Kantong Plastik Tak Lagi Gratis
A
A
A
KANTONG plastik kini tidak lagi bisa diperoleh dengan gratis saat berbelanja. Mulai hari ini warga Jakarta diharuskan membeli kantong plastik seharga Rp200 saat berbelanja di ritel-ritel modern. Atau jika tidak ingin membeli kantong plastik, warga dipersilakan membawa tas belanja dari rumah.
Kemarin Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengumumkan komitmen bersama dengan para anggotanya untuk memberlakukan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Kebijakan ini bertujuan mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah plastik yang merusak lingkungan.
Sejumlah kota di Indonesia sudah lebih dulu memberlakukan kebijakan "diet" kantong plastik ini. Bahkan di kota tersebut kantong plastik sudah tidak disediakan sama sekali. Kota tersebut antara lain Bogor, Denpasar, Balikpapan, dan Samarinda.
Kebijakan ini tentu perlu didukung karena wujud nyata dari keinginan untuk menyelamatkan lingkungan yang semakin terbebani sampah plastik. Ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk mengurangi sampah 30%, termasuk sampah plastik, pada 2050.
Produksi sampah memang jadi masalah tersendiri karena terjadi peningkatan setiap tahun. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut jumlah sampah di daerah perkotaan hampir 38,5 juta ton per tahun dengan pertumbuhan 2-4% setiap tahunnya. Jika secara nasional, jumlahnya sampai mencapai 200.000 ton per hari dengan 17%-nya merupakan plastik.
Dari angka 17% sampah plastik tersebut, terdapat 62% sampah kantong belanja atau kresek. Selain itu pengenaan cukai terhadap kantong kresek juga untuk membatasi konsumsi, mengawasi pedarannya, dan mengontrol dampak negatifnya.
Hanya kebijakan positif seperti ini perlu konsistensi. Pasalnya tak jarang sebuah kebijakan begitu saja berhenti di tengah jalan. Sebetulnya inisiatif tidak menggratiskan kantong plastik saat belanja di ritel modern sudah muncul sejak Februari 2016 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. Waktu itu kantong plastik tidak bisa lagi diperoleh dengan gratis.
Namun kebijakan yang sempat sukses dalam menurunkan penggunaan plastik secara signifikan ini tiba-tiba dihentikan tanpa alasan yang jelas. Satu-satunya alasan yang dikemukakan waktu itu adalah tidak ada regulasi yang mengatur soal penjualan kantong plastik kepada warga.
Gerakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sebelumnya juga digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Desember 2018 lalu menyebut akan membuat peraturan gubernur mengenai diet plastik di Ibu Kota ini.
Ada banyak alasan mengapa kebijakan membatasi penggunaan kantong plastik perlu didukung semua pihak, terutama warga Kota Jakarta. Kita tahu bersama sampah plastik sangat merusak lingkungan karena sifatnya yang lama terurai. Sampah plastik juga sudah demikian parah mencemari lautan sehingga mengancam ekosistem laut.
Mengubah kebiasaan masyarakat yang sudah puluhan tahun memang tidak mudah. Namun mendisiplinkan masyarakat melalui peraturan juga perlu dilakukan. Peraturan yang dibuat nanti penting untuk memuat sanksi bagi mereka yang melanggar agar timbul efek jera. Dua stakeholder utama yang menentukan sukses tidaknya kebijakan ini adalah industri sebagai produsen plastik dan masyarakat selaku pengguna. Maka dari itu partisipasi dan kerja sama masyarakat dalam masalah ini sangat diperlukan.
Ke depan diharapkan kebijakan ini tidak dihentikan di tengah jalan sebagaimana sebelumnya. Pemerintah perlu diminta agar lebih serius mendukung langkah ini, terutama dengan menyiapkan regulasi sebagai payung hukum. Tugas Kementerian LHK untuk membuat aturan. Hanya payung hukum secara nasional tersebut belum juga terbit hingga kemarin.
