Ada Upaya Ganti Pancasila, Menhan Minta Ulama Jaga NKRI
A
A
A
PEKALONGAN - Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu meminta ulama untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, saat ini marak paham dan aliran yang ingin mengganti ideologi Pancasila.
Hal itu disampaikan Ryamizard saat menghadiri Thoriqoh Kebangsaan Konferensi Ulama Sufi Internasional yang mengambil tema "Mengimplementasikan Tasauf untuk Kebahagiaan Umat Manusia dan Keselamatan Negara" di Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (8/4/2019).
"Tema yang diambil pada kesempatan kali ini saya pandang relevan dalam rangka mengingatkan kembali akan hakekat dan jati diri umat Islam Indonesia yang sesungguhnya di tengah maraknya aliran dan faham ideologi lain yang ingin mengganti ideologi Pancasila," ujarnya.
Dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi saat ini, kata Ryamizard, di samping ancaman-ancaman berbentuk fisik baik ancaman nyata dan ancaman belum nyata, Indonesia juga harus mewaspadai ancaman disintegrasi bangsa melalui perubahan mindset. Tujuannya adalah merubah ideologi negara Pancasila.
"Dengan kekuatan soft power, ancaman ini terus berupaya secara sistematis, terstruktur dan masif untuk merusak jati diri anak bangsa Indonesia dengan ideologi radikal. Pengaruh mindset ini merusak jati diri anak bangsa yang ujungnya adalah suramnya masa depan generasi muda Indonesia," katanya.
Saat ini, salah satu ancaman yang sangat nyata dan merupakan salah satu bentuk penistaan terhadap agama, negara dan bangsa Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa adalah terorisme dan radikalisme. Ancaman ini tidak hanya menimbulkan kerugian material dan nyawa serta menciptakan rasa takut dimasyarakat, tetapi juga telah mengoyak keutuhan berbangsa dan bernegara.
"Terorisme dan radikalisme yang kita hadapi saat ini adalah ancaman teroris generasi ketiga. Ciri Khusus dari ancaman terorisme generasi ketiga ini adalah kembalinya para militan asing ISIS dari Timur Tengah serta berevolusinya ancaman dari yang bersifat tersentralisasi menjadi terdesentralisasi yang menyebar keseluruh belahan dunia setelah kekalahan ISIS di Syria dan Irak," tegasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menyebut dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia para ulama Thoriqoh memiliki peranan penting dalam membela dan menjaga keutuhan NKRI. Sejak zaman penjajahan Belanda 3,5 abad para ulama Thoriqoh tidak pernah surut dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda sehingga mereka mengalami kesulitan menguasai Indonesia secara utuh karena para ulama thoriqoh yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara menjadi tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
"Kemudian Belanda mengatur strategi dengan mengirim tokoh orientalis Snouck Hourgronje ke Arab Saudi untuk belajar Bahasa Arab, tujuannya supaya bisa membaca dan memahami kitab-kitab yang menjadi rujukan para ulama Thoriqoh Nusantara," ucapnya.
Setelah Snouck Hourgronje melakukan penelitian terhadap kitab-kitab tersebut akhirnya terjawab bahwa ajaran para ulama Thoriqoh menjadi akar tumbuhnya nasionalisme dan bangkitnya semangat perlawanan terhadap Belanda. Belanda kemudian melakukan perampasan buku-buku tasawuf dan tarekat para ulama Nusantara lalu dibawa ke Belanda.
"Sebagai bukti, di perpustakaan Leiden University Belanda ditemukan koleksi Snouck Hourgronje manuskrip kitab Tuhfah al-Mursalah yang ditulis tangan oleh Sheikh Yususf al-Makassari. Selain itu, masih banyak lagi manuskrip-manuskrip kitab para ulama Nusantara yang disimpan di Perpustakaan Leiden University Belanda," kata Ryamizard.
