Kementerian Agama Rekrut Chef Profesional Jadi Petugas Haji

Selasa, 30 April 2019 - 07:23 WIB
Kementerian Agama Rekrut Chef Profesional Jadi Petugas Haji
Kementerian Agama Rekrut Chef Profesional Jadi Petugas Haji
A A A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) merekrut chef atau koki profesional Indonesia jadi petugas di musim haji 2019. Mereka bakal bertugas menyiapkan makanan dengan citarasa nusantara bagi para jemaah haji. Keputusan untuk melibatkan chef profesional menjadi petugas haji ini terkait juga dengan adanya penempatan pemondokan jemaah dengan sistem zonasi.

“Karena ada sistem zonasi ini, sehingga konsumsinya juga kan menyesuaikan. Akan ada jenis konsumsi berbasis zonasi. Jamaah akan disajikan masakan yang berasal dari kampung halamannya. Misalnya ada menu Coto Makassar,” kata Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja (PPIH Daker) Makkah Arsyad Hidayat, saat memberikan materi Pembekalan Petugas Haji Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, kemarin.

Koki profesional tersebut juga bertugas untuk melakukan pelatihan bagi tenaga masak yang ada di Tanah Suci. “Mereka akan melakukan pelatihan di tiga wilayah yakni Mekkah, Madinah, dan Masyair,” ujar Arsyad. Selain memberikan pelatihan, para chef ini juga mengecek masakan Indonesia yang akan dibuat.

Sementara itu, mulai hari ini dibuka pelunasan pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahap II. “Pelunasan BPIH tahap II dibuka 8 hari kerja, dari 30 April hingga 10 Mei 2019,” terang Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis Muhajirin di Jakarta, kemarin.

Pelunasan BPIH tahap II dibuka karena pada saat penutupan tahap I, yakni 15 April lalu masih terdapat 19.815 kuota haji yang belum terlunasi. Jumlah ini terdiri dari 18.316 kuota jemaah haji reguler dan 1.499 Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD). “Saat pelunasan tahap I ditutup, jamaah haji Indonesia yang sudah melunasi BPIH berjumlah 184.195 orang atau 90.29%,” kata Muhajirin.

Sedangkan mengenai kuota tambahan 10.000 jamaah, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin telah menandatangani Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Pembagian Alokasi Tambahan Kuota Haji untuk tiap provinsi. KMA ini sebagai tindak lanjut penambahan 10.000 kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.

“Pembagian kuota dilakukan secara proporsional pada masing-masing provinsi,” kata Direktur Pengelolaan Dana Haji Maman Saepulloh. Dalam KMA tersebut dijelaskan, bahwa 10.000 kuota tambahan terbagi dalam 5.000 jamaah haji berdasarkan nomor urut porsi, serta jamaah haji lansia beserta pendamping sebanyak 5.000 jamaah.

“Sesuai KMA, batasan usia jamaah lansia, paling rendah berusia 75 tahun per tanggal 7 Juli 2019. Jamaah lansia dan pendamping, telah memiliki nomor porsi, dan terdaftar sebagai jamaah haji sebelum 1 Januari 2017,” kata Maman. PPIH Arab Saudi saat ini terus mempersiapkan layanan kepada jamaah haji.

Sejumlah perbaikan dilakukan, di antaranya terkait penempatan jamaah haji di Mekkah. Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag Sri Ilham Lubis mengatakan bahwa pada musim haji tahun ini telah diputuskan untuk menempatkan jamaah haji di tujuh zonasi selama tinggal di Mekkah.

Pembagian zonasi didasarkan asal embarkasi jamaah haji. “Hal ini telah diatur dalam Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 135 Tahun 2019,” kata Sri Ilham saat memberikan pembekalan petugas haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, kemarin.

Berdasarkan aturan itu, tujuh zonasi tersebut adalah Aziziah (Embarkasi Lombok), Raudhah (Palembang, Jakarta-Pondok Gede), Misfalah (Jakarta-Bekasi), Jarwal (Solo), Mahbas Jin (Surabaya), Rei Bhaksi (Banjarmasin, Balikpapan), dan Syiyah (Aceh, Medan, Batam, Makassar). Sri Ilham juga memastikan penyediaan akomodasi untuk 204.000 jamaah haji di Arab Saudi telah siap. Sedangkan kebutuhan akomodasi untuk tambahan 10.000 kuota haji sedang dipersiapkan.

“Kemarin baru disampaikan ke DPR dan baru dapat persetujuan untuk penggunaan anggarannya. Saat ini sedang proses untuk penambahan hotelnya. Kami menunggu keputusan tambahan jamaahnya setiap provinsi berapa banyak untuk kita sediakan akomodasinya,” katanya. Menurutnya, perencanaan penyediaan akomodasi akan tetap mengacu sesuai zonasi yang telah ditetapkan.

17.000 Haji Khusus

Kemenag mengingatkan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) agar tidak menelantarkan jamaah khusus selama rombongan haji berada di Arab Saudi. Penelantaran jamaah haji merupakan pelanggaran berat yang bisa berakibat dengan pencabutan izin PIHK.

“Dua tahun yang lalu (2017) kami mencabut satu izin PIHK. Pencabutan itu berdasarkan temuan kami,” kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag M Arfi Hatim di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Pada musim haji tahun ini, sebanyak 325 PIHK bakal memberangkatkan 17.000 calon jamaah haji (calhaj) khusus asal Indonesia ke Tanah Suci.

Menurut Arfi, untuk mempermudah fungsi pengawasan PIHK maka pihaknya tengah melakukan finalisasi sistem pelaporan online berbasis web dan android. Sistem pelaporan ini terhubung dengan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). Sehingga Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus mengetahui pergerakan jamaah dari Jeddah ke Mekkah, dan dari Mekkah ke Madina atau sebaliknya.

“Misalnya dia (PIHK) program akhir langsung ke hotel transit dan lain sebagainya, kita kan bisa memonitor pergerakannya,” ujar Arfi. Tahun-tahun sebelumnya, sistem pelaporan masih manual. Masing-masing PIHK membawa buku pelaporan, yang kemudian disobek ketika keberangkatan dan kedatangan. Pengawasan terhadap PIHK perlu dilakukan untuk melindungi jamaah haji dan hak-haknya terpenuhi.

Untuk memastikan bahwa PIHK memberikan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Jika ditemukan adanya pelanggaran, maka Kemenag akan melakukan klarifikasi dengan PIHK dan jamaah haji. Jika ada yang dilanggar, maka akan diberikan sanksi. “Sanksinya adalah administrasi. Pertama, peringatan tertulis, kedua pembekuan izin, dan terberat pencabutan izin operasional sebagai PIHK,” tandasnya.

Arfi mengungkapkan bahwa meski ongkos naik haji (ONH) plus cukup tinggi, antara USD10.000-USD15.000 (Rp140 juta-Rp210 juta) tapi animo masyarakat Indonesia cukup tinggi untuk beribadah haji melalui jalur khusus ini.

Hal ini dibuktikan dengan masa tunggu antrean haji khusus yang mencapai 6 tahun, yang lebih pendek dibanding masa tunggu antrean haji reguler yang rata-rata 18 tahun. “Sesuai dengan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang baru, haji khusus akan mendapatkan 8% dari total kuota nasional,” katanya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6021 seconds (0.1#10.140)