Diduga Kuat Terlibat dalam Kasus Jual Beli Putusan

Minggu, 05 Mei 2019 - 06:06 WIB
Diduga Kuat Terlibat dalam Kasus Jual Beli Putusan
Diduga Kuat Terlibat dalam Kasus Jual Beli Putusan
A A A
JAKARTA - Dunia peradilan kembali tercoreng dengan kembali ditemukannya kasus jual beli putusan oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Hakim PN Balikpapan Kayat ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap.

Kayat ditetapkan tersangka setelah sebelumnya tertangkap tangan menerima suap terkait penanganan perkara pidana di PN Balikpapan. “KPK sangat kecewa dengan aparatur penegak hukum, khususnya hakim yang masih melakukan korupsi. Apalagi diduga suap diberikan untuk membebaskan terdakwa dari ancaman pidana,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantor KPK, Jakarta, kemarin.

Laode mengatakan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Jika pelakunya penegak hukum, itu jauh lebih buruk lagi. Apalagi hal ini mengabaikan aparat penegak hukum lainnya yang sudah bekerja keras untuk menuntaskan kasus ini. “Polisi dan jaksanya sudah bekerja dengan baik, tapi pengacara dan hakim melakukan proses yang tidak dibenarkan oleh hukum. Ini yang membuat prihatin. Hal ini tidak boleh terjadi lagi,” tutur Laode.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan lima orang di Balikpapan yaitu Kayat, Panitera Muda Pidana Fahrul Azami, pemberi suap Sudarman, seorang pengacara Jhonson Siburian, dan stafnya, Rosa Isabela. Sudarman merupakan terdakwa kasus pemalsuan surat yang disidang di PN Balikpapan dengan nomor perkara 697/Pid.B/2018/PN Bpp.

Laoede mengatakan OTT berawal dari informasi akan adanya penyerahan uang dari Jhonson SIburian kepada Kayat. “Diduga penyerahan uang tersebut untuk membebaskan terdakwa dari perkara pidana dengan dakwaan penipuan yang disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan,” ungkapnya.

OTT terjadi pada Jumat (3/5) pukul 17.00 Wita di halaman parkir depan PN Balikpapan. Terlihat Rosa berjalan ke mobil Kayat dengan membawa sebuah kantong kresek plastik hitam dua lapis berisikan uang Rp100 juta. Saat sampai di mobil Kayat, Rosa diduga ingin meletakkan uang tersebut di mobil.

Kayat diduga membuka kunci mobil dari kejauhan menggunakan remote control. Setelah mobil terbuka, Jhonson mendatangi Rosa dan meletakkan uang dalam plastik kresek tersebut di kursi mobil silver. Kemudian satu lapis kresek hitam lainnya digunakan untuk membawa botol minuman bekas sambil berjalan menjauhi mobil tersebut.

“Tidak lama berselang, setelah Rosa Isabela dan Jhonson Siburian pergi, Kayat datang ke mobil silver. Kemudian tim segera mengamankan Kayat dan barang bukti uang Rp100 juta di dalam tas kresek hitam yang ada di mobil tersebut. Selain itu juga uang Rp28,5 juta yang ada di tas Kayat,” paparnya. Tim lain juga mengamankan Jhonson dan Rosa yang masih berada di lingkungan PN Balikpapan.

Bahkan, KPK juga mengamankan uang di kantor Jhonson sebesar Rp99 juta dalam bentuk Rp100 ribuan. “Diduga uang ini bagian uang yang diberikan Sudarman guna mengurus perkara pidana di PN Balikpapan. Tim menuju rumah Sudarman di daerah Jalan Soekarno Hatta, Balikpapan. Di sana, pada pukul 19.00 WITA tim mengamankannya. Selanjutnya tim mengamankan Fahrul Azami di rumahnya di daearah jalan MT Haryono Balikpapan,” ungkapnya.

Dari hasi hasil pemeriksaan diduga seusai sidang pemalsuan surat, Kayat bertemu Jhonson. Dalam pertemuan itu dia menawarkan putusan bebas dengan fee Rp500 juta. Diketahui pada Desember 2018 Sudarman dituntut lima tahun penjara. Namun pada akhirnya Kayat diputus lepas dengan tuntutan tidak diterima. Satu bulan setelah putusan, Kayat menagih janji Sudarman melalui Jhonson karena uang belum diserahkan.

“Tanggal 2 Mei 2019, Jhonson Siburian bertemu Kayat di PN Balikpapan. Kayat menyampaikan akan pindah tugas ke Sukoharjo, menagih janji fee dan bertanya ‘oleh-olehnya mana’?,” ungkapnya. Pada 3 Mei, dari uang muka penjualan tanahnya sebesar Rp250 juta, Sudarman menyerahkan uang Rp200 juta kepada Jhonson dan Rosa di Restoran Padang. Lalu pada 4 Mei, dari uang tersebut Jhonson dan Rosa menyerahkan uang sebesar Rp100 juta kepada Kayat di PN Balikpapan. Sedangkan Rp100 juta lainnya ditemukan di kantor Jhonson.

“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Diduga menerima suap Kayat, hakim di PN Balikpapan. Diduga memberikan suap Sudarman, dan Jhonson Siburian yang merupakan advokat,” tegas Laode. Sebagai pihak yang diduga penerima, Kayat disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lalu sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Sudarman dan Jhonson disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1huruf a atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No.20/200 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Karena berulangnya hakim yang dijerat korupsi, KPK meminta keseriusan Mahkamah Agung melakukan perbaikan ke dalam. Dan, juga bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apa pun, terutama untuk posisi Hakim dan pihak terkait lainnya. KPK akan membantu Mahkamah Agung untuk melakukan perbaikan tersebut sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk menjaga institusi peradilan kita dari virus korupsi,” pungkasnya.

KPK Geledah Ruangan Politikus Partai Demokrat

Sementara itu, Tim KPK melakukan penggeledahan ruang kerja Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir. Penggeledahan dilakukan sejak pukul 11.00 sampai 13.00 WIB kemarin berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso. Gratifikasi tersebut diduga berkaitan denga pengurusan dana alokasi khusus (DAK).

“Tim KPK mendatangi salah satu ruangan di Gedung DPR untuk melakukan penelusuran informasi dalam Penyidikan dengan tersangka BSP (Bowo Sidik Pangarso). KPK melakukan penggeledahan sebagai bagian dari proses verifikasi terkait dengan informasi dugaan sumber dana gratifikasi yang diterima BSP,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Febri mengatakan, dalam penggeledahan itu KPK tidak melakukan penyitaan. Pasalnya, dari proses penggeledahan tersebut tidak ditemukan bukti yang relevan dengan pokok perkara. “Sedangkan rencana pemeriksaan saksi-saksi yang mengetahui sumber dana gratifikasi tersebut akan kami dalami lebih lanjut pada rencana pemeriksaan mulai Mei ini,” tuturnya.

Febri mengatakan, saat ini telah diidentifikasi setidaknya ada tiga sumber dana gratifikasi yang diterima Bowo. Namun Febri belum merinci tiga sumber gratifikasi tersebut. “Karena prosesnya masih dalam tahap penyidikan, maka informasi lebih rinci belum dapat kami sampaikan,” pungkasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6660 seconds (0.1#10.140)