Pansel Capim KPK dan Kuda Troya

Kamis, 23 Mei 2019 - 07:33 WIB
Pansel Capim KPK dan...
Pansel Capim KPK dan Kuda Troya
A A A
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) untuk masa jabatan tahun 2019-2023. Pansel dengan Keppres Nomor 54/P Tahun 2019 ini dipimpin oleh Yenti Ganarsih, seorang akademisi dan dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Namun kalangan pegiat antikorupsi mengkritik komposisi pansel bentukan Presiden ini. Pasalnya, dari sembilan nama yang dipilih, terdapat anggota pansel yang dinilai tidak kredibel untuk melakukan seleksi. Presiden pun didesak untuk mengganti anggota pansel bentukannya tersebut. Alasannya sangat berisiko jika orang yang punya rekam jejak buruk diberi kewenangan untuk menyeleksi calon pemberantas korupsi.

Anggota pansel pilihan Presiden ini disorot karena sejumlah nama ditengarai bermasalah. Misalnya ada yang diduga tidak taat dalam penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), diduga bermasalah secara hukum, pernah menjadi pengacara pelaku korupsi, salah satu perumus pasal pembatasan kewenangan KPK melalui revisi KUHAP, dan diduga dekat atau terafiliasi dengan partai politik.

Penolakan terhadap pansel ini disampaikan sejumlah pegiat antikorupsi, termasuk mantan pimpinan KPK, di antaranya Abraham Samad, Haryono Umar, dan Busyro Muqoddas. Di lain pihak, Presiden mengklaim orang-orang yang telah ditetapkan tersebut merupakan tokoh-tokoh kredibel dan memiliki kapasitas mumpuni.

Sayangnya isu penting soal polemik Pansel Capim KPK ini seolah tenggelam oleh hiruk-pikuk pemberitaan soal unjuk rasa massa yang menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Padahal pansel ini sangat patut untuk dikritisi karena masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia ada pada orang-orang yang sudah ditunjuk oleh Presiden tersebut.

Hal yang paling dikhawatirkan jika pemilihan anggota pansel tidak selektif adalah figur pimpinan KPK yang nanti dihasilkan tidak memenuhi standar. Akhirnya nama-nama capim KPK yang disodorkan ke DPR untuk dipilih bukanlah yang terbaik. Jika alat saringannya longgar, ada potensi orang-orang yang akan lolos adalah mereka yang bermasalah dan tidak sesuai dengan kebutuhan KPK. Alih-alih memperkuat KPK, calon pimpinan yang dipilih justru berpotensi melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Jangan sampai ada oknum yang menjadi "kuda troya" untuk menyerang dan melemahkan lembaga antirasuah ini dari dalam.

Kekhawatiran ini tentu tidak berlebihan. Pasalnya upaya pelemahan KPK berlangsung sejak lama dan terus-menerus berlangsung hingga saat ini. Pelemahan diduga dilakukan oleh oknum-oknum yang bermasalah dengan hukum sehingga berambisi membuat KPK tak bertaring atau jadi macan ompong. Upaya pelemahan KPK selama ini dilakukan dengan banyak cara, antara lain melakukan teror terhadap pimpinan KPK dan para penyidiknya. Kita tahu pelaku penyerangan menggunakan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan hingga saat ini belum juga terungkap. Cara lain menggembosi KPK adalah mengupayakan revisi terhadap Undang-Undang KPK dengan memasukkan pasal-pasal yang mempreteli kewenangan lembaga tersebut, termasuk larangan penyadapan.

Menjadi pimpinan KPK memang memerlukan kompetensi, integritas, dan keberanian yang luar biasa. Pimpinan KPK haruslah orang-orang yang independen, tahan terhadap berbagai bentuk bujuk rayuan, dan tegar terhadap apa pun bentuk ancaman. Nah, tugas pansel untuk menemukan figur-figur yang disyaratkan tersebut. Atas dasar ini mengapa posisi pimpinan pansel sangat penting.

Belum terlambat bagi Presiden untuk mempertimbangkan masukan dari kalangan aktivis antikorupsi. Jika memang nama-nama yang dimasukkan ke dalam pansel bermasalah, sangat bijak jika mereka dianulir. Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk menguji kredibilitas pansel adalah dengan melakukan uji publik. Dari informasi atau masukan dari masyarakat akan ketahuan siapa yang memiliki rekam jejak bermasalah.

Pansel Capim KPK sangat menentukan ke mana arah pemberantasan korupsi di masa mendatang. Karena itu pemilihan anggota pansel tidak boleh main-main atau hanya berdasarkan selera, apalagi dipilih karena titipan. Selama ini pemerintah selalu menggaungkan jargon antikorupsi dan berkomitmen memerangi para penggarong uang negara. Untuk itu perlu memilih Pansel Capim KPK yang berintegritas dan berkualitas sebagai salah satu wujud nyata upaya memberantas korupsi dari bumi Indonesia.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5765 seconds (0.1#10.140)