Jadi Target Pembunuh Bayaran, Yunarto Wijaya Tak Dendam
A
A
A
JAKARTA - Enam tersangka kasus ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan petinggi lembaga survei yang direncanakan saat kerusuhan 22 Mei 2019 telah ditahan Kepolisian. Irfansyah, salah satu pelaku yang berperan sebagai eksekutor mengaku diperintah Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen untuk mengeksekusi Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Irfansyah dijanjikan mendapatkan bayaran sebesar Rp 5 juta jika misi tersebut sukses. Terkait ancaman, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya mengaku sudah memaafkan pelaku yang berusaha membunuhnya itu.
"Saya pribadi dan keluarga sudah memaafkan dan tak memiliki dendam apapun baik kepada perencana maupun eksekutor," ujar Yunarto kepada SINDOnews, Rabu (12/6/2019).
Dia mengaku, kasus itu membuatnya belajar kembali tentang apa itu kasih. "Memaafkan orang yang memusuhi kita membuat saya merasa lebih bisa mensyukuri dan menikmati kehidupan yang diberikan- Sang Empunya," katanya.
Dia pun menyampaikan terimakasih dan apresiasi sebesar-besarnya untuk langkah-langkah pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI, yang berhasil membuat situasi menjadi kondusif. "Mari kita percayakan proses hukum berjalan tanpa diiringi oleh tekanan dan ujaran kebencian dari pihak manapun," ujarnya.
Dia melanjutkan, kejadian itu harus dilihat bukan dalam konteks keselamatan orang-orang yang ditarget. "Tapi bagaimana demokrasi kita yang telah tercemar.Tercemar ujaran kebencian yang tidak bisa 'membunuh' perbedaan. Tercemar dengan aneka rupa kebohongan yang anti terhadap keberagaman," ungkapnya.
Dia menambahkan, permainan politik identitas dalam perhelatan demokrasi harus diakui sering terjadi di berbagai negara, meski bukan sesuatu yang diharapkan. "Tapi, ketika dilumuri dengan berbagai ujaran kebencian dan hoaks, hasil akhirnya adalah terkoyaknya modal sosial kita sebagai bangsa," paparnya.
Hal tersebut, menurut dia, bukan sekadar untuk disesali, tapi seyogyanya menjadi pembelajaran bersama agar tak lagi terulang di waktu-waktu yang akan datang. "Karena itu, jangan lelah untuk terus mencintai Indonesia. Memperkuat persatuan dan merawat kebinekaan dalam satu tarikan nafas sebagai manusia Indonesia," pungkasnya.
Irfansyah dijanjikan mendapatkan bayaran sebesar Rp 5 juta jika misi tersebut sukses. Terkait ancaman, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya mengaku sudah memaafkan pelaku yang berusaha membunuhnya itu.
"Saya pribadi dan keluarga sudah memaafkan dan tak memiliki dendam apapun baik kepada perencana maupun eksekutor," ujar Yunarto kepada SINDOnews, Rabu (12/6/2019).
Dia mengaku, kasus itu membuatnya belajar kembali tentang apa itu kasih. "Memaafkan orang yang memusuhi kita membuat saya merasa lebih bisa mensyukuri dan menikmati kehidupan yang diberikan- Sang Empunya," katanya.
Dia pun menyampaikan terimakasih dan apresiasi sebesar-besarnya untuk langkah-langkah pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI, yang berhasil membuat situasi menjadi kondusif. "Mari kita percayakan proses hukum berjalan tanpa diiringi oleh tekanan dan ujaran kebencian dari pihak manapun," ujarnya.
Dia melanjutkan, kejadian itu harus dilihat bukan dalam konteks keselamatan orang-orang yang ditarget. "Tapi bagaimana demokrasi kita yang telah tercemar.Tercemar ujaran kebencian yang tidak bisa 'membunuh' perbedaan. Tercemar dengan aneka rupa kebohongan yang anti terhadap keberagaman," ungkapnya.
Dia menambahkan, permainan politik identitas dalam perhelatan demokrasi harus diakui sering terjadi di berbagai negara, meski bukan sesuatu yang diharapkan. "Tapi, ketika dilumuri dengan berbagai ujaran kebencian dan hoaks, hasil akhirnya adalah terkoyaknya modal sosial kita sebagai bangsa," paparnya.
Hal tersebut, menurut dia, bukan sekadar untuk disesali, tapi seyogyanya menjadi pembelajaran bersama agar tak lagi terulang di waktu-waktu yang akan datang. "Karena itu, jangan lelah untuk terus mencintai Indonesia. Memperkuat persatuan dan merawat kebinekaan dalam satu tarikan nafas sebagai manusia Indonesia," pungkasnya.
(pur)