Beberapa kitab tersebut antara lain, kitab Tuhfah Al Mursalah yang sejak abad ke-17 hingga 20 menjadi rujukan para ulama sufi di Nusantara seperti Sheikh Shamsuddin al-Sumatrani dan Sheikh Abdul Rauf al-Sinkili di Aceh, Sheikh Burhanudin Ulakan di Padang, Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani di Palembang, Sheikh Muhyi Pamijahan di Tasikmalaya, Sheikh Kesan Besari di Ponorogo, Sheikh Nafis al-Banjari di Banjar Kalimantan, Sheikh Yusuf al-Makassari di Makassar. Melalui bimbingan para Mursyid Thoriqoh maka lahirlah tokoh-tokoh perjuangan dan perlawanan tehadap Belanda seperti Sheikh Yusuf al-Makassari dan Pangeran Diponegoro.
Memasuki abad 20 muncul tokoh-tokoh pejuang dan perlawanan terhadap kolonial Belanda antara lain Kiai Santri (Raden Jayakusuma) yang berhasil mendidik para tokoh pergerakan pra kemerdekaan Indonesia, seperti Wahidin Sudiro Husodo, DR Sutomo, Hos Cokroaminoto dan Soekarno.
"Mereka adalah kader-kader yang dibekali dengan ilmu spiritual dan kebangsaan oleh Kiai Santri sehingga mereka memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi dalam melawan kolonial Belanda. Kegigihan para tokoh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak sia-sia, akhirnya pada 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan sebagai negara merdeka. Dari uraian tersebut terlihat dengan jelas betapa besarnya peran para ulama dalam membela negara dan menjaga keutuhan NKRI," katanya.
Mantan Pangkostrad ini menambahkan, para ulama yang hadir di sini merupakan penerus perjuangan para ulama Thoriqoh dan tokoh-tokoh ulama patriot-patriot bangsa, sekaligus pewaris utama nilai-nilai Proklamasi dan kemurnian nIlai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, para Ulama harus menyadari fungsinya sebagai generasi penerus kemerdekaan dan persatuan Indonesia yang berkewajiban melanjutkan cita-cita Proklamasi, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
"Kalau para ulama tidak melaksanakan Bela Negara dan tidak membela Pancasila serta UUD 1945 maka Kita telah menjadi pengkhianat kepada bangsa ini dan pengkhianat bagi orang tua dan ulama-ulama pendahulu kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini dengan tetesan darah, keringat dan air mata," ucapnya.
Hal itu disampaikan Ryamizard saat menghadiri Thoriqoh Kebangsaan Konferensi Ulama Sufi Internasional yang mengambil tema "Mengimplementasikan Tasauf untuk Kebahagiaan Umat Manusia dan Keselamatan Negara" di Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (8/4/2019).
"Tema yang diambil pada kesempatan kali ini saya pandang relevan dalam rangka mengingatkan kembali akan hakekat dan jati diri umat Islam Indonesia yang sesungguhnya di tengah maraknya aliran dan faham ideologi lain yang ingin mengganti ideologi Pancasila," ujarnya.
Dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi saat ini, kata Ryamizard, di samping ancaman-ancaman berbentuk fisik baik ancaman nyata dan ancaman belum nyata, Indonesia juga harus mewaspadai ancaman disintegrasi bangsa melalui perubahan mindset. Tujuannya adalah merubah ideologi negara Pancasila.
"Dengan kekuatan soft power, ancaman ini terus berupaya secara sistematis, terstruktur dan masif untuk merusak jati diri anak bangsa Indonesia dengan ideologi radikal. Pengaruh mindset ini merusak jati diri anak bangsa yang ujungnya adalah suramnya masa depan generasi muda Indonesia," katanya.
Saat ini, salah satu ancaman yang sangat nyata dan merupakan salah satu bentuk penistaan terhadap agama, negara dan bangsa Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa adalah terorisme dan radikalisme. Ancaman ini tidak hanya menimbulkan kerugian material dan nyawa serta menciptakan rasa takut dimasyarakat, tetapi juga telah mengoyak keutuhan berbangsa dan bernegara.
