Kepala Daerah Punya Hak Politik, Mendagri: Mereka Boleh Kampanye Sesuai UU
A
A
A
JAKARTA - Para kepala daerah diingatkan untuk berhati-hati dalam melakukan kampanye menjelang pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).
Hal ini untuk memastikan agar tidak ada aturan yang dilanggar dalam proses kampanye. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, kepala daerah memang memiliki hak politik mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Bahkan mereka juga mempunyai hak terlibat dalam kampanye pemenangan capres-cawapres. “Kepala daerah berhak untuk kampanye karena yang bersangkutan didukung dan diusulkan oleh partai politik. Kepala daerah boleh berkampanye, tapi harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan KPU dan Bawaslu,” katanya di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.
Tjahjo mengatakan, aturan-aturan yang harus diikuti oleh para kepala daerah ialah tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Selain itu, dalam berkampanye para kepala daerah harus mengajukan cuti jika dilakukan saat hari kerja. “Tidak boleh menggunakan fasilitas pemda. Tidak boleh menggunakan anggaran pemda,” tuturnya.
Berkaitan dengan kasus dukungan 35 kepala daerah di Jawa Tengah, Tjahjo menilai itu sudah mengikuti berbagai proses. Dia menjelaskan, dari informasi yang didapatnya tidak ada pelanggaran pemilu yang dilakukan. “Malah saya dengar dari Panwas Jawa Tengah tidak ada masalah. Hanya bermasalah berkaitan dengan etika. Saya, kalau bicara etika kan repot,” ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa sampai saat ini belum menerima surat dari Bawaslu Jawa Tengah. Seperti diketahui Bawaslu Jateng memutus deklarasi yang dilakukan 35 kepala daerah di Jawa Tengah melanggar Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah (Pemda). “Sampai sekarang belum terima pengaduan Bawasalu. (Pelanggaran) etika, itu kan etika yang bagaimana? Saya belum baca melanggar etikanya seperti apa,” tuturnya.
Sementara itu Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono menyatakan belum ada rencana dari Kemendagri untuk memeriksa kepala daerah di Jawa Tengah yang menyatakan dukungan kepada Jokowi-KH Ma’ruf Amin.
Dirinya yakin jika Gubernur Ganjar Pranowo sangat memahami tata cara kampanye bagi para kepala daerah. "Kemendagri tidak akan periksa Gubernur Jateng, karena Gubernur pasti sudah tahu apa yang dilakukan sudah sesuai aturan UU Pemilu,” ujarnya, kemarin.
Dia menyerahkan persoalan dugaan pelanggaran kampanye kepada Bawaslu. Dia pun mempersilakan jika Bawaslu hendak melakukan pemeriksaan kepada siapa pun yang dinilai melanggar UU Pemilu. “Urusan memeriksa, itu kewenangan Bawaslu penuh, kita tunggu saja surat resmi hasil pemeriksaan Bawaslu," katanya.
Soni menegaskan Bawaslu menyatakan tidak ada pelanggaran UU Pemilu yang di lakukan oleh Ganjar. Memang ada pernyataan dari Bawaslu soal pelanggaran aturan, tapi itu UU Pemda bukan UU Pemilu. "Yang jelas, menurut Bawaslu, tidak ada pelanggaran UU Pemilu, tetapi UU Pemda. Bila demikian, kita akan dalami dan verifikasi dulu (bukan pemeriksaan)," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai Bawaslu Jawa Tengah bertindak sebablasan. Menurut Ganjar, vonis untuknya dan sejumlah kepala daerah yang mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin yang dinilai melanggar netralitas dalam UU Pemerintah Daerah di luar domain Bawaslu.
Tak seharusnya Bawaslu memutuskan pelanggaran etika yang diatur dalam UU Pemda. Bawaslu cukup menilai apakah deklarasi dukungan kepada capres-cawapres melanggar ketentuan UU Pemilu atau tidak. “Kalau saya me langgar etika, siapa yang ber hak menentukan saya itu melanggar? Apakah Bawaslu? Wong itu bukan kewenangannya,” bantah Ganjar.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai masyarakat perlu diedukasi agar mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam setiap persoalan hukum di Tanah Air. Apalagi terkait isu-isu politik menjelang Pemilu Serentak 2019, termasuk adanya dugaan ketidaknetralan ASN dalam mendukung salah satu pasangan capres-cawapres.
“Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun Polri sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan,” ujarnya.
Politisi NasDem yang kembali maju sebagai calon legiator dari Dapil Jakarta III ini meyakini Bawaslu maupun Polri bekerja secara proporsional dan profesional. Untuk itu, dia berharap agar para politisi tidak membuat situasi semakin panas, berspekulasi dengan asumsi. Sebaliknya, politisi hendaknya bijak menunggu proses di Bawaslu maupun Polri.
“UU memperbolehkan ASN menggunakan hak pilihnya, termasuk Pak Gandjar Pranowo (Gubernur Jateng), atau Pak Loekman Djoyosoemarto (Bupati Lampung Tengah). Demikian pula Pak Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta). Apakah benar mereka tidak netral? Seberapa berat derajat pelanggarannya? Kita tunggu Bawaslu,” kata Sahroni.
Dia juga menanggapi rumor terkait ketimpangan Bawaslu maupun Polri dalam penanganan pelanggaran pemilu, terlebih yang melibatkan pendukung Prabowo-Sandi. Sahroni meyakinkan bahwa asas equality before the law menjadi pegangan Bawaslu maupun Polri dalam bersikap dan bertindak.
“Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang. Proses itu yang wajib kita hormati,” ujarnya.
Hal ini untuk memastikan agar tidak ada aturan yang dilanggar dalam proses kampanye. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, kepala daerah memang memiliki hak politik mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Bahkan mereka juga mempunyai hak terlibat dalam kampanye pemenangan capres-cawapres. “Kepala daerah berhak untuk kampanye karena yang bersangkutan didukung dan diusulkan oleh partai politik. Kepala daerah boleh berkampanye, tapi harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan KPU dan Bawaslu,” katanya di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.
Tjahjo mengatakan, aturan-aturan yang harus diikuti oleh para kepala daerah ialah tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Selain itu, dalam berkampanye para kepala daerah harus mengajukan cuti jika dilakukan saat hari kerja. “Tidak boleh menggunakan fasilitas pemda. Tidak boleh menggunakan anggaran pemda,” tuturnya.
Berkaitan dengan kasus dukungan 35 kepala daerah di Jawa Tengah, Tjahjo menilai itu sudah mengikuti berbagai proses. Dia menjelaskan, dari informasi yang didapatnya tidak ada pelanggaran pemilu yang dilakukan. “Malah saya dengar dari Panwas Jawa Tengah tidak ada masalah. Hanya bermasalah berkaitan dengan etika. Saya, kalau bicara etika kan repot,” ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa sampai saat ini belum menerima surat dari Bawaslu Jawa Tengah. Seperti diketahui Bawaslu Jateng memutus deklarasi yang dilakukan 35 kepala daerah di Jawa Tengah melanggar Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah (Pemda). “Sampai sekarang belum terima pengaduan Bawasalu. (Pelanggaran) etika, itu kan etika yang bagaimana? Saya belum baca melanggar etikanya seperti apa,” tuturnya.
Sementara itu Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono menyatakan belum ada rencana dari Kemendagri untuk memeriksa kepala daerah di Jawa Tengah yang menyatakan dukungan kepada Jokowi-KH Ma’ruf Amin.
Dirinya yakin jika Gubernur Ganjar Pranowo sangat memahami tata cara kampanye bagi para kepala daerah. "Kemendagri tidak akan periksa Gubernur Jateng, karena Gubernur pasti sudah tahu apa yang dilakukan sudah sesuai aturan UU Pemilu,” ujarnya, kemarin.
Dia menyerahkan persoalan dugaan pelanggaran kampanye kepada Bawaslu. Dia pun mempersilakan jika Bawaslu hendak melakukan pemeriksaan kepada siapa pun yang dinilai melanggar UU Pemilu. “Urusan memeriksa, itu kewenangan Bawaslu penuh, kita tunggu saja surat resmi hasil pemeriksaan Bawaslu," katanya.
Soni menegaskan Bawaslu menyatakan tidak ada pelanggaran UU Pemilu yang di lakukan oleh Ganjar. Memang ada pernyataan dari Bawaslu soal pelanggaran aturan, tapi itu UU Pemda bukan UU Pemilu. "Yang jelas, menurut Bawaslu, tidak ada pelanggaran UU Pemilu, tetapi UU Pemda. Bila demikian, kita akan dalami dan verifikasi dulu (bukan pemeriksaan)," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai Bawaslu Jawa Tengah bertindak sebablasan. Menurut Ganjar, vonis untuknya dan sejumlah kepala daerah yang mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin yang dinilai melanggar netralitas dalam UU Pemerintah Daerah di luar domain Bawaslu.
Tak seharusnya Bawaslu memutuskan pelanggaran etika yang diatur dalam UU Pemda. Bawaslu cukup menilai apakah deklarasi dukungan kepada capres-cawapres melanggar ketentuan UU Pemilu atau tidak. “Kalau saya me langgar etika, siapa yang ber hak menentukan saya itu melanggar? Apakah Bawaslu? Wong itu bukan kewenangannya,” bantah Ganjar.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai masyarakat perlu diedukasi agar mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam setiap persoalan hukum di Tanah Air. Apalagi terkait isu-isu politik menjelang Pemilu Serentak 2019, termasuk adanya dugaan ketidaknetralan ASN dalam mendukung salah satu pasangan capres-cawapres.
“Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun Polri sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan,” ujarnya.
Politisi NasDem yang kembali maju sebagai calon legiator dari Dapil Jakarta III ini meyakini Bawaslu maupun Polri bekerja secara proporsional dan profesional. Untuk itu, dia berharap agar para politisi tidak membuat situasi semakin panas, berspekulasi dengan asumsi. Sebaliknya, politisi hendaknya bijak menunggu proses di Bawaslu maupun Polri.
“UU memperbolehkan ASN menggunakan hak pilihnya, termasuk Pak Gandjar Pranowo (Gubernur Jateng), atau Pak Loekman Djoyosoemarto (Bupati Lampung Tengah). Demikian pula Pak Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta). Apakah benar mereka tidak netral? Seberapa berat derajat pelanggarannya? Kita tunggu Bawaslu,” kata Sahroni.
Dia juga menanggapi rumor terkait ketimpangan Bawaslu maupun Polri dalam penanganan pelanggaran pemilu, terlebih yang melibatkan pendukung Prabowo-Sandi. Sahroni meyakinkan bahwa asas equality before the law menjadi pegangan Bawaslu maupun Polri dalam bersikap dan bertindak.
“Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang. Proses itu yang wajib kita hormati,” ujarnya.
(pur)