Pendidikan Utama Ada di Keluarga
A
A
A
TENTU peristiwa gladiator di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, membuat kita miris. Dua remaja saling tantang karena saling mengejek di media sosial lantas berduel menggunakan senjata tajam. Satu orang meninggal dunia dari peristiwa yang terjadi di daerah Ciampea. Peristiwa kemarin bukan yang pertama.
Sebelumnya pada 31 Juli 2018, MIS, 13, siswa SMP 2 Dramaga, Kabupaten Bogor, meninggal dunia dalam duel satu lawan satu yang terdiri atas tiga pasang petarung dengan siswa SMP Terbuka 2 Cibungbulang, Kabupaten Bogor, di belakang Terminal Bubulak, Kecamatan Bogor Barat. Pada tahun sebelumnya (24/11/2017), ARS, 16, siswa SMP Islam Asa Syuhada Rumpin, tewas setelah berduel dengan DM, 16, siswa SMP Leuwibatu Rumpin di lapangan Kampung Leuwihalang, Desa Gonang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Selain mereka, ada dua pasangan duel lainnya.
Kasus menggegerkan dan menjadi perhatian publik secara luas karena divideokan tercatat terjadi pada 29 Januari 2016. Kala itu, HCER, 15, siswa SMA Budi Mulia, Kota Bogor, tewas dalam duel satu lawan satu dengan BV, 15, siswa SMA Mardi Yuana, di Taman Palupuh, belakang gedung SMAN 7 Kota Bogor, Vila Citra, Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Dari beberapa gladiator yang terjadi, ada keterlibatan para senior, termasuk alumnus sekolah mereka. Mereka merencanakan duel, menjadi panitia penyedia senjata, penentu lokasi dan waktu, hingga merekam aaksi duel dengan video.
Pemerintah setempat mengaku telah membuat program pendidikan untuk mencegah kejadian-kejadian di atas. Mereka pun akan mengevaluasi program pendidikan yang sudah berjalan namun tampaknya belum mampu mencegah kenakalan remaja yang sudah masuk ranah kriminal ini. Namun, akan kurang tepat ataupun bijak jika menumpukkan persoalan ini hanya karena kegagalan program pendidikan.
Masih banyak orang tua yang salah kaprah dalam memahami pendidikan. Misalnya dengan menyekolahkan anaknya di sekolah favorit yang biasanya berbiaya tinggi, anaknya akan menjadi pintar dan memiliki sikap terpuji. Hal salah yang lain adalah orang tua hanya pasrah tentang baik buruknya anaknya kepada guru atau lingkungan sekolah.
Beberapa contoh di atas memberikan tanggung jawab pendidikan anak hanya kepada guru dan lingkungan sekolah atau bahkan pada pemerintah setempat. Akibatnya seolah bagi keluarga kaya, maka akan mendapatkan pendidikan baik, sedangkan bagi keluarga miskin, maka akan mendapatkan pendidikan kurang baik.
Belum lagi anggapan bahwa pendidikan hanya didapat dari sekolah saja. Seorang psikolog pendidikan pernah mengatakan, sekolah yang baik atau tepat untuk anak kita adalah sekolah mempunyai tujuan yang sama dengan konsep pendidikan orang tua yang akan diberikan kepada anak-anaknya. Artinya, sekolah-sekolah yang mengaku bertaraf internasional atau favorit belum tentu menjadi sekolah tepat bagi anak-anak. Peran orang tua lebih dominan dalam pendidikan anak. Guru atau lingkungan sekolah atau bahkan kebijakan pemerintah hanyalah membantu orang tua.
Inilah salah kaprah pendidikan terhadap anak. Konsep pendidikan anak yang tepat sentralnya ada pada orang tua. Orang tua mempunyai kendali penuh untuk mengantarkan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik. Jadi akan lebih baik menghilangkan kesan sekolah favorit atau nonfavorit karena pada dasarnya pendidikan semua sekolah itu baik dan sangat bergantung dengan “kurikulum” pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Faktor lain dan ini yang utama adalah perilaku orang tua di rumah. Bagaimana cara berkomunikasi, makan, tidur, mandi, bertutur, ketika menyelesaikan perselisihan, dan lain-lain adalah pendidikan kepada anak-anak kita. Ketika orang tua berperilaku kasar atau berkata kasar dalam menghadapi sesuatu tanpa disadari, orang tua mengajari anak-anaknya dengan cara kasar. Begitu juga hal-hal lain di rumah. Inilah harus benar-benar dipahami orang tua dalam mendidik anak. Bahwa pendidikan terjadi ketika anak bangun tidur hingga tidur, proses tidur, dan ketika bangun kembali. Ini lebih banyak terjadi di luar lingkungan sekolah formal.
