Bahaya Fintech Ilegal

Senin, 18 Februari 2019 - 06:37 WIB
Bahaya Fintech Ilegal
Bahaya Fintech Ilegal
A A A
MunawarDeputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan

TUJUAN mulia financial technology (fintech) dibajak. Pelakunya tak tampak. Masyarakat pun terkena dampak.

Kehadiran fintech lending (FL) atau peer to peer lending (P2PL) telah dirasakan manfaatnya oleh jutaan orang. FL mempertemukan pihak yang memiliki uang dan pihak yang membutuhkan uang untuk bertransaksi secara langsung. Penyelenggara FL menyediakan platform untuk pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dapat bertransaksi.

FL hadir untuk memfasilitasi pelaku bisnis/masyarakat yang unbankable dan/atau yang membutuhkan fasilitas layanan yang cepat. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) banyak yang sudah mengeruk manfaatnya.

Di platform penyelenggara FL dapat dijumpai usaha UMKM seperti warung sembako, depot air isi ulang, atau toko herbal yang membutuhkan pendanaan. Juga dapat dilihat profil ibu pemilik salon dan bapak tua yang butuh modal jualan gorengan yang akhirnya mendapatkan pendanaan usahanya melalui FL. Sebagian penyelenggara FL juga memberikan pinjaman multiguna.

Kehadiran FL dapat menjadi penolong seretnya pendanaan UMKM dan masyarakat bawah. Data Passagi (2016) menunjukkan adanya kesenjangan kebutuhan sebesar Rp988 triliun per tahun. Kebutuhan pendanaan Rp1.649 triliun hanya mampu dipenuhi sekitar Rp660 triliun oleh lembaga keuangan.

Fintech Ilegal

Sayangnya, kehadiran FL yang diniatkan untuk mengisi kesenjangan pendanaan UMKM dikotori oleh kehadiran FL ilegal. Mereka tak terdaftar/berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keberadaan mereka tidak jelas di mana. Sebagian server mereka ada di luar negeri, bahkan di banyak negara.

FL ilegal juga tidak mau tunduk pada ketentuan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Mereka juga tidak tergabung dan mengikuti code of conduct (CoC) Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Dalam POJK 77/2016 dan CoCAFPI, ada sejumlah ketentuan yang harus diikuti oleh penyelenggara FL agar dapat menjalankan bisnis dan mewujudkan industri yang sehat, bertumbuh, bertanggung jawab, dan melindungi kepentingan masyarakat/konsumen.

Saat ini ada 99 FL legal yang terdaftar/berizin di OJK. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan FL ilegal. Yang sudah diblokir oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sebanyak 635 FL ilegal. Belum termasuk yang dalam proses deteksi dan masih bergentayangan di dunia maya.

Seberapa bahaya FL ilegal? Dalam bisnis P2PL, banyak pihak terlibat. Ada pemilik dana (pemberi pinjaman) dan penerima pinjaman. Pemilik dana harus mengirim uang ke rekening penyelenggara FL ilegal. Ini sangat berisiko uang tidak kembali (dengan keuntungan yang diharapkan). Karena ilegal, bisa saja penyelenggaranya membawa kabur uang atau pengembaliannya tak sesuai perjanjian.

Kerugian bagi penerima pinjaman sudah marak diadukan ke OJK, lembaga perlindungan konsumen, dan media massa/sosial. Ada yang cara penagihannya kasar dan penuh ancaman. Bila tak mampu membayar utang, penerima pinjaman dipermalukan di hadapan keluarga, teman, hingga rekan kerja di kantor. Pelaku FL ilegal mengirimkan informasi (SMS) ke seluruh nomor yang ada di handphone penerima pinjaman. FL ilegal dapat melakukannya karena mengakses nomor kontak di handphone penerima pinjaman.

FL ilegal juga mengakses foto melalui aplikasi yang diunduh oleh penerima pinjaman. Foto-foto penerima pinjaman berpotensi disalahgunakan. Belum lagi persoalan bunga dan biaya (sangat) tinggi. Pelaku FL ilegal ini juga tak patuh ketentuan pusat data harus di Indonesia. Dengan server di luar negeri (bahkan di banyak negara) berpotensi sulit dalam pengawasan dan penanganan bila ada kasus.

Keuntungan Transaksi FL Legal

Sangat berbeda dengan 99 penyelenggara FL legal. Mereka harus mengikuti aturan perundang-undangan, baik di bidang transaksi elektronik, peraturan OJK di bidang LPMUBTI dan perlindungan konsumen, maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Keberadaan mereka jelas lokasi dan pengurusnya.

Penyelenggara FL legal telah dilarang mengakses daftar kontak telepon, foto, catatan panggilan, dan lainnya yang ada di handphone penerima pinjaman. Penyelenggara hanya diperbolehkan akses tiga hal, yakni kamera, lokasi, dan mikrofon untuk proses dan manajemen risiko pemberian pinjaman.

Bila ada penerima pinjaman yang tak mampu bayar, AFPI telah memiliki CoC terkait total biaya terkait pinjaman maksimum 100% dari nilai prinsipal pinjaman. Jadi, bila pinjam Rp1 juta, apabila terlambat dan terkena denda, jumlah maksimum yang harus dibayar penerima pinjaman maksimum Rp2 juta. Ini sangat berbeda apabila berutang melalui FL ilegal. Pinjam Rp1 juta, pengembaliannya bisa berkali lipat.

Bagaimana bila FL legal melanggar aturan OJK dan CoC AFPI? Masyarakat/konsumen dapat melaporkan ke AFPI dan/atau OJK melalui pusat kontak, surat elektronik, atau sarana lainnya disertai dengan bukti. Bila terbukti melanggar, AFPI dan OJK dapat memberi sanksi. AFPI dapat mengeluarkan penyelenggara FL dari keanggotaan. OJK dapat memberikan peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.

Bagaimana bila FL ilegal yang melanggar? Satgas Waspada Investasi (SWI) yang bergerak. Satgas ini beranggotakan 13 Kementerian/Lembaga, di antaranya, OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, Bank Indonesia, dan Kejaksaan Agung. Polri telah mendorong masyarakat untuk melaporkan kepada polisi bila ada pelanggaran hukum pada proses penagihan atau lainnya.

Edukasi dan Peran Masyarakat

Kasus-kasus dalam industri P2PL yang mencuat mayoritas dipicu ketidakmampuan penerima pinjaman mengembalikan utang sesuai perjanjian. Masyarakat harus paham bahwa bila telah sepakat bertransaksi berarti telah menjadi hukum bagi pemberi dan penerima pinjaman. Sudah sepakat bunga, waktu, dan cara pembayarannya. Jangan karena mudah meminjam sehingga gali lubang tutup lubang. Tidak sedikit yang telah meminjam di beberapa FL dan akhirnya sulit melunasi. Sebelum meminjam, harus dihitung kemampuan mengembalikannya.

Masyarakat harus memastikan bahwa FL yang digunakan adalah yang legal. Ada 99 penyelenggara yang bisa dicek di laman www.ojk.go.id. Harus dipastikan ejaan nama sama persis, termasuk nama platformnya. Pelaku FL ilegal ada yang telah menduplikasi aplikasi FL legal dengan nama yang sangat mirip yang mudah mengecoh masyarakat.

OJK dan SWI butuh bantuan masyarakat dalam membatasi FL ilegal. Bila menemukan ada FL selain dalam daftar di OJK, jangan bertransaksi dan perlu melaporkan ke OJK atau SWI. Peran masyarakat sangat besar dalam berkontribusi memberangus FL ilegal yang meresahkan masyarakat.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0876 seconds (0.1#10.140)