Korupsi Proyek SPAM dan HDPE, 55 Pejabat Kementerian PUPR Terima Suap
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sudah memiliki bukti-bukti 55 pejabat Kementerian PUPR diduga menerima suap dalam pengurusan proyek-proyek SPAM dan pipa HDPE.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik terus melakukan pengembangan dan pendalaman atas kasus dugaan suap pengurusan proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan proyek-proyek pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2017-2018.
Dia membeberkan, penyidik telah berhasil mengidentifikasi dugaan aliran dana yang diterima 55 orang pejabat di Kementerian PUPR terkait dengan proyek-proyek SPAM dari seluruh proyek yang tersebar di banyak daerah di Indonesia. Tapi untuk saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan nama ke 55 pejabat tersebut. Yang pasti keseluruhannya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Dari 55 pejabat Kementerian PUPR yang setidaknya diduga menerima aliran dana tersebut sebagian menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dan ada yang menjabat sebagai direktur. Ke 55 orang itu terdiri atas saksi dan tersangka," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/3/2019) malam. (Baca juga: OTT Pejabat Kemen PUPR, KPK: Proyek SPAM Dianggarkan Tahun 2018)
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, secara umum 55 PPK tersebut merupakan PPK yang menangani proyek-proyek SPAM yang dimenangkan dan dikerjakan PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE), PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), dan sejumlah perusahaan lain di sejumlah daerah. Ke 55 orang tersebut hingga Selasa (26/2/2019) telah mengembalikan uang secara bertahap ke KPK dengan nilai total sekitar Rp20,4 miliar, USD148.500 (setara Rp2.087.910.000) dan SGD28.100 (setara Rp2.810.010.416).
"Uang yang sudah dikembalikan tersebut kemudian disita dan dimasukan dalam berkas perkara. KPK mengimbau pejabat-pejabat lain di Kementerian PUPR untuk mengembalikan uang diduga sudah diterima ke KPK, karena kami menduga masih ada pejabat lain yang diduga juga menerima," ujarnya. (Baca juga: Kasus Suap PUPR, 13 Pejabat Ini Kembalikan Uang ke KPK Senilai Rp3 Miliar)
Febri mengungkapkan, pada Selasa (5/3/2019) hari ini penyidik memeriksa tiga orang sebagai saksi untuk tersangka penerima suap Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare. Mereka adalah mantan kasatker Provinsi DI Yogyakarta sekaligus PPK Wilayah 2 Dibyo Saputro, mantan kasatker SPAM Provinsi Kepulauan Riau Paulus, dan mantan PPK SPAM Provinsi Kalimantan Timur 2015-2016 bernama Rudy.
Dari para mantan kasatker SPAM, penyidik mendalami informasi mengenai proyek-proyek SPAM yang terkait dengan para tersangka dan keterangan saksi mengenai penerimaan uang para tersangka. "Sampai saat ini setidaknya telah dilakukan pemeriksaan terhadap 19 orang Kasatker di lingkungan Kementerian PUPR yang bertugas di sejumlah daerah di Indonesia, yaitu Sumatera meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Provinsi Riau, dan Bengkulu, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat," paparnya.
Sebelumnya pada Senin (25/2) penyidik juga telah melakukan penyitaan satu unit rumah dan tanah seorang Kasatker di Kementerian PUPR. Rumah dan tanah tersebut berada di Taman Andalusia, Sentul City, dengan estimasi nilai mencapai Rp3 miliar. (Baca juga: Dalami Kasus SPAM KemenPUPR, KPK Periksa Dua Saksi)
Rudy Alfonso selaku kuasa hukum tersangka Anggiat Partunggul Nahot Simaremare dan tersangka PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin mengatakan, pihaknya mengapresiasi pengembalian uang oleh para pejabat Kementerian PUPR selain yang dikembalikan para tersangka ke KPK. Rudy mengungkapkan, dua kliennya telah mengembalikan uang dan juga rekening keduanya sudah diblokir KPK.
Seingat Rudy, untuk Anggita ada sekitar miliaran rupiah dalam rekening yang diblokir dan untuk Donny sekitar Rp200 juta. "Anggiat dan Donny berjanji akan mengembalikan lagi ke KPK atas uang yang diduga mereka terima. Untuk total berapa yang mereka terima itu penyidik yang tahu," ujar Rudy saat dihubungi KORAN SINDO, Selasa malam.
Dia mengungkapkan, dua kliennya sampai saat ini belum diperiksa sebagai tersangka dan masih diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain. Para pejabat Kementerian PUPR yang masih menjadi saksi memang diduga menerima uang dari PT WKE dan PT TSP.
Sepengetahuan Rudy, empat tersangka pemberi suap yakni Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo sudah menjelaskan secara jelas dan detail siapa saja para penerima uang.
"Kalau posisi pejabat-pejabat Kementerian PUPR yang masih jadi saksi dan kembalikan uang ke KPK tentu kita tahu kerja KPK enggak gampang. Kita menghargai ada orang yang mengembalikan uang dan menjelaskan sejelas-jelasnya supaya perkara ini terungkap. Menurut saya mereka itu whistleblower, menurut undang-undang mereka diberi perlindungan," pungkasnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik terus melakukan pengembangan dan pendalaman atas kasus dugaan suap pengurusan proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan proyek-proyek pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2017-2018.
