Survei Internal, TKN: Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Naik 63%
A
A
A
JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin
menghargai hasil survei yang dilakukan Kompas sebagai produk ilmiah dengan metodologi ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Wakil Direktur Bidang Saksi TKN Jokowi-Ma'ruf, Lukman Edy mengatakan, hasil survei lembaga yang kredibel berguna untuk mengajak masyarakat dan peserta pemilu berpikir rasional dalam konsolidasi demokrasi, khususnya di Pemilu Indonesia 2019.
"Kami membaca hasil survei Kompas ini dengan cerdas dan cermat, semua rekomendasi yang ditampilkan pasti akan kami perhatikan, sebagai bentuk evaluasi kinerja TKN selama enam bulan ini. Tetapi yang kami baca bukan hanya Kompas ya, semua lembaga survei termasuk yang ngawur sekalipun," tutur Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Rabu (20/3/2019).
Yang jelas, kata dia, pihaknya juga memiliki survei internal dimana posisi Jokowi-Kiai Ma'ruf terus menunjukkan tren kenaikan."Penilaian saya soal hasil survei Kompas ini, mudah-mudahan tetap memberi semangat dan optimisme kepada kita semua bangsa Indonesia, dalam menghadapi konsolidasi demokrasi Indonesia yang mensejahterakan. Kepada pendukung Pak Jokowi, tetap kerja keras dan optimis, karena survei internal kita terus progresif naik hingga 63%, seiring dengan semakin kecilnya undecided voters," paparnya.
Lukman memberikan beberapa catatan dalam survei Kompas. Pertama, angka undecided voters yang cukup tinggi mencapai 22,4% dinilai agak aneh dengan tingkat popularitas kedua pasangan calon yang tinggi sekali hampir mentok 100%.
"Kami menilai pertanyaan-pertanyaan di survei Kompas gagal dalam menyelami keinginan pemilih. Mungkin faktor kehati-hatian, tetapi tetap kesimpulan kami survei ini terlalu buru-buru sehingga tidak menyiapkan instrumen untuk menggali lebih dalam keinginan pemilih," urainya.
Pihaknya juga menyimpulkan bahwa hasil tersebut adalah gambaran dari pemilih yang militan dan tidak mungkin lagi berubah.
"Peperangan adalah di angka 22% undecided voters itu. Lalau mengikuti tren kemana undecided voters bergerak, bacaan dari survei Kompas mulai dari bulan Oktober 2018, maka posisi kami tetap unggul diangka 56,8% berbanding 43,2%. Angka yang hampir sama dengan lembaga survei kredibel yang lain," tuturnya.
Sebagai sebuah lembaga yang profesional dan kredibel, kata Lukman, Kompas diminta untuk mengumumkan siapa yang mendanai surveinya, karena ini adalah kewajiban di dalam UU No 7/2017.
Di samping itu, Kompas juga harus menjelaskan kepada publik apakah surveinya ini terpengaruh dengan transaksi lainnya di bisnis Kompas yang lain.
"Seperti kita ketahui kompas memiliki cabang bisnis yang lain, seperti media cetak, elektronik maupun on line. Bisa jadi survei dibiayai sendiri, tetapi ada subsidi dari bidang usaha lain, yang transaksinya terafiliasi dengan subjektifitas hasil survei. Aliran ini mesti terklarifikasi," katanya.
menghargai hasil survei yang dilakukan Kompas sebagai produk ilmiah dengan metodologi ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Wakil Direktur Bidang Saksi TKN Jokowi-Ma'ruf, Lukman Edy mengatakan, hasil survei lembaga yang kredibel berguna untuk mengajak masyarakat dan peserta pemilu berpikir rasional dalam konsolidasi demokrasi, khususnya di Pemilu Indonesia 2019.
"Kami membaca hasil survei Kompas ini dengan cerdas dan cermat, semua rekomendasi yang ditampilkan pasti akan kami perhatikan, sebagai bentuk evaluasi kinerja TKN selama enam bulan ini. Tetapi yang kami baca bukan hanya Kompas ya, semua lembaga survei termasuk yang ngawur sekalipun," tutur Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Rabu (20/3/2019).
Yang jelas, kata dia, pihaknya juga memiliki survei internal dimana posisi Jokowi-Kiai Ma'ruf terus menunjukkan tren kenaikan."Penilaian saya soal hasil survei Kompas ini, mudah-mudahan tetap memberi semangat dan optimisme kepada kita semua bangsa Indonesia, dalam menghadapi konsolidasi demokrasi Indonesia yang mensejahterakan. Kepada pendukung Pak Jokowi, tetap kerja keras dan optimis, karena survei internal kita terus progresif naik hingga 63%, seiring dengan semakin kecilnya undecided voters," paparnya.
Lukman memberikan beberapa catatan dalam survei Kompas. Pertama, angka undecided voters yang cukup tinggi mencapai 22,4% dinilai agak aneh dengan tingkat popularitas kedua pasangan calon yang tinggi sekali hampir mentok 100%.
"Kami menilai pertanyaan-pertanyaan di survei Kompas gagal dalam menyelami keinginan pemilih. Mungkin faktor kehati-hatian, tetapi tetap kesimpulan kami survei ini terlalu buru-buru sehingga tidak menyiapkan instrumen untuk menggali lebih dalam keinginan pemilih," urainya.
Pihaknya juga menyimpulkan bahwa hasil tersebut adalah gambaran dari pemilih yang militan dan tidak mungkin lagi berubah.
"Peperangan adalah di angka 22% undecided voters itu. Lalau mengikuti tren kemana undecided voters bergerak, bacaan dari survei Kompas mulai dari bulan Oktober 2018, maka posisi kami tetap unggul diangka 56,8% berbanding 43,2%. Angka yang hampir sama dengan lembaga survei kredibel yang lain," tuturnya.
Sebagai sebuah lembaga yang profesional dan kredibel, kata Lukman, Kompas diminta untuk mengumumkan siapa yang mendanai surveinya, karena ini adalah kewajiban di dalam UU No 7/2017.
Di samping itu, Kompas juga harus menjelaskan kepada publik apakah surveinya ini terpengaruh dengan transaksi lainnya di bisnis Kompas yang lain.
"Seperti kita ketahui kompas memiliki cabang bisnis yang lain, seperti media cetak, elektronik maupun on line. Bisa jadi survei dibiayai sendiri, tetapi ada subsidi dari bidang usaha lain, yang transaksinya terafiliasi dengan subjektifitas hasil survei. Aliran ini mesti terklarifikasi," katanya.
(dam)