Harga Tiket Pesawat Masih Selangit
A
A
A
HARGA tiket pesawat masih tetap mahal meski sejumlah maskapai penerbangan mengklaim sudah menurunkan harga. Apabila harga tiket yang dikeluhkan masyarakat tetap mahal, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menyiapkan langkah antisipasi. Untuk itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi masih bermurah hati memberikan waktu satu pekan kepada perusahaan penerbangan untuk menurunkan harga tiket ke angka yang wajar.
Seharusnya maskapai nasional memberlakukan tarif bervariasi, yakni berdasarkan subkelas tarif yang diatur pemerintah. Dalam satu penerbangan, harga tiket yang dijual beragam dari termurah hingga tertinggi sesuai ketetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah yang berlaku. Bila permintaan tersebut tidak dilaksanakan, Kemenhub akan mewajibkan penerapan subkelas tarif.
Pada dasarnya, sebagaimana ditegaskan Menhub, pemerintah tidak ingin mengintervensi maskapai soal penetapan harga tiket. Namun bila hasil evaluasi dalam seminggu ke depan penerapan subkelas tarif tak jalan, tidak ada jalan selain menerbitkan regulasi yang mengaturnya.
Wajar saja apabila para pejabat yang terkait dengan dunia penerbangan berteriak agar harga tiket segera diturunkan karena sudah berdampak kepada berbagai sektor, terutama sektor pariwisata. Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) jauh-jauh hari sudah mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah "mengamankan" harga tiket yang sudah menjadi beban bagi pengusaha.
Dampak dari tingginya harga tiket pesawat telah menggerus jumlah penumpang. Hal itu diakui oleh pihak manajemen PT Angkasa Pura II. Berdasarkan publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), terungkap total penumpang angkutan udara domestik tercatat sebanyak 12,3 juta orang untuk periode Januari-Februari 2019 atau turun sekitar 15,38% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Adapun penurunan jumlah penumpang pada lima bandara besar, yakni Bandara Kuala Namu, Medan penumpang turun 27,7% dari 663.800 penumpang pada Januari-Februari 2018 menjadi 479.700 penumpang pada Januari-Februari 2019. Bandara Hasanuddin, Makassar penumpang susut 20,1%, Bandara Juanda, Surabaya anjlok 19,7%, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang turun 19,4%, dan Bandara Ngurah Rai, Denpasar berkurang 7,7%, serta penurunan di bandara lainnya mencapai 12,2%. Sebaliknya, penumpang angkutan udara internasional naik sekitar 7,4% menjadi 2,9 juta penumpang pada periode Januari-Februari 2019 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Kenaikan harga tiket pesawat tidak hanya menggerus jumlah penumpang, tetapi juga menjadi salah satu kontributor yang signifikan terhadap angka inflasi Maret 2019. Tarif angkutan udara menyumbang angka inflasi sebesar 0,04% dari inflasi keseluruhan 0,11% pada Maret 2019. Dari hasil analisa BPS bahwa kenaikan inflasi pada sektor transportasi udara di luar kewajaran. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, untuk awal tahun angka inflasi dari transportasi udara seharusnya turun. Lazimnya, angka inflasi sektor transportasi udara bergerak naik pada masa libur sekolah dan libur panjang seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
Kalangan pengusaha yang berada di bawah payung Hipmi meminta pemerintah untuk mengatur soal harga tiket pesawat sehingga tetap terjangkau dan tidak menambah beban ekonomi masyarakat. Harga tiket pesawat yang tinggi bagi pengusaha, jelas tidak bagus bagi iklim bisnis. Sebelumnya, pengusaha yang bergerak di sektor pariwisata dan lebih khusus lagi pada bisnis perhotelan sudah menyampaikan keluhan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas menurunnya tingkat hunian hotel. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga tiket pesawat sehingga masyarakat menahan diri untuk bepergian.
Data BPS menunjukkan tingkat hunian kamar hotel berbintang di Indonesia hanya 52,4% pada Februari 2019, atau turun 3,8% dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Namun, BPS tidak berani mengklaim itu sebagai dampak kenaikan harga tiket pesawat. Yang jelas, penurunan tingkat hunian kamar hotel berbintang seiring dengan tergerusnya jumlah penumpang pesawat akibat harga tiket tinggi. Pemerintah harus segera memainkan peran untuk mengakomodasi semua kepentingan.