Jika anak-anak diberikan pendidikan di lingkungan keluarga dengan cara halus atau lebih mengedepankan kasih sayang, menghormati orang lain, dan bersikap baik, maka ke depan mereka akan bersikap sama di lingkungan luar. Jadi orang tua patut sadar bahwa sikap dan perilaku anak-anak akan sangat ditentukan bagaimana orang tua itu mendidik di lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.(*)
Sebelumnya pada 31 Juli 2018, MIS, 13, siswa SMP 2 Dramaga, Kabupaten Bogor, meninggal dunia dalam duel satu lawan satu yang terdiri atas tiga pasang petarung dengan siswa SMP Terbuka 2 Cibungbulang, Kabupaten Bogor, di belakang Terminal Bubulak, Kecamatan Bogor Barat. Pada tahun sebelumnya (24/11/2017), ARS, 16, siswa SMP Islam Asa Syuhada Rumpin, tewas setelah berduel dengan DM, 16, siswa SMP Leuwibatu Rumpin di lapangan Kampung Leuwihalang, Desa Gonang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Selain mereka, ada dua pasangan duel lainnya.
Kasus menggegerkan dan menjadi perhatian publik secara luas karena divideokan tercatat terjadi pada 29 Januari 2016. Kala itu, HCER, 15, siswa SMA Budi Mulia, Kota Bogor, tewas dalam duel satu lawan satu dengan BV, 15, siswa SMA Mardi Yuana, di Taman Palupuh, belakang gedung SMAN 7 Kota Bogor, Vila Citra, Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Dari beberapa gladiator yang terjadi, ada keterlibatan para senior, termasuk alumnus sekolah mereka. Mereka merencanakan duel, menjadi panitia penyedia senjata, penentu lokasi dan waktu, hingga merekam aaksi duel dengan video.
Pemerintah setempat mengaku telah membuat program pendidikan untuk mencegah kejadian-kejadian di atas. Mereka pun akan mengevaluasi program pendidikan yang sudah berjalan namun tampaknya belum mampu mencegah kenakalan remaja yang sudah masuk ranah kriminal ini. Namun, akan kurang tepat ataupun bijak jika menumpukkan persoalan ini hanya karena kegagalan program pendidikan.
Masih banyak orang tua yang salah kaprah dalam memahami pendidikan. Misalnya dengan menyekolahkan anaknya di sekolah favorit yang biasanya berbiaya tinggi, anaknya akan menjadi pintar dan memiliki sikap terpuji. Hal salah yang lain adalah orang tua hanya pasrah tentang baik buruknya anaknya kepada guru atau lingkungan sekolah.
Beberapa contoh di atas memberikan tanggung jawab pendidikan anak hanya kepada guru dan lingkungan sekolah atau bahkan pada pemerintah setempat. Akibatnya seolah bagi keluarga kaya, maka akan mendapatkan pendidikan baik, sedangkan bagi keluarga miskin, maka akan mendapatkan pendidikan kurang baik.
Belum lagi anggapan bahwa pendidikan hanya didapat dari sekolah saja. Seorang psikolog pendidikan pernah mengatakan, sekolah yang baik atau tepat untuk anak kita adalah sekolah mempunyai tujuan yang sama dengan konsep pendidikan orang tua yang akan diberikan kepada anak-anaknya. Artinya, sekolah-sekolah yang mengaku bertaraf internasional atau favorit belum tentu menjadi sekolah tepat bagi anak-anak. Peran orang tua lebih dominan dalam pendidikan anak. Guru atau lingkungan sekolah atau bahkan kebijakan pemerintah hanyalah membantu orang tua.
Inilah salah kaprah pendidikan terhadap anak. Konsep pendidikan anak yang tepat sentralnya ada pada orang tua. Orang tua mempunyai kendali penuh untuk mengantarkan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik. Jadi akan lebih baik menghilangkan kesan sekolah favorit atau nonfavorit karena pada dasarnya pendidikan semua sekolah itu baik dan sangat bergantung dengan “kurikulum” pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Faktor lain dan ini yang utama adalah perilaku orang tua di rumah. Bagaimana cara berkomunikasi, makan, tidur, mandi, bertutur, ketika menyelesaikan perselisihan, dan lain-lain adalah pendidikan kepada anak-anak kita. Ketika orang tua berperilaku kasar atau berkata kasar dalam menghadapi sesuatu tanpa disadari, orang tua mengajari anak-anaknya dengan cara kasar. Begitu juga hal-hal lain di rumah. Inilah harus benar-benar dipahami orang tua dalam mendidik anak. Bahwa pendidikan terjadi ketika anak bangun tidur hingga tidur, proses tidur, dan ketika bangun kembali. Ini lebih banyak terjadi di luar lingkungan sekolah formal.
Jika anak-anak diberikan pendidikan di lingkungan keluarga dengan cara halus atau lebih mengedepankan kasih sayang, menghormati orang lain, dan bersikap baik, maka ke depan mereka akan bersikap sama di lingkungan luar. Jadi orang tua patut sadar bahwa sikap dan perilaku anak-anak akan sangat ditentukan bagaimana orang tua itu mendidik di lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.(*)
(wib)