Kartu Prakerja Bukti Jokowi Berjiwa Sosial dan Propekerja
A
A
A
JAKARTA - Rencana peluncuran Kartu Prakerja yang dicanangkan Presiden Joko Widodo saat terpilih kembali di periode kedua pemerintahan, 2019-2024 mendatang membuktikan Indonesia bukanlah negara kapitalis yang tak peduli pada kesejahteraan warga.
Kartu yang diberikan kepada pencari kerja untuk mendapatkan layanan pelatihan vokasi (skilling, up-skilling, dan re-skilling) dianggap bagus sebagai bridging bagi pencari kerja awal maupun mereka yang terkena ancaman PHK, atau juga tenaga kerja yang terganggu peristiwa digital disruption yang marak dalam lima tahun belakangan ini.
“Hanya pemerintahan dan presiden yang berjiwa sosial dan pro-tenaga kerja yang punya inisiatif memberi intensif pada kaum muda dan pekerja untuk bisa mendapat jaminan kesejahteraan lebih baik, sekaligus kesempatan untuk kembali bekerja. Kaum liberal biasanya tak setuju dengan gagasan ini. Mereka lebih senang memberi insentif pada industri. Bukan pada pekerja,” ujar Pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali di Jakarta, Kamis (14/3/2019)
Mneurut Rhenald, manfaat dari kartu tersebut sangat besar, yakni para pekerja bisa melakukan upgrade skill dan sebagian biaya hidup terpenuhi dengan Kartu tersebut. Rhenald pun menyarankan agar dibuat road map yang disusun oleh Kementerian Tenaga Kerja.
“Roadmap itu harus mendefinisikan siapa yang berhak menerima jaminan sosial ini, bagaimana bentuknya, dan lama bantuan. Lalu mengenai perencanaan pembiayaan, transformasi balai-balai latihan kerja, kemudian sertifikasi profesi, serta keterlibatan perusahaan swasta untuk melatih ulang,” ujarnya Rhenald.
Tak kalah penting agar kartu pra-kerja bisa berjalan efektif sehingga tidak terlalu membebani APBN , lanjut Rhenald, perlu dilakukan pembinaan pada kaum muda agar lebih siap memasuki dunia kerja, mendatangkan investor baru, dan menyiapkan para tenaga kerja muda untuk menjadi pelaku ekonomi kreatif yang mandiri (start up).
"Ibaratnya, kita tetap memberikan pancing dan kail, namun lebih upgrade. Selain itu mekanismenya diatur dengan berdasarkan empat prinsip, yakni transparan sehingga mencapai sasaran, tetap mengutamakan kemandirian, membenahi skill sehingga tidak memulai dari nol, serta memiliki batas waktu agar yang menggunakan bisa lebih banyak,” ucapnya.
Kartu yang diberikan kepada pencari kerja untuk mendapatkan layanan pelatihan vokasi (skilling, up-skilling, dan re-skilling) dianggap bagus sebagai bridging bagi pencari kerja awal maupun mereka yang terkena ancaman PHK, atau juga tenaga kerja yang terganggu peristiwa digital disruption yang marak dalam lima tahun belakangan ini.
“Hanya pemerintahan dan presiden yang berjiwa sosial dan pro-tenaga kerja yang punya inisiatif memberi intensif pada kaum muda dan pekerja untuk bisa mendapat jaminan kesejahteraan lebih baik, sekaligus kesempatan untuk kembali bekerja. Kaum liberal biasanya tak setuju dengan gagasan ini. Mereka lebih senang memberi insentif pada industri. Bukan pada pekerja,” ujar Pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali di Jakarta, Kamis (14/3/2019)
Mneurut Rhenald, manfaat dari kartu tersebut sangat besar, yakni para pekerja bisa melakukan upgrade skill dan sebagian biaya hidup terpenuhi dengan Kartu tersebut. Rhenald pun menyarankan agar dibuat road map yang disusun oleh Kementerian Tenaga Kerja.
“Roadmap itu harus mendefinisikan siapa yang berhak menerima jaminan sosial ini, bagaimana bentuknya, dan lama bantuan. Lalu mengenai perencanaan pembiayaan, transformasi balai-balai latihan kerja, kemudian sertifikasi profesi, serta keterlibatan perusahaan swasta untuk melatih ulang,” ujarnya Rhenald.
Tak kalah penting agar kartu pra-kerja bisa berjalan efektif sehingga tidak terlalu membebani APBN , lanjut Rhenald, perlu dilakukan pembinaan pada kaum muda agar lebih siap memasuki dunia kerja, mendatangkan investor baru, dan menyiapkan para tenaga kerja muda untuk menjadi pelaku ekonomi kreatif yang mandiri (start up).
"Ibaratnya, kita tetap memberikan pancing dan kail, namun lebih upgrade. Selain itu mekanismenya diatur dengan berdasarkan empat prinsip, yakni transparan sehingga mencapai sasaran, tetap mengutamakan kemandirian, membenahi skill sehingga tidak memulai dari nol, serta memiliki batas waktu agar yang menggunakan bisa lebih banyak,” ucapnya.
(whb)