KPK Harus Kembali ke Khittah sebagai Trigger Mechanism Korupsi

Minggu, 05 Mei 2019 - 18:40 WIB
KPK Harus Kembali ke...
KPK Harus Kembali ke Khittah sebagai Trigger Mechanism Korupsi
A A A
JAKARTA - KPK harus kembali ke khittah. Yakni menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana amanat UU dalam memberantas korupsi di Indonesia.

“Ya laksanakan saja menurut ketentuan UU. Yang jadi persoalan sekarang kan KPK tidak berjalan sesuai dengan amanat UU,” kata Pakar Hukum Pidana, Chairul Huda kepada wartawan, Minggu (5/5/2019).

Dalam hal penindakan, menurutnya, KPK seharusnya menjadi trigger mechanism yaitu mendorong kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan penegakan hukum korupsi dengan baik. Bukan KPK yang melakukan penindakan sendiri.

“KPK itu mendorong agar Polri dan kejaksaan untuk melakukan penindakan korupsi dengan baik, namanya itu trigger mechanism. Jadi UU dijalankan semau-maunya menurut mereka sendiri semua,” ujarnya.

Maka dari itu, Huda mengatakan komposisi penyidik KPK idealnya itu dari Polri dan kejaksaan. Ini agar mereka bisa bekerja sama dalam memberantas kejahatan korupsi. Bukan malah KPK mengerjakan kasus korupsi sendiri.

Menurut dia, sebaiknya Komisioner KPK membaca lagi asbabun nuzul lahirnya UU KPK. Karena ia khawatir Komisioner KPK tidak mengerti UU tersebut. “Coba baca asbabun nuzul UU KPK itu. UU muncul didasari oleh fakta di mana Polri dan kejaksaan dianggap belum cukup efektif memberantas korupsi. Maka, perlu namanya Komisi Pemberantas Korupsi yang berfungsi sebagai trigger mechanism,” tandasnya.

Dengan demikian KPK harusnya menguatkan Polri dan kejaksaan dalam memberantas korupsi. Bukan jalan sendiri-sendiri. Apalagi geografis Indonesia cukup luas dan KPK cuma ada satu lembaganya di Indonesia.

“Mana mugkin KPK bisa menjangkau korupsi yang ada di Papua misalnya? Di pelosok-pelosok itu yang ada ya polisi, kejaksaan. Itu harus didorong supaya bisa mencegah dan menanggulangi korupsi. Begitu amanat UU, tapi dijalankan tidak begitu,” tuturnya.

Huda berpendapat, KPK dapat melakukan penindakan sendiri, tapi harus yang kelas kakap. Misalnya, penuntasan kasus dugaan korupsi Hambalang, Century, dan lainnya.

“Justru tugas dia tidak dikerjakan, malah tugas polisi dan kejaksaan yang dia (KPK) garap. Berapa sih duit negara yang berhasil diselamatkan dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk KPK? Tidak sebandinglah,” ungkapnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1087 seconds (0.1#10.140)