Seharusnya maskapai nasional memberlakukan tarif bervariasi, yakni berdasarkan subkelas tarif yang diatur pemerintah. Dalam satu penerbangan, harga tiket yang dijual beragam dari termurah hingga tertinggi sesuai ketetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah yang berlaku. Bila permintaan tersebut tidak dilaksanakan, Kemenhub akan mewajibkan penerapan subkelas tarif.
Pada dasarnya, sebagaimana ditegaskan Menhub, pemerintah tidak ingin mengintervensi maskapai soal penetapan harga tiket. Namun bila hasil evaluasi dalam seminggu ke depan penerapan subkelas tarif tak jalan, tidak ada jalan selain menerbitkan regulasi yang mengaturnya.
Wajar saja apabila para pejabat yang terkait dengan dunia penerbangan berteriak agar harga tiket segera diturunkan karena sudah berdampak kepada berbagai sektor, terutama sektor pariwisata. Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) jauh-jauh hari sudah mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah "mengamankan" harga tiket yang sudah menjadi beban bagi pengusaha.
Dampak dari tingginya harga tiket pesawat telah menggerus jumlah penumpang. Hal itu diakui oleh pihak manajemen PT Angkasa Pura II. Berdasarkan publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), terungkap total penumpang angkutan udara domestik tercatat sebanyak 12,3 juta orang untuk periode Januari-Februari 2019 atau turun sekitar 15,38% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Adapun penurunan jumlah penumpang pada lima bandara besar, yakni Bandara Kuala Namu, Medan penumpang turun 27,7% dari 663.800 penumpang pada Januari-Februari 2018 menjadi 479.700 penumpang pada Januari-Februari 2019. Bandara Hasanuddin, Makassar penumpang susut 20,1%, Bandara Juanda, Surabaya anjlok 19,7%, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang turun 19,4%, dan Bandara Ngurah Rai, Denpasar berkurang 7,7%, serta penurunan di bandara lainnya mencapai 12,2%. Sebaliknya, penumpang angkutan udara internasional naik sekitar 7,4% menjadi 2,9 juta penumpang pada periode Januari-Februari 2019 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Kenaikan harga tiket pesawat tidak hanya menggerus jumlah penumpang, tetapi juga menjadi salah satu kontributor yang signifikan terhadap angka inflasi Maret 2019. Tarif angkutan udara menyumbang angka inflasi sebesar 0,04% dari inflasi keseluruhan 0,11% pada Maret 2019. Dari hasil analisa BPS bahwa kenaikan inflasi pada sektor transportasi udara di luar kewajaran. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, untuk awal tahun angka inflasi dari transportasi udara seharusnya turun. Lazimnya, angka inflasi sektor transportasi udara bergerak naik pada masa libur sekolah dan libur panjang seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
Kalangan pengusaha yang berada di bawah payung Hipmi meminta pemerintah untuk mengatur soal harga tiket pesawat sehingga tetap terjangkau dan tidak menambah beban ekonomi masyarakat. Harga tiket pesawat yang tinggi bagi pengusaha, jelas tidak bagus bagi iklim bisnis. Sebelumnya, pengusaha yang bergerak di sektor pariwisata dan lebih khusus lagi pada bisnis perhotelan sudah menyampaikan keluhan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas menurunnya tingkat hunian hotel. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga tiket pesawat sehingga masyarakat menahan diri untuk bepergian.
Data BPS menunjukkan tingkat hunian kamar hotel berbintang di Indonesia hanya 52,4% pada Februari 2019, atau turun 3,8% dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Namun, BPS tidak berani mengklaim itu sebagai dampak kenaikan harga tiket pesawat. Yang jelas, penurunan tingkat hunian kamar hotel berbintang seiring dengan tergerusnya jumlah penumpang pesawat akibat harga tiket tinggi. Pemerintah harus segera memainkan peran untuk mengakomodasi semua kepentingan.
(kri)