Dia membeberkan, penyidik telah berhasil mengidentifikasi dugaan aliran dana yang diterima 55 orang pejabat di Kementerian PUPR terkait dengan proyek-proyek SPAM dari seluruh proyek yang tersebar di banyak daerah di Indonesia. Tapi untuk saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan nama ke 55 pejabat tersebut. Yang pasti keseluruhannya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Dari 55 pejabat Kementerian PUPR yang setidaknya diduga menerima aliran dana tersebut sebagian menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dan ada yang menjabat sebagai direktur. Ke 55 orang itu terdiri atas saksi dan tersangka," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/3/2019) malam. (Baca juga: OTT Pejabat Kemen PUPR, KPK: Proyek SPAM Dianggarkan Tahun 2018)
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, secara umum 55 PPK tersebut merupakan PPK yang menangani proyek-proyek SPAM yang dimenangkan dan dikerjakan PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE), PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), dan sejumlah perusahaan lain di sejumlah daerah. Ke 55 orang tersebut hingga Selasa (26/2/2019) telah mengembalikan uang secara bertahap ke KPK dengan nilai total sekitar Rp20,4 miliar, USD148.500 (setara Rp2.087.910.000) dan SGD28.100 (setara Rp2.810.010.416).
"Uang yang sudah dikembalikan tersebut kemudian disita dan dimasukan dalam berkas perkara. KPK mengimbau pejabat-pejabat lain di Kementerian PUPR untuk mengembalikan uang diduga sudah diterima ke KPK, karena kami menduga masih ada pejabat lain yang diduga juga menerima," ujarnya. (Baca juga: Kasus Suap PUPR, 13 Pejabat Ini Kembalikan Uang ke KPK Senilai Rp3 Miliar)
Febri mengungkapkan, pada Selasa (5/3/2019) hari ini penyidik memeriksa tiga orang sebagai saksi untuk tersangka penerima suap Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare. Mereka adalah mantan kasatker Provinsi DI Yogyakarta sekaligus PPK Wilayah 2 Dibyo Saputro, mantan kasatker SPAM Provinsi Kepulauan Riau Paulus, dan mantan PPK SPAM Provinsi Kalimantan Timur 2015-2016 bernama Rudy.
Dari para mantan kasatker SPAM, penyidik mendalami informasi mengenai proyek-proyek SPAM yang terkait dengan para tersangka dan keterangan saksi mengenai penerimaan uang para tersangka. "Sampai saat ini setidaknya telah dilakukan pemeriksaan terhadap 19 orang Kasatker di lingkungan Kementerian PUPR yang bertugas di sejumlah daerah di Indonesia, yaitu Sumatera meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Provinsi Riau, dan Bengkulu, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat," paparnya.
Sebelumnya pada Senin (25/2) penyidik juga telah melakukan penyitaan satu unit rumah dan tanah seorang Kasatker di Kementerian PUPR. Rumah dan tanah tersebut berada di Taman Andalusia, Sentul City, dengan estimasi nilai mencapai Rp3 miliar. (Baca juga: Dalami Kasus SPAM KemenPUPR, KPK Periksa Dua Saksi)
Rudy Alfonso selaku kuasa hukum tersangka Anggiat Partunggul Nahot Simaremare dan tersangka PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin mengatakan, pihaknya mengapresiasi pengembalian uang oleh para pejabat Kementerian PUPR selain yang dikembalikan para tersangka ke KPK. Rudy mengungkapkan, dua kliennya telah mengembalikan uang dan juga rekening keduanya sudah diblokir KPK.
Seingat Rudy, untuk Anggita ada sekitar miliaran rupiah dalam rekening yang diblokir dan untuk Donny sekitar Rp200 juta. "Anggiat dan Donny berjanji akan mengembalikan lagi ke KPK atas uang yang diduga mereka terima. Untuk total berapa yang mereka terima itu penyidik yang tahu," ujar Rudy saat dihubungi KORAN SINDO, Selasa malam.
Dia mengungkapkan, dua kliennya sampai saat ini belum diperiksa sebagai tersangka dan masih diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain. Para pejabat Kementerian PUPR yang masih menjadi saksi memang diduga menerima uang dari PT WKE dan PT TSP.
Sepengetahuan Rudy, empat tersangka pemberi suap yakni Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo sudah menjelaskan secara jelas dan detail siapa saja para penerima uang.
"Kalau posisi pejabat-pejabat Kementerian PUPR yang masih jadi saksi dan kembalikan uang ke KPK tentu kita tahu kerja KPK enggak gampang. Kita menghargai ada orang yang mengembalikan uang dan menjelaskan sejelas-jelasnya supaya perkara ini terungkap. Menurut saya mereka itu whistleblower, menurut undang-undang mereka diberi perlindungan," pungkasnya.
(thm)