Proses Hukum Komisioner KPU Diyakini Tak Ganggu Tahapan Pemilu
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Sudiro Asno menilai proses hukum terhadap sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan mengganggu proses maupun tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Sebab, kata dia, pengambilan keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial. Sehingga, lembaga penyelenggara pemilu itu bisa mengambil keputusan walaupun sejumlah komisionernya terjerat persoalan hukum.
"Kalau aparat penegak hukum memiliki bukti cukup, meningkatkan status sejumlah komisioner, pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan. Tahapan pemilu tidak akan terganggu, karena kinerja komisioner KPU bersifat kolektif kolegial," kata Sudiro dihubungi wartawan, Senin (4/2/2019).
Bahkan kata dia, penahanan terhadap sejumlah komisioner KPU pun tidak akan menghentikan jalannya Pemilu 2019. Karena, ada mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap komisioner KPU.
"Kita tidak perlu menyikapi persoalan ini secara berlebihan. Semua sudah ada mekanismenya," paparnya.
(Baca juga: PKS Minta Presiden Turun Tangan Terkait Masalah Hukum Jerat KPU)
Dia melanjutkan, Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, kata dia, semua orang kedudukannya sama di depan hukum, sehingga semua orang harus patuh hukum.
Dia pun meminta semua pihak menghormati jalannya proses penegakan hukum terhadap komisioner KPU di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dikatakannya, upaya penegakan hukum terhadap sejumlah komisioner KPU tak bisa disebut sebagai kriminalisasi.
Pasalnya, kepolisian memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengusut tuntas persoalan tersebut. "Kami kecewa, ada pihak yang menyebut penegak hukum melakukan kriminalisassi saat menjalankan tugas," ucapnya.
"Ini negara hukum. Biarkan penegak hukum menjalankan tugas, dan pihak yang dilaporkan melakukan pembelaan melalui mekanisme hukum yang ada dan berlaku di negara ini," tambahnya.
Sekadar diketahui, Polda Metro Jaya memeriksa Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Rabu 30 Januari 2019. Selama tujuh jam, mereka diberondong sebanyak 20 pertanyaan terkait alasan bagaimana KPU mengambil keputusan tidak memasukkannya Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Oesman Sapta dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
Sebab, kata dia, pengambilan keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial. Sehingga, lembaga penyelenggara pemilu itu bisa mengambil keputusan walaupun sejumlah komisionernya terjerat persoalan hukum.
"Kalau aparat penegak hukum memiliki bukti cukup, meningkatkan status sejumlah komisioner, pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan. Tahapan pemilu tidak akan terganggu, karena kinerja komisioner KPU bersifat kolektif kolegial," kata Sudiro dihubungi wartawan, Senin (4/2/2019).
Bahkan kata dia, penahanan terhadap sejumlah komisioner KPU pun tidak akan menghentikan jalannya Pemilu 2019. Karena, ada mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap komisioner KPU.
"Kita tidak perlu menyikapi persoalan ini secara berlebihan. Semua sudah ada mekanismenya," paparnya.
(Baca juga: PKS Minta Presiden Turun Tangan Terkait Masalah Hukum Jerat KPU)
Dia melanjutkan, Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, kata dia, semua orang kedudukannya sama di depan hukum, sehingga semua orang harus patuh hukum.
Dia pun meminta semua pihak menghormati jalannya proses penegakan hukum terhadap komisioner KPU di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dikatakannya, upaya penegakan hukum terhadap sejumlah komisioner KPU tak bisa disebut sebagai kriminalisasi.
Pasalnya, kepolisian memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengusut tuntas persoalan tersebut. "Kami kecewa, ada pihak yang menyebut penegak hukum melakukan kriminalisassi saat menjalankan tugas," ucapnya.
"Ini negara hukum. Biarkan penegak hukum menjalankan tugas, dan pihak yang dilaporkan melakukan pembelaan melalui mekanisme hukum yang ada dan berlaku di negara ini," tambahnya.
Sekadar diketahui, Polda Metro Jaya memeriksa Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Rabu 30 Januari 2019. Selama tujuh jam, mereka diberondong sebanyak 20 pertanyaan terkait alasan bagaimana KPU mengambil keputusan tidak memasukkannya Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Oesman Sapta dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
(maf)