Kartu Pra Kerja Dinilai Konkret, Pengamat: Tinggal Dipikirkan Anggarannya
A
A
A
JAKARTA - Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap program Kartu Pra Kerja yang ditawarkan Capres nomor urut 01, Jokowi positif untuk menjawab kegalauan para lulusan SMA yang tengah mencari kerja.
Hal ini dikatakan Adi sekaligus menjawab kritikan yang disampaikan Inisiator Garbi, Fahri Hamzah yang menyebut tidak masuk akal karena tidak ada anggaran untuk membiayai program tersebut dan Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebut program tersebut omong kosong, politis dan norak.
Bahkan Adi menyebut, langkah pendukung paslon 02 yakni Tim Advokasi Indonesi Bergerak yang melaporkan program itu ke Bawaslu dinilai tidak tepat. Menurutnya, program kartu pra kerja konkret, namun memang perlu difikirkan secara matang terkait penganggarannya.
"Logika jangan semua yang disampaikan petahana itu buruk. Pola pikirnya jangan hitam dan putih. Menurut saya, kalau program kerja ini dianggap enggak realistis mestinya dijawab dengan program kerja yang menurut (kubu paslon) 02 realistis," kata Adi, Senin (11/3/2019).
Dia juga mengkritisi cara-cara paslon Prabowo-Sandi memberikan solusi permasalahan, yang hanya terfokus pada 100 hari kerja. Menurut Adi, dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penatang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional dalam mempermudah akses pendidikan, mengatasi lonjakan calon-calon tenaga kerja, dan mahalnya harga-harga bahan pokok.
Kendati demikian, Adi sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendanaan dari program ini tetap harus difikirkan secara matang dan terukur.
"Isu dari mana (uangnya) itu memang perlu dijawab. Apakah akan diambil dari pengetatan dana Badan dan Kementerian, pajak, atau nambah hutang sekalipun itu enggak soal selama itu untuk kebaikan rakyat miskin. Selama itu untuk kebaikan anak-anak muda kita supaya bisa memilki pekerjaan. Jangan sampai sirkulasi keuangan ini hanya berkutat pada kelompok-kelompok menengah tertentu," beber Adi.
"Toh selama ini kita tidak pernah membayangkan pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu ada uangnya, bahkan dananya dari mana enggak jelas, tapi dalam praktiknya infrastruktur jelas. Banyak lobang untuk mengeluarkan dana. Misalnya dari pengetatan dana pengeluaran kementerian. Artinya semua kementerian dan departemen itu dipaksa mengencangkan ikat pinggang biar dananya dialokasikan untuk infrastruktur. Itu kan salah satu upaya. Dulu infrastruktur juga dicibir dianggap gak realistis, duitnya gak ada. buktinya ada. Setelah dana-dana BUMN, dana pajak juga diambil," imbuhnya.
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini mengatakan cita-cita dari program ini besar agar anak-anak muda tidak jadi pengangguran. Agar lulusan-lulusan SMA dan SMK punya skill di bidang usaha dan pekerjaan. "Apa itu salah. Semua diawali dari ide," kata dia
Adi tidak menampik jika program ini akan memiliki insentif elektoral untuk Jokowi, sekaligus mengesankan kubu 02 panik dengan kartu pra kerja ini. "Tentu (berpengaruh). Karena ini program populis dan visi misi Jokowi dari tiga kartu ini lebih detail. Artinya ketika ditanya bagaimana ibu-ibu bisa mengakses barang mudah, jawabannya ya sederhana dikasi kartu sembako murah, ketika ditanya anak muda bisa kerja, dikasi keterampilan lalu disubsidi," kata Adi.
Menurut Adi, hal itu lebih kongkret ketimbang jawaban kubu Prabowo-Sandi yang selalu bersifat umum dengan jawaban 100 hari kerja. "Prabowo sebenarnya semangatnya sama ingin membantu rakyat, tapi jawabannya semua akan diselesaikan dalam program 100 hari. Tidak ada basis argumentasi yang detail. Prabowo selalu berlindung di bawah narasi besar, tapi gagasan yang menyentuh bumi enggak ada. Lebih banyak retorika besarnya, tapi gagasan operasionalnya kering," pungkasnya.
