BNPT Ungkap Pentingnya Latihan Khusus Cegah Ancaman Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Indonesia akan menggelar Pemilihan Umum secara serentak pada 17 April 2019. Pada saat itu, masyarakat akan memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif secara bersamaan.
Tidak menutup kemungkinan momen penting itu dimanfaatkan sekelompok teroris untuk melakukan aksinya guna menunjukan eksistensi kelompoknya.
Menyikapi hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Direktorat Pembinaan Kemampuan di Kedeputian II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan menggelar Latihan Mitigasi Aksi Terorisme Integratif dalam rangka Pengamanan Pemilu Legislatif dan Presiden Tahun 2019.
Simulasi telah dilakukan di Lapangan Silang Monas dan di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu 6 Maret 2019. “Kita latihan mitigasi, keterpaduan semua unit penanggulangan terorisme, baik itu dari TNI, AD, AL, AU, kepolisian bersama dinas instansi dan kementerian terkait. Kita melihat, ada pasukan khusus dari Gultor (Kopassus), ada Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dari Angkatan Laut, ada Satuan Bravo 90 dari Angkatan Udara, ada Gegana dari Polri dan semua dinas instansi yang terlibat, kita mesti latih,” tutur Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan adanya potensi gangguan terorisme dalam setiap event besar. Oleh karena itu, perlu persiapan untuk mengidentifikasi sesuai standard operating procedure (SOP).
“Ini untuk melatih kemampuan kita terintegrasi bagaimana menghadapi situasi jika terjadi aksi terorisme sehingga kita tidak terdadak jika ada kejadian,” tutur mantan Kepala Badana Reserse Kriminal Polri ini.
Menurut dia, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dan di mana teroris akan beraksi. Oleh karena itu harus ada langkah-langkah untuk bersiaga sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme.
“Cara yang efektif untuk mempertahankan kondisi kesiapsiagaan nasional adalah dengan melakukan latihan yang melibatkan semua unsur nasional terkait secara intensif dan konprehensif,” tutur Suhardi.
Apalagi sesuai UU, lanjut dia, BNPT adalah leading sector dalam bidang penanggulangan terorisme yang salah satunya memiliki tugas dalam menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.
Dia menambahkan, pola penanggulangan terorisme di Indonesia selama ini menggunakan dua metode, pola soft approach (pendekatan lunak) dengan melakukan program deradikalisasi dan pencegahan dan hard approach (penegakan hukum) dengan melalui penindakan serta kesipasiagaan nasional.
“Latihan yang kita laksanakan saat ini merupakan bentuk dari pola hard approach sebagai penguatan bagi TNI, Polri dan instansi terkait lainnya dalam rangka penanggulangan terorisme,” kata mantan Sekretaris Utama Lemhanas ini.
Suhardi menjelaskan, latihan dan simulasi ini merupakan program rutin dari BNPT. “Ini program rutin BNPT. Kemarin sebelum Asian Gamesjuga menggelar di Kemayoran dan dihadiri Panglima TNI. Lalu tahun 2016 akhir kita latihan di Bandara Soekarno-Hatta dan 2018 kemarin kita gelar di Bandara Ahmad Yani Semarang,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia mengungkapkan, pemilihan stasiun kereta api sebagai tempat pelatihan mitigasi ini karena stasiun kereta api merupakan salah satu objek vital yang berpotensi menjadi sasaran aksi terorisme yang dapat menimbulkan instabilitas.
Oleh karena itu, sambung dia, seluruh aparat harus waspada di berbagai tempat dengan segala situasi. “Bukan cuma siang, malam juga, Bahkan dalam kondisi hujan pun harus kita hadapi. Kalau kita kemarin di bandara, di terminal bus, sekarang di stasiun kereta api. Jadi semua sarana dan prasarana yang kemungkinan menjadi titik titik serangan (terorisme-red) harus kita antisipasi,” tuturnya.
Senada dengan Kepala BNPT, PT Kereta Api Indonesia (KAI) pun juga menyadari pentingnya kegiatan pelatihan di area publik seperti stasiun kereta api.
Dia mengatakan, stasiun merupakan salah satu objek vitalyang diatur berdasarkan peraturan pemerintah.
“Kami sangat mendukung kegiatan yang digelar BNPT ini agar menjadi kegiatan yang positif ke depannya dalam hal antisipasi. Ada 600 lebih Stasiun di wilayah Jabotabek ini, ada 76 stasiun dengan konsentrasi stasiun yang sangat tinggi. Ada sebanyak 1 juta penumpang yang kita angkut,” ungkap Direktur Pengelolaan Prasarana PT KAI, Muhammad Nurul Fadhilah.
