masyarakat setempat. Bahkan, ada satu makanan yang hampir bisa ditemui di seluruh Indonesia dengan variasi makanan yang bermacam-macam yaitu soto. Hampir dari ujung barat hingga timur Indonesia, kita bisa mendapatkan variasi makanan soto.

Diyakini juga Indonesia mempunyai ribuan kuliner yang bisa "dijual" ke para wisatawan mancanegara maupun lokal. Mengapa masyarakat Minang menciptakan rendang atau dendeng? Mengapa di Solo ada Selat Solo yang mirip dengan steik ala Eropa dan Amerika? Atau thengkleng yang berisi hanya tulang lunak atau tulang lainnya dari kambing? Atau kenapa masyarakat Maluku menciptakan pepeda? Bahkan, ada cerita apa lahirnya pempek Palembang? Lalu, kenapa Soto Kudus memilih menggunakan daging kerbau dibandingkan daging sapi? Banyak lagi jenis kuliner di Indonesia yang mempunyai gaya hidup, produk lokal, budaya dan sejarah, cerita di balik makanan, serta nutrisi dan kesehatan.

Toh, tidak terlepas dari sertifikasi gastronomi, sebenarnya pemerintah harus bisa memberikan cerita di balik sebuah makanan khas Indonesia. Cerita di balik makanan khas Indonesia mempunyai daya jual yang besar bagi wisatawan. Contohnya thengkleng Solo yang dulunya adalah makanan masyarakat kelas bawah. Ketika masyarakat kelas atas memakan daging kambingnya yang diolah menjadi sate, gulai atau tongseng, masyarakat kelas bawah juga menikmati bagian kambing yang lainnya yaitu tulang lunak, tulang-tulang dan bagian kepala kambing. Begitu juga dengan Sate Kere yang mempunyai cerita yang hampir sama dengan thengkleng. Selat Solo pun mempunyai cerita karena ini dulu makanan ini adalah makanan para pejabat keraton.

Kita bangga dengan sertifikasi gastronomi. Namun, tanpa itu pun, makanan khas Indonesia mempunyai budaya, sejarah, dan cerita di baliknya yang bisa "dijual" ke para wisatawan. Makanan khas Indonesia menjadi salah satu senjata Indonesia untuk meningkatkan jumlah wisatawan.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0560 seconds (0.1#10.140)