Perang Total Melawan Narkoba

Jum'at, 15 Maret 2019 - 08:35 WIB
Perang Total Melawan...
Perang Total Melawan Narkoba
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

SUNGGUH sangat mengerikan! 11.071 orang meninggal dunia per tahun atau 40 orang meninggal dunia per hari di Indonesia akibat kecanduan narkoba. Selain tragedi kematian ini, permasalahan narkoba juga menimbulkan kerugian sosial senilai Rp77,4 triliun dan kerugian pribadi sebesar Rp7,3 triliun. Data ini dikemukakan oleh David Hutapea (Dit Diseminasi Informasi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional/BNN) pada 2017.

Menurut David, jumlah prevalensi pengguna narkotika dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari total pengguna narkoba tersebut, mayoritas adalah pekerja (59%), disusul pelajar-mahasiswa (24%), dan populasi umum (17%). Pada tahun yang sama, BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia merilis data yang diperoleh dari hasil penelitian, sekitar 1,77% atau 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkotika. Akibatnya, kerugian ekonomi dan sosial mencapai Rp84,7 triliun.

Jumlah korban meninggal akibat kecanduan narkoba seperti tersebut di atas sangat membahayakan kehidupan bangsa, terutama bagi anak muda yang secara mental-moral masih rentan. Jaringan peredaran narkoba sangat luas dan menyusup ke berbagai lapisan masyarakat.

Itulah sebabnya, pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mencegah dan memberantas peredaran narkoba dan akibat-akibat destruktif yang ditimbulkannya. Selama ini BNN telah bekerja keras dan profesional menjalankan tugasnya. Pengedar narkoba yang terbukti bersalah di pengadilan telah dihukum sesuai kesalahannya. Sebagian pelakunya menjalani program rehabilitasi.

Hukuman Mati
Hukuman mati diberikan kepada gembong-gembong narkoba untuk memberikan efek jera kepada para pengedar lainnya agar menghentikan aksi mereka. Gembong pertama pemilik-pengedar narkotika yang ditembak mati adalah Freddy Budiman. Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Freddy. Ia dieksekusi pada Jum’at 29 Juli 2016 pukul 00.45 WIB di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Jawa Tengah. Freddy divonis mati karena memiliki 1,4 juta pil ekstasi dan pabrik ekstasi di penjara. Selama mendekam di penjara, Freddy masih berani menjalankan bisnisnya mengendalikan peredaran narkoba.

Menyusul Freddy, regu tembak juga mengeksekusi Seck Osmane, pemasok dan pengedar heroin seberat 2,4 kilogram. Dua kali ia mengajukan PK, tapi MA menolaknya. Eksekusi ketiga dilakukan terhadap Michael Titus (warga negara Nigeria) yang diputus bersalah memiliki heroin seberat 5,8 kilogram. Setelah itu, regu tembak mengeksekusi Humprey Ejike (warga negara Nigeria) yang mengedarkan narkoba dengan modus membuka warung makan.

Di tengah wacana pro-kontra hukuman mati, delapan terpidana mati kasus narkoba dieksekusi serentak di penjara Nusakambangan. Mereka dieksekusi setelah melakukan upaya banding, mengajukan grasi, dan gencarnya desakan internasional terhadap Presiden Joko Widodo untuk tidak mengeksekusi mereka. Pemerintah tetap konsisten melaksanakan putusan pengadilan demi tegaknya hukum, demi pemberantasan narkoba, dan demi menyelamatkan anak-anak bangsa.

Para terpidana yang ditembak mati adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (warga negara Australia anggota Bali Nine), Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, dan Okwudili Oyatanze (tiga warga negara Nigeria), Martin Anderson (warga negara Ghana), Rodrigo Galarte (warga negara Brazil) dan Zainal Abidin (warga negara Indonesia).

Motif utama para penjual-pengedar narkoba adalah uang. Mereka ingin meraup keuntungan bisnis haram ini hingga miliaran rupiah. Tapi mereka benar-benar merusak dan menghancurkan kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa. Para pengedar narkoba melakukan praktik-praktik ilegal dan melawan hukum demi perburuan uang yang bernilai miliaran rupiah. Hukuman mati terhadap gembong-gembong narkoba seperti tersebut di atas tidak membuat jera para pengedar narkoba dan mereka terus saja beroperasi di setiap ada kesempatan.

Jaringan Lintas Negara
Brigjen Pol Eko Daniyanto (Direktur IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri) mengatakan, jalur laut digunakan sebagai jalur pengiriman narkoba oleh sindikat narkoba asal Tiongkok dan Taiwan. Mereka membawa barang haram itu dari kapal ke kapal dan mendarat di negara tujuan. Eko mengungkapkan, institusinya berhasil membongkar sindikat Malaysia-Aceh-Medan yang mengedarkan narkoba jenis sabu di Indonesia. Barang haram seberat 16 kg itu diambil di laut perbatasan Malaysia-Indonesia. Enam orang telah dijadikan tersangka. Barang bukti yang disita berupa 16 kg sabu, 50 kg kristal putih, 15.000 butir pil ekstasi, sebungkus H-5, dan empat buah mobil.

Keenam tersangka bisa dijerat dengan pasal primer (pasal 114 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 2 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda Rp. 1 miliar-10 miliar) atau dengan pasal sekunder (pasal 112 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 2 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda minimal Rp800 juta dan maksimal Rp8 miliar).

Perdagangan narkoba terus menyeruak dari waktu ke waktu. BNN Provinsi Riau menyita 15 kilogram sabu dan 16.364 butir pil ekstasi dari tangan lima tersangka yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan. Selanjutnya, BNN Provinsi Jawa Tengah membongkar kasus tindak pidana pencucian uang dari hasil kejahatan narkotika senilai Rp4,8 miliar. Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemberitaan yang viral akhir-akhir ini adalah kasus AA yang ditangkap polisi di sebuah hotel di Jakarta Barat karena terjerat narkoba. Sebagai public figure dan wasekjen sebuah parpol seharusnya ia tidak melakukan hal itu.

Seraya terus berkampanye "katakan tidak pada narkoba," perang total terhadap narkoba harus terus dilakukan sepanjang masa di seluruh Tanah Air karena narkoba sangat merusak dan menghancurkan kehidupan bangsa, terutama anak-anak muda sebagai penerus perjuangan dan masa depan bangsa. Pendidikan agama-akhlak-moral-budi pekerti, baik di lingkungan pendidikan formal maupun nonformal (keluarga), harus terus diperkuat sebagai basis dan benteng pertahanan kaum muda melawan ancaman narkoba.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0518 seconds (0.1#10.140)