Tidak menutup kemungkinan momen penting itu dimanfaatkan sekelompok teroris untuk melakukan aksinya guna menunjukan eksistensi kelompoknya.
Menyikapi hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Direktorat Pembinaan Kemampuan di Kedeputian II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan menggelar Latihan Mitigasi Aksi Terorisme Integratif dalam rangka Pengamanan Pemilu Legislatif dan Presiden Tahun 2019.
Simulasi telah dilakukan di Lapangan Silang Monas dan di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu 6 Maret 2019. “Kita latihan mitigasi, keterpaduan semua unit penanggulangan terorisme, baik itu dari TNI, AD, AL, AU, kepolisian bersama dinas instansi dan kementerian terkait. Kita melihat, ada pasukan khusus dari Gultor (Kopassus), ada Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dari Angkatan Laut, ada Satuan Bravo 90 dari Angkatan Udara, ada Gegana dari Polri dan semua dinas instansi yang terlibat, kita mesti latih,” tutur Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan adanya potensi gangguan terorisme dalam setiap event besar. Oleh karena itu, perlu persiapan untuk mengidentifikasi sesuai standard operating procedure (SOP).
“Ini untuk melatih kemampuan kita terintegrasi bagaimana menghadapi situasi jika terjadi aksi terorisme sehingga kita tidak terdadak jika ada kejadian,” tutur mantan Kepala Badana Reserse Kriminal Polri ini.
Menurut dia, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dan di mana teroris akan beraksi. Oleh karena itu harus ada langkah-langkah untuk bersiaga sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme.
“Cara yang efektif untuk mempertahankan kondisi kesiapsiagaan nasional adalah dengan melakukan latihan yang melibatkan semua unsur nasional terkait secara intensif dan konprehensif,” tutur Suhardi.
Apalagi sesuai UU, lanjut dia, BNPT adalah leading sector dalam bidang penanggulangan terorisme yang salah satunya memiliki tugas dalam menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.
Dia menambahkan, pola penanggulangan terorisme di Indonesia selama ini menggunakan dua metode, pola soft approach (pendekatan lunak) dengan melakukan program deradikalisasi dan pencegahan dan hard approach (penegakan hukum) dengan melalui penindakan serta kesipasiagaan nasional.
“Latihan yang kita laksanakan saat ini merupakan bentuk dari pola hard approach sebagai penguatan bagi TNI, Polri dan instansi terkait lainnya dalam rangka penanggulangan terorisme,” kata mantan Sekretaris Utama Lemhanas ini.
Suhardi menjelaskan, latihan dan simulasi ini merupakan program rutin dari BNPT. “Ini program rutin BNPT. Kemarin sebelum Asian Gamesjuga menggelar di Kemayoran dan dihadiri Panglima TNI. Lalu tahun 2016 akhir kita latihan di Bandara Soekarno-Hatta dan 2018 kemarin kita gelar di Bandara Ahmad Yani Semarang,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia mengungkapkan, pemilihan stasiun kereta api sebagai tempat pelatihan mitigasi ini karena stasiun kereta api merupakan salah satu objek vital yang berpotensi menjadi sasaran aksi terorisme yang dapat menimbulkan instabilitas.
Oleh karena itu, sambung dia, seluruh aparat harus waspada di berbagai tempat dengan segala situasi. “Bukan cuma siang, malam juga, Bahkan dalam kondisi hujan pun harus kita hadapi. Kalau kita kemarin di bandara, di terminal bus, sekarang di stasiun kereta api. Jadi semua sarana dan prasarana yang kemungkinan menjadi titik titik serangan (terorisme-red) harus kita antisipasi,” tuturnya.
Senada dengan Kepala BNPT, PT Kereta Api Indonesia (KAI) pun juga menyadari pentingnya kegiatan pelatihan di area publik seperti stasiun kereta api.
Dia mengatakan, stasiun merupakan salah satu objek vitalyang diatur berdasarkan peraturan pemerintah.
“Kami sangat mendukung kegiatan yang digelar BNPT ini agar menjadi kegiatan yang positif ke depannya dalam hal antisipasi. Ada 600 lebih Stasiun di wilayah Jabotabek ini, ada 76 stasiun dengan konsentrasi stasiun yang sangat tinggi. Ada sebanyak 1 juta penumpang yang kita angkut,” ungkap Direktur Pengelolaan Prasarana PT KAI, Muhammad Nurul Fadhilah.
(dam)