Pengamat: Pileg, DIY Relatif Terbersih, Papua Terindikasi Terkotor
A
A
A
JAKARTA - Pemerhati Pemilu, Politik, dan Kenegaraan Said Salahudin mengatakan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dapat disebut sebagai provinsi yang relatif terbersih dalam menyelenggarakan Pemilu legislatif (Pileg) 2019. Sebab, kata Said, hanya terdapat satu partai politik yang menyoal hasil Pileg di provinsi itu.
Said melanjutkan, berdasarkan data Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), tercatat hanya Partai Berkarya yang menyoal hasil Pileg di provinsi tersebut. Sementara itu, kata dia, semua partai politik menduga telah terjadi pelanggaran atau kecurangan Pemilu di Provinsi Papua.
Dari 16 partai Peserta Pemilu, seluruhnya mengajukan gugatan hasil Pemilu di provinsi itu. "Kalau gugatan Peserta Pemilu ke MK dijadikan sebagai parameter untuk menilai kualitas penyelenggaraan Pemilu, maka DIY boleh saja disebut sebagai provinsi yang relatif paling bersih dalam menyelenggarakan Pemilu," kata Said dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (27/5/2019).
Sebab, lanjut Said, kalau partai politik menilai Pemilu di suatu daerah berlangsung secara tidak jujur dan tidak adil, maka logika atau kecenderungannya akan ada banyak Parpol yang menyoal hasilnya. Tetapi di DIY, ternyata hanya ada satu parpol yang mempersoalkan hasil Pileg di sana.
"Tetapi itu baru sebatas asumsi. Penilaian akhir tentang kualitas Pemilu di daerah itu masih harus menunggu Putusan MK," ujar Dewan Pakar Pusat Konsultasi Hukum Pemilihan Umum (Puskum Pemilu) ini.
Sebab, sambung dia, boleh jadi pelanggaran atau kecurangan Pemilu yang diduga Partai Berkarya terjadi di DIY bisa saja terbukti di persidangan. Demikian pula dengan pelanggaran atau kecurangan Pemilu yang diduga terjadi di Papua. Dugaan itu bisa saja benar, bisa benar sebagian, atau justru memang sesungguhnya tidak terjadi. Mahkamah-lah yang kelak akan menilai.
"Tetapi kalau kuantitas Peserta Pemilu yang mengajukan gugatan ke MK dijadikan sebagai ukuran untuk menilai kualitas Pemilu di provinsi itu, maka Papua dapat diasumsikan sebagai daerah yang terindikasi terkotor dalam menyelenggarakan Pemilu," kata Konsultan Senior Political and constitutional law consulting (Postulat) ini.
Dia mengatakan, alasan parpol menggugat hasil Pemilu itu kan erat kaitannya dengan ketidakpuasan. Said melanjutkan, ketidakpuasan itu lahir karena parpol merasa Pemilu di daerah bersangkutan diwarnai oleh pelanggaran atau kecurangan. "Nah, kalau sampai semua parpol menggugat hasil Pemilu di Papua, boleh jadi memang ada yang tidak beres di daerah itu," pungkas Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) ini.
Said melanjutkan, berdasarkan data Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), tercatat hanya Partai Berkarya yang menyoal hasil Pileg di provinsi tersebut. Sementara itu, kata dia, semua partai politik menduga telah terjadi pelanggaran atau kecurangan Pemilu di Provinsi Papua.
Dari 16 partai Peserta Pemilu, seluruhnya mengajukan gugatan hasil Pemilu di provinsi itu. "Kalau gugatan Peserta Pemilu ke MK dijadikan sebagai parameter untuk menilai kualitas penyelenggaraan Pemilu, maka DIY boleh saja disebut sebagai provinsi yang relatif paling bersih dalam menyelenggarakan Pemilu," kata Said dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (27/5/2019).
Sebab, lanjut Said, kalau partai politik menilai Pemilu di suatu daerah berlangsung secara tidak jujur dan tidak adil, maka logika atau kecenderungannya akan ada banyak Parpol yang menyoal hasilnya. Tetapi di DIY, ternyata hanya ada satu parpol yang mempersoalkan hasil Pileg di sana.
"Tetapi itu baru sebatas asumsi. Penilaian akhir tentang kualitas Pemilu di daerah itu masih harus menunggu Putusan MK," ujar Dewan Pakar Pusat Konsultasi Hukum Pemilihan Umum (Puskum Pemilu) ini.
Sebab, sambung dia, boleh jadi pelanggaran atau kecurangan Pemilu yang diduga Partai Berkarya terjadi di DIY bisa saja terbukti di persidangan. Demikian pula dengan pelanggaran atau kecurangan Pemilu yang diduga terjadi di Papua. Dugaan itu bisa saja benar, bisa benar sebagian, atau justru memang sesungguhnya tidak terjadi. Mahkamah-lah yang kelak akan menilai.
"Tetapi kalau kuantitas Peserta Pemilu yang mengajukan gugatan ke MK dijadikan sebagai ukuran untuk menilai kualitas Pemilu di provinsi itu, maka Papua dapat diasumsikan sebagai daerah yang terindikasi terkotor dalam menyelenggarakan Pemilu," kata Konsultan Senior Political and constitutional law consulting (Postulat) ini.
Dia mengatakan, alasan parpol menggugat hasil Pemilu itu kan erat kaitannya dengan ketidakpuasan. Said melanjutkan, ketidakpuasan itu lahir karena parpol merasa Pemilu di daerah bersangkutan diwarnai oleh pelanggaran atau kecurangan. "Nah, kalau sampai semua parpol menggugat hasil Pemilu di Papua, boleh jadi memang ada yang tidak beres di daerah itu," pungkas Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) ini.
(pur)