Ma’ruf Tanggapi Positif Rekomendasi NU tentang Penggunaan Kata ‘Kafir’

Minggu, 03 Maret 2019 - 19:58 WIB
Ma’ruf Tanggapi Positif...
Ma’ruf Tanggapi Positif Rekomendasi NU tentang Penggunaan Kata ‘Kafir’
A A A
JAKARTA - Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01, KH. Ma’ruf Amin menanggapi hasil pembahasan Bahtsul Masail Maudluiyah NU yang memutuskan untuk tidak menggunakan kata kafir bagi non-Muslim di Indonesia.

Ketua MUI itu menyebutkan, rekomendasi tersebut sangat positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

“Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendeskriminasikan gitu. Mungkin punya kesepatakan untuk tidak menggunakan istilah itu,” ujar Kiai Ma’ruf Amin di Banten, Minggu (3/3/2019).

Mantan Rais Aam di PBNU mengaku tidak mengikuti langsung Bahtsul Masail tersebut lantaran saat itu dirinya tengah melakukan safari politik ke beberapa daerah di Jawa Barat. “Saya sendiri tidak ikut sidangnya kan, karena terus mutar,” terangnya.

Namun sebagai Mustayar PBNU, Ma’aruf Amin berharap jika ulama telah sepakat untuk tidak menggunakan istilah kafir bagi non muslim di Indonesia, berarti hal itu memang diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa.

“Kalau itu sudah disepakati ulama berarti ada hal yang diperlukan pada saat tertentu untuk menjaga keutuhan bangsa, istilah-istilah yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan itu untuk dihindari,” jelas Ma’ruf Amin.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj menyebutkan beberapa hasil Bahtsul Masail yang dinilai penting untuk diketahui masyarakat, terutama bagi warga Nahdliyin. Pertama, perihal istilah kafir.

Kiai Said mengatakan, berdasarkan hasil Bahtsul Matsail istilah kafir tak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa. Sebab itu, tak ada istilah kafir bagi warga negara non-Muslim. Dan sebab itu pula, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata konstitusi.

“Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Makkah untuk menyebut orang-orang penyembah berhala yang tidak memiliki kitab suci, yang tidak memiliki agama yang benar. Tapi, setelah Nabi Muhammad hijrah ke Kota Madinah, tak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah yang non-Muslim. Ada tiga suku non-Muslim di sana, tapi tak disebut kafir,” katanya dalam kegiatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jumat, 1 Maret 2019.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8541 seconds (0.1#10.140)