Kita perlu meniru negara maju yang sudah jauh melangkah dalam hal menjaga lingkungan dari plastik. Salah satunya Singapura. Di negara tetangga ini ada kampanye Bring Your Own Bag atau Bawa Kantong Anda Sendiri sejak 2007. Kampanye pemerintah Singapura cukup efektif sehingga terjadi penurunan konsumsi kantong plastik sampai 60%.
Kemarin Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengumumkan komitmen bersama dengan para anggotanya untuk memberlakukan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Kebijakan ini bertujuan mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah plastik yang merusak lingkungan.
Sejumlah kota di Indonesia sudah lebih dulu memberlakukan kebijakan "diet" kantong plastik ini. Bahkan di kota tersebut kantong plastik sudah tidak disediakan sama sekali. Kota tersebut antara lain Bogor, Denpasar, Balikpapan, dan Samarinda.
Kebijakan ini tentu perlu didukung karena wujud nyata dari keinginan untuk menyelamatkan lingkungan yang semakin terbebani sampah plastik. Ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk mengurangi sampah 30%, termasuk sampah plastik, pada 2050.
Produksi sampah memang jadi masalah tersendiri karena terjadi peningkatan setiap tahun. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut jumlah sampah di daerah perkotaan hampir 38,5 juta ton per tahun dengan pertumbuhan 2-4% setiap tahunnya. Jika secara nasional, jumlahnya sampai mencapai 200.000 ton per hari dengan 17%-nya merupakan plastik.
Dari angka 17% sampah plastik tersebut, terdapat 62% sampah kantong belanja atau kresek. Selain itu pengenaan cukai terhadap kantong kresek juga untuk membatasi konsumsi, mengawasi pedarannya, dan mengontrol dampak negatifnya.
Hanya kebijakan positif seperti ini perlu konsistensi. Pasalnya tak jarang sebuah kebijakan begitu saja berhenti di tengah jalan. Sebetulnya inisiatif tidak menggratiskan kantong plastik saat belanja di ritel modern sudah muncul sejak Februari 2016 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. Waktu itu kantong plastik tidak bisa lagi diperoleh dengan gratis.
Namun kebijakan yang sempat sukses dalam menurunkan penggunaan plastik secara signifikan ini tiba-tiba dihentikan tanpa alasan yang jelas. Satu-satunya alasan yang dikemukakan waktu itu adalah tidak ada regulasi yang mengatur soal penjualan kantong plastik kepada warga.
Gerakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sebelumnya juga digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Desember 2018 lalu menyebut akan membuat peraturan gubernur mengenai diet plastik di Ibu Kota ini.
Ada banyak alasan mengapa kebijakan membatasi penggunaan kantong plastik perlu didukung semua pihak, terutama warga Kota Jakarta. Kita tahu bersama sampah plastik sangat merusak lingkungan karena sifatnya yang lama terurai. Sampah plastik juga sudah demikian parah mencemari lautan sehingga mengancam ekosistem laut.
Mengubah kebiasaan masyarakat yang sudah puluhan tahun memang tidak mudah. Namun mendisiplinkan masyarakat melalui peraturan juga perlu dilakukan. Peraturan yang dibuat nanti penting untuk memuat sanksi bagi mereka yang melanggar agar timbul efek jera. Dua stakeholder utama yang menentukan sukses tidaknya kebijakan ini adalah industri sebagai produsen plastik dan masyarakat selaku pengguna. Maka dari itu partisipasi dan kerja sama masyarakat dalam masalah ini sangat diperlukan.
Ke depan diharapkan kebijakan ini tidak dihentikan di tengah jalan sebagaimana sebelumnya. Pemerintah perlu diminta agar lebih serius mendukung langkah ini, terutama dengan menyiapkan regulasi sebagai payung hukum. Tugas Kementerian LHK untuk membuat aturan. Hanya payung hukum secara nasional tersebut belum juga terbit hingga kemarin.
Kita perlu meniru negara maju yang sudah jauh melangkah dalam hal menjaga lingkungan dari plastik. Salah satunya Singapura. Di negara tetangga ini ada kampanye Bring Your Own Bag atau Bawa Kantong Anda Sendiri sejak 2007. Kampanye pemerintah Singapura cukup efektif sehingga terjadi penurunan konsumsi kantong plastik sampai 60%.
(maf)