Hal ini dikatakan Adi sekaligus menjawab kritikan yang disampaikan Inisiator Garbi, Fahri Hamzah yang menyebut tidak masuk akal karena tidak ada anggaran untuk membiayai program tersebut dan Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebut program tersebut omong kosong, politis dan norak.
Bahkan Adi menyebut, langkah pendukung paslon 02 yakni Tim Advokasi Indonesi Bergerak yang melaporkan program itu ke Bawaslu dinilai tidak tepat. Menurutnya, program kartu pra kerja konkret, namun memang perlu difikirkan secara matang terkait penganggarannya.
"Logika jangan semua yang disampaikan petahana itu buruk. Pola pikirnya jangan hitam dan putih. Menurut saya, kalau program kerja ini dianggap enggak realistis mestinya dijawab dengan program kerja yang menurut (kubu paslon) 02 realistis," kata Adi, Senin (11/3/2019).
Dia juga mengkritisi cara-cara paslon Prabowo-Sandi memberikan solusi permasalahan, yang hanya terfokus pada 100 hari kerja. Menurut Adi, dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penatang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional dalam mempermudah akses pendidikan, mengatasi lonjakan calon-calon tenaga kerja, dan mahalnya harga-harga bahan pokok.
Kendati demikian, Adi sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendanaan dari program ini tetap harus difikirkan secara matang dan terukur.
"Isu dari mana (uangnya) itu memang perlu dijawab. Apakah akan diambil dari pengetatan dana Badan dan Kementerian, pajak, atau nambah hutang sekalipun itu enggak soal selama itu untuk kebaikan rakyat miskin. Selama itu untuk kebaikan anak-anak muda kita supaya bisa memilki pekerjaan. Jangan sampai sirkulasi keuangan ini hanya berkutat pada kelompok-kelompok menengah tertentu," beber Adi.
"Toh selama ini kita tidak pernah membayangkan pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu ada uangnya, bahkan dananya dari mana enggak jelas, tapi dalam praktiknya infrastruktur jelas. Banyak lobang untuk mengeluarkan dana. Misalnya dari pengetatan dana pengeluaran kementerian. Artinya semua kementerian dan departemen itu dipaksa mengencangkan ikat pinggang biar dananya dialokasikan untuk infrastruktur. Itu kan salah satu upaya. Dulu infrastruktur juga dicibir dianggap gak realistis, duitnya gak ada. buktinya ada. Setelah dana-dana BUMN, dana pajak juga diambil," imbuhnya.
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini mengatakan cita-cita dari program ini besar agar anak-anak muda tidak jadi pengangguran. Agar lulusan-lulusan SMA dan SMK punya skill di bidang usaha dan pekerjaan. "Apa itu salah. Semua diawali dari ide," kata dia
Adi tidak menampik jika program ini akan memiliki insentif elektoral untuk Jokowi, sekaligus mengesankan kubu 02 panik dengan kartu pra kerja ini. "Tentu (berpengaruh). Karena ini program populis dan visi misi Jokowi dari tiga kartu ini lebih detail. Artinya ketika ditanya bagaimana ibu-ibu bisa mengakses barang mudah, jawabannya ya sederhana dikasi kartu sembako murah, ketika ditanya anak muda bisa kerja, dikasi keterampilan lalu disubsidi," kata Adi.
Menurut Adi, hal itu lebih kongkret ketimbang jawaban kubu Prabowo-Sandi yang selalu bersifat umum dengan jawaban 100 hari kerja. "Prabowo sebenarnya semangatnya sama ingin membantu rakyat, tapi jawabannya semua akan diselesaikan dalam program 100 hari. Tidak ada basis argumentasi yang detail. Prabowo selalu berlindung di bawah narasi besar, tapi gagasan yang menyentuh bumi enggak ada. Lebih banyak retorika besarnya, tapi gagasan operasionalnya kering," pungkasnya.
(pur)