BPKH Berencana Investasi di Arab
A
A
A
Setelah pengelolaan dana calon jemaah haji disorot habis-habisan, menyusul penambahan 10.000 kuota, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kini berencana menginvestasikan dana haji di Arab Saudi. Alasannya, untuk mendekatkan kegiatan yang berkaitan dengan urusan haji sehingga para calon jemaah haji mendapatkan manfaat langsung terhadap dana yang sudah dibayarkan. Berinvestasi di Arab Saudi selain mendapatkan imbal hasil juga pemanfaatan berkaitan penyelenggaraan haji sehingga melahirkan efisiensi. Bentuk investasi yang bisa dihadirkan cukup banyak, di antaranya menanam modal untuk pembangunan hotel yang dapat dimanfaatkan setiap saat, terutama dalam menampung calon jemaah haji.Hanya, masalahnya kegiatan investasi langsung di Arab Saudi, khususnya di Mekah dan Madinah, dinyatakan tertutup. Pemerintah Arab Saudi tak mengizinkan pihak asing memiliki aset apa pun secara penuh. Namun, pemerintah Arab Saudi tetap memberi kesempatan warga negaranya menggandeng perusahaan dari luar untuk menanamkan modal. Sekarang pihak BPKH sedang menjajaki dengan masyarakat setempat untuk berinvestasi pada proyek yang terkait dengan pelayanan ibadah haji di Arab Saudi.
Selain itu, pihak BPKH mewanti-wanti lebih dulu bahwa sukses berinvestasi di negara tujuan berhaji tidak serta merta bisa menurunkan biaya haji. Pasalnya, biaya haji terkait dengan berbagai kebijakan yang diterbitkan Kementerian Agama.
Untuk memutar dana haji, BPKH akan memilih sejumlah instrumen investasi, seperti deposito, surat berharga, emas, investasi langsung. Dalam memilih instrumen investasi, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menyatakan pihaknya telah memiliki standar baku yang meliputi aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Saat ini, untuk investasi pada surat berharga, BPKH memilih instrumen investasi Surat Berharga Syariah Negara atau lebih akrab di telinga dengan sebutan Sukuk.
Sebelumnya, sejumlah kalangan menyoroti aktivitas BPKH yang dikabarkan telah menggunakan dana haji untuk pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah. Anggito Abimanyu menyatakan bahwa tak satu sen pun dana haji dialirkan untuk pendanaan proyek infrastruktur maupun proyek lainnya.
Sebagai lembaga pengelola dana haji, BPKH memang dituntut transparan termasuk mengumumkan berapa sebenarnya biaya ongkos naik haji yang riil. Masyarakat telanjur memahami bahwa ongkos naik haji yang harus dibayar adalah sesuai keputusan pemerintah, padahal angka tersebut mendapat subsidi yang berasal dari nilai manfaat investasi. Biaya riil naik haji versi BPKH adalah Rp72 juta per jemaah, padahal masyarakat hanya membayar setengahnya atau sebesar Rp35 juta per jemaah untuk tahun ini.
Untuk tahun ini, BPKH mematok dapat mengumpulkan dana haji sebesar Rp121 triliun dengan jumlah pendaftar sebanyak 700.000 orang. Pihak BPKH optimistis merealisasikan target tersebut, menyusul bertambahnya bank penerima setoran yang kini mencapai 31 bank dengan gerai tersebar di seluruh Indonesia. Adapun komposisi investasi dana haji tahun ini meliputi 50% di bank syariah, sekitar 30% pada surat berharga syariah, dan 20% untuk investasi langsung serta investasi lainnya. Sementara tahun lalu, BPKH berhasil mengumpulkan dana haji sebesar Rp113 triliun dari target awal Rp111 triliun atau naik sekitar Rp2 triliun.
Kita berharap kehadiran BPKH dapat memecahkan persoalan urusan haji di negeri ini. Namun sayang sekali, sebagaimana dikeluhkan manajemen BPKH bahwa lembaganya hanya bertugas mengumpulkan dana dari calon jemaah haji, kemudian dikelola untuk mendapatkan imbal hasil. Perannya hanya mengurusi separuh dari kebutuhan dana haji. Lembaga yang ideal seharusnya seperti Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM) di mana pengembangan dana haji menggunakan pendekatan bisnis. Jangan heran kalau LTHM sebagai institusi keuangan nonbank berbasis syariah terbesar di dunia. Lagi-lagi harus becermin pada negeri tetangga untuk urusan haji.
Selain itu, pihak BPKH mewanti-wanti lebih dulu bahwa sukses berinvestasi di negara tujuan berhaji tidak serta merta bisa menurunkan biaya haji. Pasalnya, biaya haji terkait dengan berbagai kebijakan yang diterbitkan Kementerian Agama.
Untuk memutar dana haji, BPKH akan memilih sejumlah instrumen investasi, seperti deposito, surat berharga, emas, investasi langsung. Dalam memilih instrumen investasi, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menyatakan pihaknya telah memiliki standar baku yang meliputi aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Saat ini, untuk investasi pada surat berharga, BPKH memilih instrumen investasi Surat Berharga Syariah Negara atau lebih akrab di telinga dengan sebutan Sukuk.
Sebelumnya, sejumlah kalangan menyoroti aktivitas BPKH yang dikabarkan telah menggunakan dana haji untuk pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah. Anggito Abimanyu menyatakan bahwa tak satu sen pun dana haji dialirkan untuk pendanaan proyek infrastruktur maupun proyek lainnya.
Sebagai lembaga pengelola dana haji, BPKH memang dituntut transparan termasuk mengumumkan berapa sebenarnya biaya ongkos naik haji yang riil. Masyarakat telanjur memahami bahwa ongkos naik haji yang harus dibayar adalah sesuai keputusan pemerintah, padahal angka tersebut mendapat subsidi yang berasal dari nilai manfaat investasi. Biaya riil naik haji versi BPKH adalah Rp72 juta per jemaah, padahal masyarakat hanya membayar setengahnya atau sebesar Rp35 juta per jemaah untuk tahun ini.
Untuk tahun ini, BPKH mematok dapat mengumpulkan dana haji sebesar Rp121 triliun dengan jumlah pendaftar sebanyak 700.000 orang. Pihak BPKH optimistis merealisasikan target tersebut, menyusul bertambahnya bank penerima setoran yang kini mencapai 31 bank dengan gerai tersebar di seluruh Indonesia. Adapun komposisi investasi dana haji tahun ini meliputi 50% di bank syariah, sekitar 30% pada surat berharga syariah, dan 20% untuk investasi langsung serta investasi lainnya. Sementara tahun lalu, BPKH berhasil mengumpulkan dana haji sebesar Rp113 triliun dari target awal Rp111 triliun atau naik sekitar Rp2 triliun.
Kita berharap kehadiran BPKH dapat memecahkan persoalan urusan haji di negeri ini. Namun sayang sekali, sebagaimana dikeluhkan manajemen BPKH bahwa lembaganya hanya bertugas mengumpulkan dana dari calon jemaah haji, kemudian dikelola untuk mendapatkan imbal hasil. Perannya hanya mengurusi separuh dari kebutuhan dana haji. Lembaga yang ideal seharusnya seperti Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM) di mana pengembangan dana haji menggunakan pendekatan bisnis. Jangan heran kalau LTHM sebagai institusi keuangan nonbank berbasis syariah terbesar di dunia. Lagi-lagi harus becermin pada negeri tetangga untuk urusan haji.
(mhd)