Mandalika sebagai Destinasi Wisata Olahraga
A
A
A
INDONESIA kembali mencatatkan sejarah dalam dunia automotif. Mulai 2021 atau dua tahun dari sekarang, Indonesia menjadi tuan rumah seri balap motor paling bergengsi di dunia, yaitu MotoGP dan World Superbike (WSBK).
Dorna selaku promotor dan ITDC (Indonesia Tourism Development) telah menjalin kesepakatan untuk menggelar dua kejuaraan balap motor bergengsi itu di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mandalika merupakan kawasan wisata terpadu berskala besar yang menjadi andalan Indonesia.
Keberhasilan menjadi tuan rumah ajang MotoGP ini patut dibanggakan. Betapa tidak, ini merupakan penantian lama. Indonesia terakhir menggelar lomba balapan serupa di Sirkuit Sentul, Bogor, pada 1997. Saat itu Indonesia dua tahun berturut-turut dipercaya menjadi tuan rumah yang dimulai pada 1996. ITDC mengonfirmasi sirkuit yang dibangun di Mandalika mengusung konsep jalan raya dengan panjang 4,32 km dan memiliki 18 tikungan.
Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh Indonesia dengan menjadi tuan rumah MotoGP. Pertama tentu dari sektor pariwisata. Ini akan menjadi ajang promosi efektif bagi destinasi pariwisata Indonesia, terutama NTB, agar lebih dikenal oleh masyarakat internasional. Tidak main-main, pemerintah menargetkan mendatangkan 100.000 wisatawan mancanegara saat ajang balapan tersebut berlangsung nanti.
Kedua, gelaran MotoGP dengan sendirinya akan meningkatkan animo masyarakat Tanah Air terhadap olahraga automotif. Yang akan tersaji nanti adalah hiburan kelas dunia dengan menampilkan pebalap terbaik. Indonesia selama ini dikenal mampu melahirkan pebalap-pebalap muda berbakat dan mampu berbicara di kancah internasional.
Dengan tampilnya Marc Marquez dkk secara langsung di hadapan publik Indonesia, hal itu diharapkan akan semakin memacu motivasi para pebalap muda Tanah Air untuk mengukir prestasi. Ketiga, keberhasilan menjadi tuan rumah MotoGP akan membuat harkat dan martabat Indonesia semakin terangkat di mata dunia. Indonesia dengan sendirinya dinilai mampu menggelar event olahraga besar sekelas MotoGP.
Dalam urusan menggelar MotoGP, kita memang harus mengakui tertinggal dari dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Thailand. Malaysia sudah puluhan tahun menggelar ajang balapan ini. Malaysia sejak 1991 setiap tahun dipercaya menjadi tuan rumah. Dimulai di Sirkuit Shah Alam lalu pada 1998 hingga kini balapan digelar di Sirkuit Sepang, Selangor. Adapun Thailand pada tahun lalu sukses "mengalahkan" Indonesia dengan mendapatkan jatah tuan rumah MotoGP.
Negeri Gajah Putih ini mendapat kontrak menggelar balapan MotoGP di Sirkuit Buriram selama tiga tahun. Menariknya, di tahun pertama Thailand sudah menangguk untung besar, termasuk dari sektor pariwisata. Pada balapan yang digelar 5-7 Oktober 2018, sekitar 220.000 fans datang menonton langsung. Kementerian Pariwisata Thailand mengklaim menghasilkan pendapatan sebesar 3 miliar baht atau sekitar Rp1,38 triliun.
Padahal Thailand hanya mengeluarkan Rp15 miliar setiap tahun atau total Rp45 miliar selama tiga tahun untuk mendapatkan lisensi MotoGP. Namun keberhasilan dua negara tetangga ini tak perlu membuat iri. Kesempatan yang sama ada di depan kita sekarang. Pertanyaan yang harus dijawab adalah mampukah kita memanfaatkan kesempatan ini secara optimal?
Tentu ukuran keberhasilan salah satunya adalah jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Tanah Air nanti, terutama ke NTB. Maka dari itu tekad pemerintah untuk menjadikan NTB sebagai destinasi wisata olahraga harus benar-benar digarap serius. Untuk menjaring wisatawan tentu tidak cukup hanya mengandalkan promosi melalui penyelenggaraan MotoGP.
Perlu daya dukung infrastruktur lain seperti transportasi dan fasilitas hotel yang baik di daerah tersebut. Untuk memperkuat positioning Mandalika sebagai destinasi sport tourism, perlu pula percepatan pembangunan infrastruktur lain semisal pembangunan lapangan golf dan pelaksanaan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition).
Hal lain yang juga penting ditekankan adalah bagaimana kita menjaga kepercayaan sebagai tuan rumah event internasional. Salah satu yang selama ini menjadi kelemahan mendasar adalah kemampuan dalam merawat fasilitas olahraga, baik itu sirkuit maupun stadion sepak bola. Sirkuit Sentul sudah memberi pelajaran bagaimana fasilitas yang dibangun dengan biaya mahal tidak dirawat secara baik.
Akibatnya saat Indonesia kembali mengajukan diri menjadi tuan rumah MotoGP beberapa tahun lalu, proposal ditolak karena kondisi lintasan Sirkuit Sentul dinilai tidak layak untuk balapan sekelas MotoGP. Kejadian serupa tentu tidak diharapkan terjadi pada sirkuit di Mandalika. Fasilitas yang dibangun dengan biaya triliunan itu jangan sampai disia-siakan.
