Optimalisasi Pendapatan Daerah Jadi Fokus Korsupgah KPK
A
A
A
JAKARTA - Optimalisasi pendapatan daerah menjadi fokus tim Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK. Dengan adanya ini upaya penyimpangan pendapatan dapat dicegah. Selain itu dapat dipastikan pendapatan asli daerah (PAD) juga akan lebih meningkat.
“Tahun 2019 kita maksimalkan optimalisasi penerimaan daerah. Korupsi itu kan seringnya ceritanya pengeluaran terus. Sebenarnya ada sumur yang dalamnya tidak tahu berapa berapa, itu yang namanya penerimaan daerah,” kata Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan, Senin (15/4/2019).
Pahala mencontohkan pemaksimalan penerimaan salah satunya dilakukan dengan pemasangan tapping box untuk pajak hotel dan restoran. Dia memastikan engan adanya alat itu, pendapatan daerah akan meningkat dari sektor pajak hotel dan restauran.
“Kalau tidak naik tiga kali lipat potong kuping saya. Kota Makasar itu baru dari Rp500 miliar bisa jadi Rp3 triliun. Karena setelah ditempel tapping box di masing-masih register pajak hotel dan restoran mau ngomong apa lagi soal 10%,” ungkapnya.
Dia menyebut, selama ini pemasukan daerah dari sektor ini kurang maksimal. Pasalnya seringkali ada oknum-okum yang bermain di sektor menerimaan. Menurutnya, dari 10% pajak dari hotel dan restoran hanya 1% yang masuk ke kas daerah.
“Dari 10%, selama ini hanya 1% masuk ke daerah. Lalu 2% oknum, dan 7% ke kantong pengusaha. Kenapa tidak 10% itu masuk semua ke kas. Nah dari itu bisa digunakan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP). Jadi ada upah pungut. Dapatnya lebih rata dan besar,” ungkapnya.
Selain itu, optimalisasi juga menyasar area bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) . Pahala menyebut seringkali ditemukan kasus orang membeli tanah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jika hal ini diawasi maka bisa masuk ke kas daerah.
“Orang beli tanah 100 ngakunya 2. Saya bilang conect ke (sistem) BPN (Badan Pertanahan Nasional) agar zona nilai tanah di update. Daerah bisa dapat banyak dari BPHTB. Tangsel itu penerimaan nomor dua dari BPHTB. Kalau harga transaksi benar, pemda dapat banyak,” tuturnya.
Lebih lanjut, Pahala meminta agar daerah memperhatikan aset-aset yang dimilikinya. Dengan begitu tidak ada aset yang hilang tanpa kejelasan.
“Saya minta pak menteri agar dalam pedoman penyusunan APBD nanti ada anggaran untuk sertifikasi. Daerah alasannya tidak ada anggaran. Ini agar aset pemda terjaga,” katanya.
Sebelumnya, dalam rangka pencegahan korupsi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewajibkan pemda menggunakan aplikasi online untuk mengakses layanan. Konsultasi ke depan diharapkan dilakukan melalui Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (SIOLA).
“Dengan SIOLA ini maka layanan akan dilakukan secara cepat tanpa tatap muka atau tersembunyi. Kita minta agar jajaran Kemendagri menolak melayani jika tanpa SIOLA. Kalau kita tegas daerah pasti akan ikut,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
Dia mengatakan berbagai layanan perizinan sampai konsultasi menjadi salah satu tugas Kemendagri. Dia mengaku untuk satu daerah bisa menandatangani puluhan macam. Mulai dari izin ke luar negeri sampai evaluasi anggaran.
“Satu daerah bisa puluhan. Kalau satu urusan tatap muka bisa saja tergoda. Namanya manusia,” ungkapnya.
Tjahjo pun membantah dengan menolak tatap muka akan menghambat layanan. Menurutnya, jika semua dilaksanakan sesuai prosedur yang benar akan selesai dengan cepat.
