Penghentian Kasus Ketua PA 212 Bentuk Profesionalisme Polri

Selasa, 26 Februari 2019 - 14:54 WIB
Penghentian Kasus Ketua...
Penghentian Kasus Ketua PA 212 Bentuk Profesionalisme Polri
A A A
JAKARTA - Kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif dihentikan. Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai penghentian ini merupakan bentuk transparansi dan profesional Polri dalam menanganani sebuah kasus.

Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan mengatakan, penanganan perkara di kepolisian dimulai dari proses penyelidikan. Tujuannya memastikan ada tidaknya unsur pidana saat peristiwa itu terjadi. Dalam hal ini tentu penyidik meminta pendapat ahli pidana untuk memberikan pandangan apakah itu bisa dikategorikan pelanggaran kampanye atau bukan.

"Kalau kemudian kasus ketua PA 212 dihentikan itu berarti tidak ada unsur pidana. Ini bukti bahwa Polri bekerja Promoter (profesional, modern, dan terpercaya) dan tidak ada kriminslisasi ulama," kata Edi dalam keterangan persnya, Selasa (26/2/2019).

Selain itu, kasus ini dihentikan karena penyidik mendengar pertimbangan dari Gabungan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Gakumdu berpandangan penyidik hanya memiliki waktu menangani kasus ini 14 hari dan harus melimpahkannya ke kejaksaan. "Kami melihat polisi sangat transparan. Karena unsur pidana di dalamnya tidak kuat, polisi lalu menghentikannya, " tandas mantan anggota Kompolnas ini. (Baca juga: Polisi Hentikan Kasus Ketua PA 212 Slamet Ma'arif, Ini Alasannya )

Seperti diketahui, Polresta Surakarta menghentikan penyidikan kasus Ketua PA 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran pemilihan umum. "Iya (penyidikan) dihentikan," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Agus Triatmaja, Selasa (26/2/2019).

Ada beberapa alasan mengapa polisi menghentikan kasus tersebut. Pertama, perbedaan penafsiran makna kampanye dari beberapa ahli dan pihak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). “Kedua, unsur mens rea atau niat pelaku belum bisa dibuktikan karena pelaku dipanggil dua kali tidak hadir. Sedangkan polisi terbatas waktunya 14 hari," tutur Agus.

Alasan ketiga, adanya keputusan rapat bersama antara kepolisian, KPUD, dan Sentra Gakkumdu Kota Solo yang menyatakan bahwa kasus ini tak bisa dilimpahkan. "Yang penting keputusan rapat Sentra Gakkumdu Kota Solo bahwa kasus ini tidak bisa dilimpahkan ke kejaksaan," jelasnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6000 seconds (0.1#10.140)