Dorna selaku promotor dan ITDC (Indonesia Tourism Development) telah menjalin kesepakatan untuk menggelar dua kejuaraan balap motor bergengsi itu di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mandalika merupakan kawasan wisata terpadu berskala besar yang menjadi andalan Indonesia.
Keberhasilan menjadi tuan rumah ajang MotoGP ini patut dibanggakan. Betapa tidak, ini merupakan penantian lama. Indonesia terakhir menggelar lomba balapan serupa di Sirkuit Sentul, Bogor, pada 1997. Saat itu Indonesia dua tahun berturut-turut dipercaya menjadi tuan rumah yang dimulai pada 1996. ITDC mengonfirmasi sirkuit yang dibangun di Mandalika mengusung konsep jalan raya dengan panjang 4,32 km dan memiliki 18 tikungan.
Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh Indonesia dengan menjadi tuan rumah MotoGP. Pertama tentu dari sektor pariwisata. Ini akan menjadi ajang promosi efektif bagi destinasi pariwisata Indonesia, terutama NTB, agar lebih dikenal oleh masyarakat internasional. Tidak main-main, pemerintah menargetkan mendatangkan 100.000 wisatawan mancanegara saat ajang balapan tersebut berlangsung nanti.
Kedua, gelaran MotoGP dengan sendirinya akan meningkatkan animo masyarakat Tanah Air terhadap olahraga automotif. Yang akan tersaji nanti adalah hiburan kelas dunia dengan menampilkan pebalap terbaik. Indonesia selama ini dikenal mampu melahirkan pebalap-pebalap muda berbakat dan mampu berbicara di kancah internasional.
Dengan tampilnya Marc Marquez dkk secara langsung di hadapan publik Indonesia, hal itu diharapkan akan semakin memacu motivasi para pebalap muda Tanah Air untuk mengukir prestasi. Ketiga, keberhasilan menjadi tuan rumah MotoGP akan membuat harkat dan martabat Indonesia semakin terangkat di mata dunia. Indonesia dengan sendirinya dinilai mampu menggelar event olahraga besar sekelas MotoGP.
Dalam urusan menggelar MotoGP, kita memang harus mengakui tertinggal dari dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Thailand. Malaysia sudah puluhan tahun menggelar ajang balapan ini. Malaysia sejak 1991 setiap tahun dipercaya menjadi tuan rumah. Dimulai di Sirkuit Shah Alam lalu pada 1998 hingga kini balapan digelar di Sirkuit Sepang, Selangor. Adapun Thailand pada tahun lalu sukses "mengalahkan" Indonesia dengan mendapatkan jatah tuan rumah MotoGP.
Negeri Gajah Putih ini mendapat kontrak menggelar balapan MotoGP di Sirkuit Buriram selama tiga tahun. Menariknya, di tahun pertama Thailand sudah menangguk untung besar, termasuk dari sektor pariwisata. Pada balapan yang digelar 5-7 Oktober 2018, sekitar 220.000 fans datang menonton langsung. Kementerian Pariwisata Thailand mengklaim menghasilkan pendapatan sebesar 3 miliar baht atau sekitar Rp1,38 triliun.
Padahal Thailand hanya mengeluarkan Rp15 miliar setiap tahun atau total Rp45 miliar selama tiga tahun untuk mendapatkan lisensi MotoGP. Namun keberhasilan dua negara tetangga ini tak perlu membuat iri. Kesempatan yang sama ada di depan kita sekarang. Pertanyaan yang harus dijawab adalah mampukah kita memanfaatkan kesempatan ini secara optimal?
Tentu ukuran keberhasilan salah satunya adalah jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Tanah Air nanti, terutama ke NTB. Maka dari itu tekad pemerintah untuk menjadikan NTB sebagai destinasi wisata olahraga harus benar-benar digarap serius. Untuk menjaring wisatawan tentu tidak cukup hanya mengandalkan promosi melalui penyelenggaraan MotoGP.
Perlu daya dukung infrastruktur lain seperti transportasi dan fasilitas hotel yang baik di daerah tersebut. Untuk memperkuat positioning Mandalika sebagai destinasi sport tourism, perlu pula percepatan pembangunan infrastruktur lain semisal pembangunan lapangan golf dan pelaksanaan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition).
Hal lain yang juga penting ditekankan adalah bagaimana kita menjaga kepercayaan sebagai tuan rumah event internasional. Salah satu yang selama ini menjadi kelemahan mendasar adalah kemampuan dalam merawat fasilitas olahraga, baik itu sirkuit maupun stadion sepak bola. Sirkuit Sentul sudah memberi pelajaran bagaimana fasilitas yang dibangun dengan biaya mahal tidak dirawat secara baik.
Akibatnya saat Indonesia kembali mengajukan diri menjadi tuan rumah MotoGP beberapa tahun lalu, proposal ditolak karena kondisi lintasan Sirkuit Sentul dinilai tidak layak untuk balapan sekelas MotoGP. Kejadian serupa tentu tidak diharapkan terjadi pada sirkuit di Mandalika. Fasilitas yang dibangun dengan biaya triliunan itu jangan sampai disia-siakan.
(thm)