Pos Indonesia Tak Ingin Menyerah

Selasa, 26 Februari 2019 - 06:08 WIB
Pos Indonesia Tak Ingin Menyerah
Pos Indonesia Tak Ingin Menyerah
A A A
Kinerja keuangan PT Pos Indonesia yang terjun bebas telah mengantarkannya ke ambang kematian. Kondisi perusahaan yang terus merugi diakui pihak manajemen disebabkan telat melaksanakan transformasi alias menyesuaikan diri dari perubahan teknologi.

Walau kondisinya sangat memprihatinkan, pihak manajemen masih tetap optimistis menghindari kematian. Untuk eksis kembali, sejumlah jurus telah dipersiapkan. Namun, di tengah kondisi berat menjalankan transformasi, pihak manajemen justru menilai sejumlah kalangan internal malah membuat situasi tidak kondusif.

Sejumlah jurus sedang dimainkan manajemen untuk menghindari kematian perusahaan. Pertama, melakukan transformasi budaya kerja sumber daya manusia (SDM). Kedua, mengubah bisnis mode, proses bisnis, hingga investasi infrastruktur. Ketiga, menerapkan transparansi dalam setiap kegiatan yang dilakukan manajemen.

Keempat, efisiensi biaya produksi. Kelima, mentransformasi anak usaha, PT Pos Logistik Indonesia dan PT Bhakti Wasantara Net (BWN), yang sudah membukukan laba dari sebelumnya selalu mencatat rugi. Tahun lalu BWN telat mencatat laba Rp13 miliar. Anak usaha yang didirikan pada 2017 lalu itu sedang ditransformasi menjadi usaha finance technology (Fintech) Pos. Manajemen perusahaan pelat merah itu optimistis dengan jurus tersebut dapat memberi solusi eksis lagi.

Di antara lima jurus yang sedang diterapkan, manajemen mengakui jurus transparansi dalam setiap kegiatan yang ditempuh Pos Indonesia masih sulit diterapkan. Pasalnya, dibutuhkan sinergi yang baik antara manajemen dengan seluruh pegawai yang jumlahnya puluhan ribu.

Puncak ketidakharmonisan antara manajemen dengan pegawai terjadi awal bulan ini. Para pegawai yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat (SPPIKB) meminta direksi mundur karena dinilai gagal mengelola perusahaan. Tuntutan itu sangat serius karena langsung disampaikan kepada menteri badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pemegang saham dan dilanjutkan aksi demo ke Istana Negara.

Sebagai bukti buruknya pengelolaan perusahaan, pihak SPPIKB mengungkap soal keterlambatan gaji pada Februari 2019 yang sebelumnya tak pernah terjadi. Selain itu, uang lembur tidak dibayar. Lebih jauh, pihak SPPIKB membongkar persoalan internal perusahaan bahwa selama tiga tahun terakhir hak-hak pegawai mulai dikurangi. Kalau gaji Februari ditahan akibat demo karyawan, tidak bisa dipahami pihak SPPIKB karena selama ini sudah sering kali muncul demo tapi gaji tetap lancar.

Benarkah apa yang dituduhkan para pegawai yang berbuntut direksi perusahaan harus diganti? Mengutip penjelasan Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono, keputusan menunda pembayaran gaji pegawai sebuah pesan yang ingin disampaikan manajemen.

Intinya, janganlah ketenangan dalam proses transformasi direcoki. Pimpinan perusahaan menilai aksi demo pegawai adalah sebuah sikap ketidaksantunan dalam berkomunikasi. Persoalan internal justru disuarakan kepada publik.

Langkah menggelar demo terbuka ke Istana Negara jelas sebuah tindakan keliru, karena masalahnya internal maka seharusnya diselesaikan secara internal. Setiap bulan, perusahaan harus mengalokasikan anggaran Rp 137 miliar untuk menggaji 28.000 pegawai.

Manajemen Pos Indonesia mengakui perkembangan teknologi informasi telah “menggulung” perseroan. Celakanya, manajemen sebelumnya lamban menyesuaikan diri yang membuat sulit untuk bertarung.

Dan, baru pada 2015, manajemen di bawah kepemimpinan Gilarsi Wahyu Setijono fokus melakukan transformasi besar-besaran. Sejak dulu, perusahaan pelat merah tiada tanding dalam melayarkan dua lini bisnis, yakni kurir surat dan penyedia layanan keuangan.

Namun, lini bisnis itu rontok selain lamban menyesuaikan bisnis di era serbadigital, juga disebabkan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menerbitkan program lakupandai pada 2014. Lakupandai adalah layanan keuangan perbankan yang tidak perlu memiliki fisik bangunan secara resmi. Disusul banyaknya layanan jasa keuangan lebih modern. Dari sisi kurir, perseroan tidak maksimal menyiapkan infrastruktur pengiriman barang.

Memang sangat disayangkan di era e-commerce yang tidak bisa dilepaskan dari bisnis yang sudah menjadi bisnis Pos Indonesia selama ini, malah tidak mengambil peran berarti.

Justru yang terjadi bermunculan pemain baru yang eksis dalam menyambut era bisnis digital. Patut diberi semangat, meski dalam kesulitan manajemen memilih untuk tidak menyerah karena optimistis dengan jurus yang sedang diterapkan bisa menyelamatkan perusahaan. Walau diambang kematian, manajemen Pos Indonesia masih bermimpi memiliki pesawat sendiri khusus angkutan logistik suatu waktu kelak.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6809 seconds (0.1#10.140)