"Terorisme dan radikalisme yang kita hadapi saat ini adalah ancaman teroris generasi ketiga. Ciri Khusus dari ancaman terorisme generasi ketiga ini adalah kembalinya para militan asing ISIS dari Timur Tengah serta berevolusinya ancaman dari yang bersifat tersentralisasi menjadi terdesentralisasi yang menyebar keseluruh belahan dunia setelah kekalahan ISIS di Syria dan Irak," tegasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menyebut dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia para ulama Thoriqoh memiliki peranan penting dalam membela dan menjaga keutuhan NKRI. Sejak zaman penjajahan Belanda 3,5 abad para ulama Thoriqoh tidak pernah surut dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda sehingga mereka mengalami kesulitan menguasai Indonesia secara utuh karena para ulama thoriqoh yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara menjadi tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
"Kemudian Belanda mengatur strategi dengan mengirim tokoh orientalis Snouck Hourgronje ke Arab Saudi untuk belajar Bahasa Arab, tujuannya supaya bisa membaca dan memahami kitab-kitab yang menjadi rujukan para ulama Thoriqoh Nusantara," ucapnya.
Setelah Snouck Hourgronje melakukan penelitian terhadap kitab-kitab tersebut akhirnya terjawab bahwa ajaran para ulama Thoriqoh menjadi akar tumbuhnya nasionalisme dan bangkitnya semangat perlawanan terhadap Belanda. Belanda kemudian melakukan perampasan buku-buku tasawuf dan tarekat para ulama Nusantara lalu dibawa ke Belanda.
"Sebagai bukti, di perpustakaan Leiden University Belanda ditemukan koleksi Snouck Hourgronje manuskrip kitab Tuhfah al-Mursalah yang ditulis tangan oleh Sheikh Yususf al-Makassari. Selain itu, masih banyak lagi manuskrip-manuskrip kitab para ulama Nusantara yang disimpan di Perpustakaan Leiden University Belanda," kata Ryamizard.
Beberapa kitab tersebut antara lain, kitab Tuhfah Al Mursalah yang sejak abad ke-17 hingga 20 menjadi rujukan para ulama sufi di Nusantara seperti Sheikh Shamsuddin al-Sumatrani dan Sheikh Abdul Rauf al-Sinkili di Aceh, Sheikh Burhanudin Ulakan di Padang, Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani di Palembang, Sheikh Muhyi Pamijahan di Tasikmalaya, Sheikh Kesan Besari di Ponorogo, Sheikh Nafis al-Banjari di Banjar Kalimantan, Sheikh Yusuf al-Makassari di Makassar. Melalui bimbingan para Mursyid Thoriqoh maka lahirlah tokoh-tokoh perjuangan dan perlawanan tehadap Belanda seperti Sheikh Yusuf al-Makassari dan Pangeran Diponegoro.
Memasuki abad 20 muncul tokoh-tokoh pejuang dan perlawanan terhadap kolonial Belanda antara lain Kiai Santri (Raden Jayakusuma) yang berhasil mendidik para tokoh pergerakan pra kemerdekaan Indonesia, seperti Wahidin Sudiro Husodo, DR Sutomo, Hos Cokroaminoto dan Soekarno.
"Mereka adalah kader-kader yang dibekali dengan ilmu spiritual dan kebangsaan oleh Kiai Santri sehingga mereka memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi dalam melawan kolonial Belanda. Kegigihan para tokoh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak sia-sia, akhirnya pada 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan sebagai negara merdeka. Dari uraian tersebut terlihat dengan jelas betapa besarnya peran para ulama dalam membela negara dan menjaga keutuhan NKRI," katanya.
Mantan Pangkostrad ini menambahkan, para ulama yang hadir di sini merupakan penerus perjuangan para ulama Thoriqoh dan tokoh-tokoh ulama patriot-patriot bangsa, sekaligus pewaris utama nilai-nilai Proklamasi dan kemurnian nIlai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, para Ulama harus menyadari fungsinya sebagai generasi penerus kemerdekaan dan persatuan Indonesia yang berkewajiban melanjutkan cita-cita Proklamasi, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
"Kalau para ulama tidak melaksanakan Bela Negara dan tidak membela Pancasila serta UUD 1945 maka Kita telah menjadi pengkhianat kepada bangsa ini dan pengkhianat bagi orang tua dan ulama-ulama pendahulu kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini dengan tetesan darah, keringat dan air mata," ucapnya.
(kri)