“Memang teman-teman di daerah maunya cepat dan tatap muka. Maka ini kita minta pejabat di Kemendagri menandatangani pakta integritas untuk menolak tatap muka,” ujarnya.
“Tahun 2019 kita maksimalkan optimalisasi penerimaan daerah. Korupsi itu kan seringnya ceritanya pengeluaran terus. Sebenarnya ada sumur yang dalamnya tidak tahu berapa berapa, itu yang namanya penerimaan daerah,” kata Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan, Senin (15/4/2019).
Pahala mencontohkan pemaksimalan penerimaan salah satunya dilakukan dengan pemasangan tapping box untuk pajak hotel dan restoran. Dia memastikan engan adanya alat itu, pendapatan daerah akan meningkat dari sektor pajak hotel dan restauran.
“Kalau tidak naik tiga kali lipat potong kuping saya. Kota Makasar itu baru dari Rp500 miliar bisa jadi Rp3 triliun. Karena setelah ditempel tapping box di masing-masih register pajak hotel dan restoran mau ngomong apa lagi soal 10%,” ungkapnya.
Dia menyebut, selama ini pemasukan daerah dari sektor ini kurang maksimal. Pasalnya seringkali ada oknum-okum yang bermain di sektor menerimaan. Menurutnya, dari 10% pajak dari hotel dan restoran hanya 1% yang masuk ke kas daerah.
“Dari 10%, selama ini hanya 1% masuk ke daerah. Lalu 2% oknum, dan 7% ke kantong pengusaha. Kenapa tidak 10% itu masuk semua ke kas. Nah dari itu bisa digunakan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP). Jadi ada upah pungut. Dapatnya lebih rata dan besar,” ungkapnya.
Selain itu, optimalisasi juga menyasar area bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) . Pahala menyebut seringkali ditemukan kasus orang membeli tanah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jika hal ini diawasi maka bisa masuk ke kas daerah.
“Orang beli tanah 100 ngakunya 2. Saya bilang conect ke (sistem) BPN (Badan Pertanahan Nasional) agar zona nilai tanah di update. Daerah bisa dapat banyak dari BPHTB. Tangsel itu penerimaan nomor dua dari BPHTB. Kalau harga transaksi benar, pemda dapat banyak,” tuturnya.
Lebih lanjut, Pahala meminta agar daerah memperhatikan aset-aset yang dimilikinya. Dengan begitu tidak ada aset yang hilang tanpa kejelasan.
“Saya minta pak menteri agar dalam pedoman penyusunan APBD nanti ada anggaran untuk sertifikasi. Daerah alasannya tidak ada anggaran. Ini agar aset pemda terjaga,” katanya.
Sebelumnya, dalam rangka pencegahan korupsi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewajibkan pemda menggunakan aplikasi online untuk mengakses layanan. Konsultasi ke depan diharapkan dilakukan melalui Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (SIOLA).
“Dengan SIOLA ini maka layanan akan dilakukan secara cepat tanpa tatap muka atau tersembunyi. Kita minta agar jajaran Kemendagri menolak melayani jika tanpa SIOLA. Kalau kita tegas daerah pasti akan ikut,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
Dia mengatakan berbagai layanan perizinan sampai konsultasi menjadi salah satu tugas Kemendagri. Dia mengaku untuk satu daerah bisa menandatangani puluhan macam. Mulai dari izin ke luar negeri sampai evaluasi anggaran.
“Satu daerah bisa puluhan. Kalau satu urusan tatap muka bisa saja tergoda. Namanya manusia,” ungkapnya.
Tjahjo pun membantah dengan menolak tatap muka akan menghambat layanan. Menurutnya, jika semua dilaksanakan sesuai prosedur yang benar akan selesai dengan cepat.
“Memang teman-teman di daerah maunya cepat dan tatap muka. Maka ini kita minta pejabat di Kemendagri menandatangani pakta integritas untuk menolak tatap muka,” ujarnya.
(pur)