Perkara Suap, Eddy Sindoro Divonis Empat Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis terdakwa mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro dengan pidana penjara selama empat tahun.
Majelis hakim yang dipimpin Hariono dengan anggota di antaranya Hastopo, Sigit Herman Binaji dan Titi Sansiwi menilai Eddy Sindoro terbukti bersalah menurut hukum bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dalam delik pemberian suap.
Eddy terbukti memberikan suap sebesar suap Rp150 juta dan USD50.000 (setara saat 16 Februari 2016 sebesar Rp670 juta) kepada terpidana penerima suap ke Edy Nasution (terpidana 8 tahun) selaku panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Majelis meyakini perbuatan Eddy dilakukan bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno (terpidana empat tahun penjara), pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati (belum tersangka), Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho (belum tersangka), dan Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (anak usaha Lippo Group) Hery Soegiarto (belum tersangka).
Majelis mengatakan, perbuatan pemberian suap dilakukan untuk dua kepentingan pengurusan perkara anak perusahaan Lippo Group. Pertama, penundaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), anak perusahaan Lippo Group melawan Kwang Yang Motor Co Ltd (PT KYMCO). Sebelumnya berdasarkan putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC) pada, PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar USD11,1 juta.
Kedua, untuk pengurusan pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh UU. Dalam proses pengajuan PK ini ada bantuan dari Nruhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Eddy Sindoro dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan selama 3 bulan," kata hakim Hariono saat membacakan amar putusan atas nama Eddy Sindoro, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/3/2019) malam.
Majelis menilai perbuatan Eddy Sindoro terbukti telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Eddy bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum. Pertimbangan memberatkan bagi Eddy yaknj tidak dukung program pemerintah dan tidak mengakui perbuatannya.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang sebelumnya diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sebelumnya JPU menuntut Eddy Sindoro dengan pidana penjara dan denda maksimal yakni pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu majelis juga tidak mengakomodir tiga pertimbangan memberatkan untuj yang disebutkan JPU sebelumnya, yakni perbuatan Eddy Sindoro turut merusak citra lembaga pengadilan, perbuatannya merupakan perbarengan tindak pidana (concursus realis), dan Eddy melarikan diri/tidak kooperatif pada proses penyidikan
Atas putusan majelis hakim, Ketua JPU KPK Abdul Basir mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding. Sedangkan Eddy Sindoro memastikan menerima putusan.
"Yang Mulia Majelis Hakim terima kasih atas kesempatan mendengar pertimbangan dan putusan majelis hakim, saya sangat terkejut tapi karena saya percaya majelis hakim mewakili Tuhan, maka saya terima," ujar Eddy.
Majelis hakim yang dipimpin Hariono dengan anggota di antaranya Hastopo, Sigit Herman Binaji dan Titi Sansiwi menilai Eddy Sindoro terbukti bersalah menurut hukum bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dalam delik pemberian suap.
Eddy terbukti memberikan suap sebesar suap Rp150 juta dan USD50.000 (setara saat 16 Februari 2016 sebesar Rp670 juta) kepada terpidana penerima suap ke Edy Nasution (terpidana 8 tahun) selaku panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Majelis meyakini perbuatan Eddy dilakukan bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno (terpidana empat tahun penjara), pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati (belum tersangka), Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho (belum tersangka), dan Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (anak usaha Lippo Group) Hery Soegiarto (belum tersangka).
Majelis mengatakan, perbuatan pemberian suap dilakukan untuk dua kepentingan pengurusan perkara anak perusahaan Lippo Group. Pertama, penundaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), anak perusahaan Lippo Group melawan Kwang Yang Motor Co Ltd (PT KYMCO). Sebelumnya berdasarkan putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC) pada, PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar USD11,1 juta.
Kedua, untuk pengurusan pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh UU. Dalam proses pengajuan PK ini ada bantuan dari Nruhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Eddy Sindoro dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan selama 3 bulan," kata hakim Hariono saat membacakan amar putusan atas nama Eddy Sindoro, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/3/2019) malam.
Majelis menilai perbuatan Eddy Sindoro terbukti telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Eddy bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum. Pertimbangan memberatkan bagi Eddy yaknj tidak dukung program pemerintah dan tidak mengakui perbuatannya.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang sebelumnya diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sebelumnya JPU menuntut Eddy Sindoro dengan pidana penjara dan denda maksimal yakni pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu majelis juga tidak mengakomodir tiga pertimbangan memberatkan untuj yang disebutkan JPU sebelumnya, yakni perbuatan Eddy Sindoro turut merusak citra lembaga pengadilan, perbuatannya merupakan perbarengan tindak pidana (concursus realis), dan Eddy melarikan diri/tidak kooperatif pada proses penyidikan
Atas putusan majelis hakim, Ketua JPU KPK Abdul Basir mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding. Sedangkan Eddy Sindoro memastikan menerima putusan.
"Yang Mulia Majelis Hakim terima kasih atas kesempatan mendengar pertimbangan dan putusan majelis hakim, saya sangat terkejut tapi karena saya percaya majelis hakim mewakili Tuhan, maka saya terima," ujar Eddy.
(kri)