Pandangan KH Ma'ruf Amin Terkait Gelar Ulama

Sabtu, 16 Februari 2019 - 16:28 WIB
Pandangan KH Maruf Amin...
Pandangan KH Ma'ruf Amin Terkait Gelar Ulama
A A A
PURWAKARTA - Konsolidasi dan penguatan dukungan di Jawa Barat (Jabar) terus dilakukan Cawapres 02 KH Ma’ruf Amin (KMA). Selain orasi politik, beragam petuah juga diberikan oleh KMA.

Safari politik KMA terus dilakukan di Jawa Barat. Kali ini KMA menghadiri Harlah Nahdlatul Ulama (NU) ke-93 di Purwakarta, Jabar, Sabtu (16/2/2019). Di hadapan ribuan warga Nahdliyyin, KMA pun lalu menyinggung soal ulama.

Karakternya yaitu, dianggap bisa berceramah ilmu agama namu tidak pernah menuntut ilmu di Pesantren. Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini cukup resah dengan fenomena gelar ulama.

Mereka menyampaikan ilmu agama dengan cara memaki-maki dan menyebar kebencian kepada orang lain. Karena itu, KMA meminta warga NU untuk hati-hati memilih ulama.

"Ulama kok enggak mondok, enggak mesantren, makanya harus hati-hati (memilih ulama)," kata KH Ma'ruf Amin mengingatkan dalam tausiyahnya di acara harlah NU ke 93 dan Milad Pondok Al Muhajirin yang ke 26, di Purwakarta, Jabar.

Selain itu, mantan Rais ‘Aam PBNU ini juga mengajak warga NU untuk membentengi diri dari paham yang menyimpang. Faham yang membius, tapi pada akhirnya menyesatkan.

"Apalagi sekarang ini banyak paham-paham, akidah-akidah yang menyimpang," kata KH Ma’ruf Amin melanjutkan sambil mengingatkan.

Di hadapan ribuan warga Nahdliyyin, KMA mengingatkan untuk tidak memilih pemimpin tuna ilmu agama. Lebih jelasnya adalah tidak paham dalam ilmu agama. Sebab, acuan dalam memilih seorang pemimpin sudah jelas menurut Islam.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadis nabi. Yaitu, yang menceritakan hilangnya ilmu seorang ulama seiring dengan wafatnya. Dan jika orang yang faham agama tidak ada, maka masyarakat akan mencari pemimpin yang tidak cakap.

"Jika tidak tersisa seorang alim (orang beilmu) maka orang akan mencari, mengangkat pemimpin yang tidak cakap dan mampu mengurus negara," kata KH Ma’ruf Amin mengingatkan dalam tausiyahnya di acara harlah NU ke 93 dan Milad Pondok Al Muhajirin yang ke-26.

Untuk menjadi seorang pemimpin kata dia, maka diperlukan pondasi berupa paham agama yang kuat. Bila para pemimpinnya dangkal bahkan tidak mengerti agama, maka yang terjadi umatnya akan tersesat.

Agar mengindari hal ini sambungnya, masyarakat perlu tokoh agama atau ulama yang bisa membimbing umatnya. Harapannya, bisa menghindarkan dari kesesatan. "Karena itu pelu tokoh-tokoh agama, kiai, ulama yang faham agama," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0842 seconds (0.1#10.140)